KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Konsekuensi Hukum Kontrak Kerja yang Diputus Sepihak oleh Pengusaha

LEGAL OPINION
Question: Apa yang akan menjadi pandangan hakim jika PKWT ditengah jalan kemudian dihentikan sepihak oleh perusahaan terhadap pegawai kontraknya ini?
Brief Answer: Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak atas Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) bukan dikarenakan: a. pekerja meninggal dunia; b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja; mengakibatkan berlaku ketentuan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan yang pada praktiknya masih dianut oleh praktik peradilan di Indonesia:
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada Pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi tercermin dalam putusan Mahkamah Agung RI perkara hubungan industrial register Nomor 522 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 26 Juli 2016, sengketa antara:
- PT. BALI OCEAN ADVENTURE, sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Tergugat; melawan
1. MARIE CHRISTINE CHAU (Warga Negara Asing); dan
2. CEDRIC CHRISTIAN GENET (WNA);
... selaku Para Termohon Kasasi, semula Penggugat.
Berdasarkan kontrak kerja PKWT, Para Penggugat yang merupakan Warga Negara Asing (WNA) dipekerjakan sejak tanggal 4 Agustus 2014 untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Penggugat menyadari bahwa sebagai orang asing yang bekerja di Indonesia harus dilengkapi dengan izin kerja (KITAS) dan sebagaimana Tergugat menyatakan bahwa izin kerja (KITAS) Para Penggugat akan siap sebelum kontrak kerja berlangsung. Tergugat belum menyelesaikan kewajibannya untuk mengurus izin kerja (KITAS) Para Penggugat hingga kontrak kerja dilaksanakan dengan alasan masih dalam proses pengurusan. Tergugat tetap meminta Para Penggugat untuk tetap mulai bekerja sambil menunggu izin kerja (KITAS) selesai.
Penggugat percaya pada janji Tergugat, maka Penggugat mulai bekerja sebagaimana diatur di dalam kontrak kerja. Pada tanggal 17 Oktober 2014 Penggugat menanyakan izin kerjanya kepada Tergugat. Jawaban dari Tergugat adalah ada suatu masalah sehingga tidak bisa menyelesaikan izin kerja tepat pada waktunya dan Penggugat diminta untuk melengkapi dokumen lagi untuk proses izin kerja tersebut serta Penggugat diminta tetap bekerja seperti sedia kala. Tergugat menjamin bahwa tidak akan ada masalah dari Pihak Keimigrasian.
Dikarenakan Para Penggugat percaya pada jaminan tersebut, maka Para Penggugat tetap bekerja. Pada tanggal 7 November 2014, Tergugat melakukan pengakhiran hubungan kerja alias pengakhiran kontrak kerja secara sepihak, tanpa adanya diskusi kepada Para Penggugat.
Terkait untuk PHK tersebut, diadakan pertemuan antara Para Penggugat dengan Tergugat, untuk membahas mengenai gaji terakhir dan hak-hak lainnya yang berhak diperoleh oleh Para Penggugat.
Tergugat telah setuju dan berjanji untuk membayar gaji terakhir beserta komisi Para Penggugat, yang kemudian dituangkan didalam perjanjian. Pada tanggal 1 Desember 2014, Para Penggugat mendatangi Tergugat dengan maksud untuk mengambil gaji terakhir beserta komisi tersebut secara tunai. Namun Tergugat menolaknya dan hanya memberikan surat pengakhiran kontrak kerja melalui email dengan alasan bahwa Para Penggugat telah mengambil informasi perusahaan dan menghubungi konsumen dengan tujuan untuk membatalkan program mereka dengan Tergugat, dan untuk kemudian konsumen akan melakukan program tersebut dengan Penggugat secara pribadi.
Tergugat juga mengingkari kesepakatan / perjanjian untuk membayar gaji dan komisi Para Penggugat sebagaimana dibuat pada tanggal 14 November 2014. Tergugat menolak pembayaran gaji dengan alasan bahwa perusahaan / Tergugat mengalami kerugian keuangan sehingga Tergugat tidak membayarkan hak-hak Para Penggugat.
Tindakan Tergugat yang mengakhiri hubungan kerja secara sepihak sebelum berakhirnya jangka waktu kontrak kerja, maka Para Penggugat berhak untuk menuntut ganti rugi sebagaimana diatur di dalam Pasal 62 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur:
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada Pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”
Para Penggugat mengajukan surat pengaduan disertai permohonan mediasi kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Denpasar, dimana kemudian Mediator menerbitkan surat yang menganjurkan sebagai berikut:
1) Agar perusahaan PT. Bali Ocean Adventure memberikan hak atas upah bulan Oktober 2014 kepada Saudari Marie Christine Chau sebesar USD 2000 dan kepada Saudara Cedric Christian Genet sebesar USD 1250;
2) Agar Director PT. Bali Ocean Adventure, pekerja Saudari Marie Christine Chau dan Saudara Cedric Christian Genet memberikan jawaban atas anjuran tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh hari) kerja setelah menerima surat anjuran ini.”
Penggugat menerima anjuran, sementara Tergugat menolak anjuran Mediator Disnaker dan tidak melaksanakan anjuran, maka Para Penggugat mengajukan gugatan PHK. Sementara itu pihak Tergugat dalam bantahannya mendalilkan, para Penggugat belum dapat disebut sebagai pekerja, karena belum memiliki izin menggunakan tenaga kerja asing, sehingga hukum ketenagakerjaan tak berlaku bagi mereka—suatu dalil yang membuka aib pihak Tergugat itu sendiri selaku pemberi kerja yang tidak patuh hukum.
Terhadap gugatan Penggugat dan sanggahan Tergugat, Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar telah memberikan putusan Nomor 1/PDT.SUS-PHI/2016/PN.DPS tanggal 31 Maret 2016, dengan amar sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara
- Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
- Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Para Penggugat ganti rugi atas sisa perjanjian kerja sebesar Rp250.200.000,00 (dua ratus lima puluh juta dua ratus ribu rupiah) kepada Merie Christine Chau, dan sebesar Rp156.375.000,00 (seratus lima puluh enam juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) kepada Cedric Genet, secara tunai dan segera;
- Menolak gugatan selain dan selebihnya.”
Sang pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 25 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 3 Mei 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Para Pekerja selaku Tenaga Kerja Asing bekerja dalam waktu tidak tertentu sesuai ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan izin bekerja (IMTA) maksimal 1 (satu) tahun sejak bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Juli 2015 kecuali diperpanjang. Hal mana bersesuaian dengan lamanya perjanjian kerja yang dibuat dan ditandatangani oleh Para Pekerja dan Pengusaha;
“Bahwa ternyata Para Pekerja hanya bekerja selama 3 (tiga) bulan, kemudian diputus hubungan kerja sejak tanggal 30 November 2014;
“Bahwa alasan pemutusan hubungan kerja oleh Pengusaha dikarenakan Para Pekerja telah melanggar kontrak berupa pengambilan informasi perusahaan dalam bentuk data pelanggan dan telah menggunakan informasi tersebut untuk menghubungi pelanggan perusahaan agar membatalkan program, merupakan alasan tanpa dasar hukum yang kuat;
“Bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan maka tepat dan benar Pengusaha harus membayar ganti rugi kepada Para Pekerja berupa sisa upah sampai tanggal berakhirnya perjanjian kerja sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 62 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. BALI OCEAN ADVENTURE tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I:
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BALI OCEAN ADVENTURE tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.