Iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang Ditanggung Pengusaha Bukan Objek PPh 21

LEGAL OPINION
Question: Ini ada orang kantor pajak bilang perusahaan kami harus mengenakan PPh 21 terhadap iuran keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan yang ditanggung pengusaha. Bukannya PPh 21 hanya dikenakan terhadap upah pekerja? Sekarang ini perusahaan mendapat surat ketetapan kurang bayar pajak untuk tahun-tahun pajak sebelumnya. Bagaimana kemungkinannya bila kami mengajukan keberatan serta banding ke Pengadilan Pajak?
Brief Answer: Petugas kantor pajak kerap memberikan beban nilai pajak secara serampangan, sebagaimana acapkali SHIETRA & PARTNERS jumpai dalam praktik, dimana yang semestinya tidak dikenakan pajak dinyatakan terutang pajak, yang seharusnya membayar pajak sekian persen diharuskan menyetor jauh lebih besar. Kompetensi petugas pajak di Indonesia sangat rendah, dan ironis seakan tidak paham (baca: pura-pura tidak mengerti) terhadap aturan pajak yang mereka rumuskan sendiri.
Bagaimana wajib pajak diharapkan patuh membayar pajak bila otoritas dibidang pajak bersikap sewenang-wenang serta memiliki reputasi yang buruk di mata masyarakat sebagaimana terbukti mayoritas putusan Pengadilan Pajak mengalahkan pihak Kantor Pajak.
Iuran jaminan sosial ketenagakerjaan yang ditanggung pengusaha, tidak masuk dalam komponen objek pajak penghasilan.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi tepat kiranya bercermin pada Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.44666/PP/M.II/10/2013, dimana yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21.
Menurut Terbanding, di dalam account Biaya Jamsostek terdapat pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) sebesar Rp. 259.042207,00, sedangkan yang sudah dilaporkan oleh Pemohon Banding dalam SPT Tahunan PPh Pasal 21 Tahun Pajak 2008 adalah sebesar Rp.257.222.077,00 sehingga terdapat selisih obyek yang belum dilaporkan sebesar Rp. 1.820.130,00.
Perbedaan biaya Jamsostek antar G/L dan rincian iuran Jamsostek disebabkan adanya JHT yang belum tercatat di G/L untuk beberapa periode sebesar Rp. 963.940,00 yang tidak ada dalam rincian iuran Jamsostek. Dalam hal ini yang menjadi obyek PPh Pasal 21 adalah untuk pembayaran JKK dan JKM, dimana dalam bukti yang Pemohon Banding sampaikan, menurut rincian iuran Jamsostek dan G/L adalah sebesar Rp. 17.368.355,00 dan menurut rekonsiliasi SPT PPh Badan adalah sebesar Rp. 17.418.914,00, sehingga terdapat perbedaan sebesar Rp. 50.559,00.
Namun jumlah obyek PPh Pasal 21 menurut Pemeriksa adalah sebesar Rp. 19.239.044,00, sehingga timbul selisih sebesar Rp. 1.820.130,00. Pemohon Banding tidak mengetahui rincian atas angka obyek PPh Pasal 21 sebesar Rp. 19.239.044,00 berdasarkan Pemeriksa tersebut.
Apapun kemudian yang menjadi pendapat Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus:
“Bahwa terhadap koreksi PPh Pasal 21 yang berasal dari selisih biaya jamsostek sebesar Rp.1.820.130,00 Terbanding berpendapat bahwa di dalam account Jamsostek Expense terdapat pembayaran JKK dan JKM sebesar Rp.259.042.207,00. Sementara yang sudah dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 21 Pemohon Banding atas pembayaran iuran JKK dan JKM adalah sebesar Rp.257.222.077,00, sehingga terdapat selisih obyek yang belum dilaporkan sebesar Rp.1.820.130,00;
“Bahwa Terbanding menghitung jumlah JKK dan JKM (objek PPh Pasal 21) sebesar Rp.19.239.044,00 sedangkan Pemohon Banding menghitung sebesar Rp.17.368.355,00;
“Bahwa Terbanding mengkoreksi selisih biaya jamsostek sebesar Rp 1.820.130,00 pada account Jamsostek Expence karena menurut Terbanding merupakan pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JMK) yang berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-15/PJ/2006 tangal 23 Februari 2006 merupakan objek PPh Pasal 21;
“Menurut Pemohon Banding, Koreksi Biaya Jamsostek sebesar Rp. 1.820.130,00 karena nilai tersebut merupakan Jaminan Hari Tua yang ditanggung oleh Pemohon banding yang berdasarkan Pasal 7 huruf c PER-159/PJ/2006 tidak termasuk pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21;
“Bahwa berdasarkan Pasal 7 huruf c PER-15/PJ./2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi disebutkan bahwa iuran Jaminan Hari Tua kepada badan Penyelenggara Jamsostek yang dibayar pemberi kerja tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21;
“Bahwa dalam penelitian dokumen bersama, Pemohon Banding mengakui bahwa terdapat jumlah sebesar Rp. 963.940,00 yang tidak ada dalam rincian iuran Jamsostek disebabkan adanya JHT (non objek) yang belum dicatat pada G/L untuk beberapa periode;
“Bahwa Majelis berpendapaat bahwa Pemeriksa telah salah mengartikan bahwa seluruh account Jamsostek Expence adalah merupakan pembayaran JKK dan JKM yang merupakan objek PPh Pasal 21 sehingga melakukan koreksi dimaksud. Padahal di dalam account dimaksud juga termasuk pembayran JHT yang ditanggung Pemohon dan sesuai pasal 7 huruf c PER15/PJ./2006 dinyatakan tidak termasuk sebagai objek PPh Pasal 21. Sehingga dengan demikian Majelis berpendapat koreksi sebesar Rp 1.820.130,00 tidak dapat dipertahankan;
“Bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 dan PPh terhutang untuk Tahun Pajak 2008 menjadi sebagai berikut: ...
“MEMUTUSKAN: Menyatakan Mengabulkan Seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-191/WPJ.19/BD.05/2011 tanggal 15 Maret 2011, tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 21 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor: 00009/201/08/092/10 tanggal 19 Maret 2010 sebagaimana telah dibetulkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-00163/WPJ.19/ KP.0203/2010 tanggal 26 Agustus 2010, atas nama: XXX, NPWP: YYY, dengan hitungan menjadi sebagai berikut: ...”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.