Hubungan Hukum Tenaga Kerja Outsource dengan Perusahaan Penyedia Tenaga Outsourcing

LEGAL OPINION
Question: Perusahaan menggunakan tenaga security di pabrik perusahaan kami kepada perusahaan outsourcing. Nah, ketika perjanjian kerjasama antara manajemen perusahaan kami dengan pihak perusahaan outsourcing sudah habis jangka berlakunya, sebagian pegawai keamanan yang tidak kami rekrut sebagai pegawai perusahaan kami tersebut lalu menuntut agar kami memberi mereka pesangon. Apa dapat dibenarkan begitu menurut hukum?
Brief Answer: Dasar hukum utama merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Hubungan hukum pekerja dari pihak perusahaan penyedia tenaga kerja, adalah merupakan semata hubungan hukum internal antara perusahaan penyedia tenaga kerja dengan tenaga kerja yang bersangkutan.
PEMBAHASAN:
Terdapat contoh kasus yang menyerupai permasalahan tersebut diatas, yakni putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 442 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 28 Agustus 2015, perkara antara:
- 7 (tujuh) orang pekerja, sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Tergugat; melawan
- PT. SETIA PESONA CIPTA, sebagai Termohon Kasasi, semula Penggugat; dan
- PT. CAHAYA PAGI BERLIAN, selaku Turut Termohon Kasasi, semula Turut Tergugat.
Penggugat merupakan perusahaan yang memiliki kegiatan usaha di bidang produksi makanan/minuman kemasan (kopi kemasan). Dalam rangka pembukaan wilayah baru, Penggugat menjalin kerja sama dengan mitra/rekanan untuk mengerjakan sebagian pekerjaan yang merupakan kegiatan penunjang dari perusahaan Penggugat.
Penyerahan sebagian pekerjaan kepada mitra/rekanan usaha adalah kegiatan penunjang perusahaan bukan pada Core Bussiness-nya. Kegiatan penunjang yang dimaksud adalah kegiatan pada bidang “Packing” hasil produksi.
Adapun alur produksi pada perusahaan Penggugat, sebagai berikut: “Bahan baku”—“Pemilahan”—“Proses Pemasakan”—“Pengemasan”—“Produk jadi”. Dengan demikian kegiatan packing, storage dan distribusi adalah merupakan rangkaian kegiatan lain di luar proses produksi.
Salah satu rekanan Penggugat yang menjalin kerja sama pemborongan/pengalihan sebagian pekerjaan tersebut adalah PT. Cahaya Pagi Berlian. Perjanjian Kerja sama penyerahan sebagian pekerjaan antara Penggugat dengan PT. Cahaya Pagi Berlian tersebut adalah tertuang dalam perjanjian, yang berlaku mulai tahun 2011 sampai tahun 2013.
Perjanjian dan pelaksanaan penyerahan sebagian pekerjaan yang dilakukan oleh Penggugat dengan PT. Cahaya Pagi Berlian adalah sebelum terbit dan berlakunya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
Para Tergugat adalah pekerja dari PT Cahaya Pagi Berlian, karena sejak awal hubungan kerja antara Para Tergugat adalah dengan pihak PT. Cahaya Pagi Berlian, bukan dengan Penggugat, meski mereka bekerja di tempat Penggugat.
Dalam perkembangan selanjutnya, permasalahan bermula ketika pada tahun 2013 pihak PT. Cahaya Pagi Berlian tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang diperjanjikan yaitu tidak membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan yang menjadi hak dari para pekerjanya.
Penggugat telah memberikan kesempatan kepada PT Cahaya Pagi Berlian untuk segera dan secepatnya menyelesaikan pembayaran iuran BPJS. Kemudian Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat, Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, yang dalam ketentuan Pasal 17 dan 34 menentukan:
- Bahwa pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja adalah: cleaning service, catering, security, usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan dan usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh;
- Bahwa setiap perusahaan pemberi pekerjaan, perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tersebut.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan seperti perdebatan antara jenis pekerjaan yang dapat diborongkan atau tidaknya, maka Penggugat memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan PT. Cahaya Pagi Berlian untuk mengepak produk, setelah berakhirnya masa yang diperjanjikan dalam Perjanjian Kerjasama antara Penggugat dengan pihak Cahaya Pagi Berlian.
Dengan telah putus dan berakhirnya perjanjian kerjasama antara Penggugat dengan PT Cahaya Pagi Berlian, maka secara hukum seharusnya pekerja PT. Cahaya Pagi Berlian yang ditempatkan di perusahaan Penggugat, wajib untuk diakhiri penempatannya (ditarik) dari perusahaan Penggugat, termasuk para Tergugat.
Penggugat mendalilkan, oleh karena hubungan hukum terhadap Para Tergugat adalah dengan pihak PT. Cahaya Pagi Berlian, maka secara hukum segala hal atau konsekwensi/resiko atas hubungan kerja dari Para Tergugat tersebut sepenuhnya adalah merupakan tanggung jawab PT. Cahaya Pagi Berlian.
Dengan pertimbangan sosial, kemanusiaan. dan iktikad baik, kepada pekerja PT. Cahaya Pagi Berlian yang ex-ditempatkan pada perusahaan Penggugat, Penggugat menawarkan bagi yang berminat untuk bergabung sebagai pekerja pada perusahaan Penggugat dipersilahkan untuk mengikuti tes masuk (seleksi) PT. Setia Pesona Cipta.
Penggugat serempak melakukan tes tulis dan wawancara dengan total pelamar 168 orang dari 171 pekerja PT. Cahaya Pagi Berlian dan dari basil tes tersebut kami umumkan, tanggal 10 November 2013 dengan hasil 11 orang tidak lolos tes.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya, telah memberikan putusan Nomor 108/G/ 2014/PHI Sby., tanggal 19 Januari 2015, yang amarnya sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa perjanjian kerja sama pemborongan pekerjaan antara Penggugat dengan PT Cahaya Pagi Berlian adalah sah;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Para Tergugat dengan PT Cahaya Pagi Berlian adalah sah;
4. Menyatakan antara Penggugat dengan Para Tergugat tidak terdapat hubungan kerja;
5. Menyatakan perjanjian kerjasama Penggugat dengan PT Cahaya Pagi Berlian telah putus dan berakhir karena berakhirnya masa/waktu yang diperjanjikan terhitung tanggal 7 November 2013;
6. Menyatakan bahwa PT Cahaya Pagi Berlian berkewajiban untuk melakukan penarikan penempatan tenaga kerja/pekerja PT Cahaya Pagi Berlian dari perusahaan Penggugat sejak tanggal 7 November 2013.”
Para Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan salah satu dalil bahwa bila tidak ada hubungan kerja antara Para Tergugat dengan Penggugat, mengapa kasus bisa disidangkan? Kewenangan untuk mengesahkan suatu perjanjian adalah kewenangan badan peradilan umum, bukan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial. Terhadap keberatan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 12 Februari 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 24 April 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti tidak melampaui kewenangan karena pokok perselisihan yang diajukan mengenai status hubungan kerja antara Para Pemohon selaku Pekerja denga Termohon atau Turut Termohon Kasasi selaku pengusaha sebagai akibat dari pengakhiran perjanjian penempatan dan pengelolaan jasa tenaga kerja, merupakan lingkup perselisihan hak yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Dalam perkara ini sesuai pokok perselisihan terkait erat dengan perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan Pasal 66 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
- Bahwa surat perjanjian penempatan dan pengelolaan jasa tenaga kerja antara Termohon dengan Turut Termohon Kasasi sah secara hukum karena telah memenuhi ketentuan Pasal 64 dan 66 ayat (1), (2), (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, sehingga benar hubungan kerja antara Para Pekerja dengan PT Cahaya Pagi Berlian/Turut Termohon Kasasi;
- Bahwa terjadinya perselisihan ini berkaitan dengan peristiwa hukum, berupa hubungan kerja sebelum berlakunya Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2012 sehingga isi ketentuan ini relevan untuk diterapkan;
- Bahwa dengan demikian Judex Facti telah tepat memberi putusan sehingga alasan permohonan kasasi yang diajukan Para Pemohon Kasasi tidak beralasan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya, dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: MUHAMMAD RIFA’I dan kawan-kawan, tersebut harus ditolak;
 “M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. MUHAMMAD RIFA’I, 2. IKA MARDIATUL IKROM, 3. WACHED SUBANDI, 4. HARI SANTOSO, 5. SUDIRMAN, 6. ARIS SUPRAYITNO, dan 7. MOHK. SA’RONI, tersebut.”

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2012
TENTANG
SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN
KEPADA PERUSAHAAN LAIN
Pasal 5
Jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan harus dilaporkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan.
Pasal 6
Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 mengeluarkan bukti pelaporan jenis pekerjaan penunjang yang akan diserahkan melalui pemborongan pekerjaan paling lambat 1 (satu) minggu sejak pelaporan dilaksanakan oleh perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 7
(1) Perusahaan pemberi pekerjaan dilarang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan apabila belum memiliki bukti pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(2) Apabila perusahaan pemberi pekerjaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan sebelum memiliki bukti pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 12
Perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi persyaratan:
a. berbentuk badan hukum;
b. memiliki tanda daftar perusahaan;
c. memiliki izin usaha; dan
d. memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.
Pasal 13
Setiap perjanjian kerja dalam pemborongan pekerjaan wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
(1) Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
(2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
(3) Kegiatan jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: [Note SHIETRA & PARTNERS: Undang-Undang No. 13/2003 menggunakan frasa “antara lain”.]
a. usaha pelayanan kebersihan (cleaning service);
b. usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering);
c. usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan);
d. usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
e. usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.
Pasal 32
(1) Dalam hal perusahaan pemberi pekerjaan tidak melanjutkan perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh dan mengalihkan pekerjaan penyediaan jasa pekerja / buruh kepada perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh yang baru, maka perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh yang baru, harus melanjutkan perjanjian kerja yang telah ada sebelumnya tanpa mengurangi ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja yang telah disepakati.
(2) Dalam hal terjadi pengalihan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka masa kerja yang telah dilalui para pekerja/buruh pada perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh yang lama harus tetap dianggap ada dan diperhitungkan oleh perusahaan penyedia jasa pekerja / buruh yang baru.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.