Buruh Debitor Pailit hanya Berhak Menuntut Pembayaran Upah Tertunggak dari Boedel Pailit

LEGAL OPINION
Question: Apakah buruh dari debitor pailit berhak untuk menggugat kreditor separatis yang sedang dalam rangka melelang eksekusi jaminan kebendaan dalam masa insolvensi?
Brief Answer: Selama jaminan kebendaan milik debitor pailit belum jatuh dalam boedel pailit karena telah dan masih diupayakan lelang eksekusi oleh kreditor separatis sejak dimulainya masa insolvensi, maka adalah salah kaprah bila kalangan Kreditor Konkuren ataupun Kreditor Preferen hendak mengambil-alih hak pelunasan dari aset yang belum jatuh kedalam boedel pailit.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat perkara perlawanan register Nomor 03/PLW/2010/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 30 September 2010, sengketa antara:
- 2 (dua) orang karyawan debitor pailit, sebagai Para Pelawan; melawan
1. PT. BANK MANDIRI (Pesero) Tbk, sebagai Terlawan I;
2. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta IV, sebagai Terlawan II;
3. Tim Kurator PT. Harumsari Suryaampuh (dalam pailit), sebagai Terlawan III;
Pelawan merupakan karyawan debitor pailit yang belum dibayar upahnya, dan mengharap agar agunan yang dipegang Terlawan I agar dapat menjadi alat pelunasan upah mereka. Terhadap perlawanan tersebut, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa memperhatikan perlawanan yang diajukan oleh Pelawan sebagaimana tersebut diatas, pada intinya berisi tentang perlawanan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh Terlawan I dan Terlawan II untuk melakukan pelelangan terhadap harta kekayaan Debitor yang dibebani oleh Hak Tanggungan yang dalam hal mana harta tersebut termasuk dalam boedel pailit; [Note SHIETRA & PARTNERS: persepsi yang salah kaprah ini perlu diluruskan, sebab konteks kasus ialah masih dalam masa insolvensi sehingga agunan masih terpisah dari boedel pailit.]
“Menimbang, bahwa alasan alasan yang dikemukakan oleh Pelawan adalah : karena Pelawan belum mendapatkan jaminan atas hak-haknya sebagai Kreditor yang diistimewakan berdasarkan ketentuan Pasal 60 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap asset Harumsari yang akan dijual secara lelang oleh TERLAWAN I melalui TERLAWAN II, oleh karena itu untuk pelelangan yang akan dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2010 harus ditangguhkan;
“Menimbang, bahwa Pelawan telah mendalilkan perlawanannya berdasarkan pada ketentuan Pasal 60 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyatakan bahwa:
“Atas tuntutan Kurator atau Kreditor yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi daripada Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Kreditor pemegang hak tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan tagihan yang diistimewakan”;
“Menimbang, bahwa berdasarkan penjelasan Pasal 60 ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004, yang dimaksud Kreditor yang diistimewakan adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 KUHPerdata dan Pasal 1149 KUHPerdata;
“Menimbang, bahwa apakah menurut ketentuan Pasal 60 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004, tersebut kedudukan pelawan adalah lebih diistimewakan atau didahulukan dari kedudukan terlawan – I;
“Menimbang, bahwa dalam ketentuan UU No. 37 Tahun 2004 tidak dijelaskan lebih lanjut apakah kreditur yang posisinya sebagaimana Pelawan tersebut kedudukannya lebih utama / istimewa dari kreditur pemegang gadai, jaminan fiducia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya;
“Menimbang, bahwa ketentuan hukum sebagaimana pasal tersebut diatas hanya diatur tentang kreditur yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi, namun tidak diatur lebih lanjut tentang hak untuk dapat membatalkan hak eksekusi yang dilaksanakan oleh kreditur pemegang gadai, jaminan fiducia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya;
“Menimbang, bahwa dalam dalil pelawan telah dikemukakan bahwa kedudukan pelawan adalah lebih tinggi dari kedudukan terlawan I, untuk hal tersebut Majelis Hakim akan berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi NOMOR 18/PUU-VI/2008, tanggal 23 Oktober 2008 dapat dipedomani dalam hal mana putusan tersebut antara lain dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa:
- Bahwa Pasal 29, Pasal 55 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) dan Pasal 138 UU Kepailitan dan PKPU tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945;
- Bahwa dalam upaya memberikan jaminan dan perlindungan hukum yang lebih baik terhadap pekerja atau buruh dalam hal terjadi kepailitan, pembentuk undang-undang perlu melakukan sinkronisasi dan harmonisasi undang-undang yang terkait dengan pengaturan hak-hak buruh;
- Bahwa, diperlukan adanya peranan negara dalam bentuk kebijakan konkret untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak pekerja atau buruh dalam hal terjadi kepailitan.
“Menimbang, bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi tersebut secara keseluruhannya adalah mempertimbangkan tentang kedudukan karyawan bila terjadi kepailitan, dan ternyata putusan Mahkamah Konstitusi tidak memutuskan tentang kedudukan istimewa bagi karyawan yang melebihi kedudukan kreditur sebagai pemegang gadai, jaminan fiducia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah dipertimbangkan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena hak dari Pelawan hanya sebatas diatur sebagaimana bunyi Pasal 60 Ayat (2) UU No. 37 Tahun 2004, dalam hal mana tidak mempunyai hak sebagaimana ketentuan pasal 55, dan juga tidak mempunyai hak untuk menangguhkan eksekusi yang dilakukan oleh Terlawan I, maka telah ternyata dalil dalil perlawanan Pelawan tersebut tidak cukup bukti untuk dapat dikabulkan, sehingga untuk selanjutnya perlawanan pelawan harus dinyatakan ditolak;
M E N G A D I L I
DALAM POKOK PERKARA :
Menolak perlawanan pelawan untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.