Alat Angkut Perbuatan Ilegal Dirampas untuk Negara, Siapapun Pemilik Sah Kendaraan Tersebut

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya bila kendaraan milik kita dipinjam atau disewa oleh suatu pihak, kemudian kendaraan tersebut ternyata digunakan untuk mengangkut barang-barang yang oleh pengadilan dikatakan sebagai kegiatan ilegal, apakah kendaraan itu akan dikembalikan kepada kami sebagai pemiliknya bila kasus pidana telah diputus oleh pengadilan?
Brief Answer: Mengenai permasalahan hukum tersebut, masih belum terdapat kesatuan pendirian bahkan diantara internal hakim pada Mahkamah Agung RI. Akan lebih baik pihak pemberi sewa atau pemberi pinjaman kendaraan memastikan pihak pemakai alat angkut benar-benar menggunakan alat angkut tersebut untuk kegiatan legal, karena sebagian Hakim Agung menilai bahwa adalah kelalaian dari pemilik kendaraan sendiri bila tidak memastikan kendaraan yang dipinjam terdakwa untuk kegiatan yang legal ataukah ilegal.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara pidana register Nomor 1887 K/Pid.Sus/2015 tanggal 14 Agustus 2015, dimana sebelumnya terhadap tuntutan Jaksa Penuntut, Pengadilan Tinggi Mataram dalam putusannya Nomor 17/Pid/2015/PT. MTR tanggal 17 April 2015 menjatuhkan amar sebagai berikut:
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa Yen Hariyadi alias Yen tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan pengangkutan kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan” sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;
6. Menyatakan barang bukti berupa: 1 (satu) unit kendaraan roda 4 (empat) jenis truck Nomor Pol. DK 9532 KM Noka MHCNK7ILYCJ040964, Nosen: B040964, beserta STNK atas nama Ni Wayan Suryati, dirampas untuk Negara;
Dalam putusan diatas, antara terpidana dan pemilik kendaraan adalah dua pihak yang saling berbeda. Dalam tingkat kasasi, Mahkamah Agung membuat koreksi atas putusan judex factie dengan pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang bahwa akan tetapi putusan Judex Facti sepanjang mengenai barang bukti berupa 1 (satu) unit kendaraan roda 4 (empat) jenis truk Nomor Polisi DK 9532 KM Nomor Rangka: MHCNK71LYCJ040964, Nosen: B040964, beserta STNK atas nama Ni Wayan Suryati, yang dalam putusan Judex Facti ditetapkan dirampas untruk Negara, harus diperbaiki, dengan pertimbangan bahwa Truk untuk mengangkut kayu tersebut telah disewa Terdakwa dari Ni Wayan Suyati, sehingga harus dikembalikan kepada yang bersangkutan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi / Penuntut Umum tersebut harus ditolak dengan perbaikan mengenai penetapan pengembalian barang bukti 1(satu) unit truk Nomor Polisi: DK 9532 KM beserta STNK atas nama Ni Wayan Suryati;”
Putusan tersebut dijatuhkan demikian meski pihak Jaksa Penuntut Umum mendalilkan, berdasarkan petunjuk Mahkamah Agung tentang Tehnis Yudisial dan Managemen Peradilan Tahun 2005 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 01 Tahun 2008 tentang Petunjuk Penanganan Perkara Tindak Pidana Kehutanan yang pada pokoknya menyatakan “barang bukti termasuk alat yang dipakai harus dirampas untuk Negara” dan dalam SEMA tersebut juga menyatakan bahwa “Mahkamah Agung memandang perlu untuk mengingatkan para Hakim di seluruh Indonesia agar memperhatikan dengan sungguh-sungguh ketentuan Pasal 78 Ayat (15) Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan”.
Sementara secara kontradiktif, dalam perkara terpisah, putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi register perkara pidana Nomor 2317 K/Pid.Sus/2015 tanggal 18 November 2015 dengan majelis Hakim Agung yang diketuai oleh Dr. Artidjo Alkostar, menyatakan bahwa kendaraan yang digunakan untuk kejahatan ilegal logging dirampas untuk negara terlepas siapa pemilik sah kendaraan tersebut.
Perkara bermula saat Tinggi Palu Nomor 44/PID.SUS/2015/PT PAL., tanggal 6 Juli 2015 menjatuhkan vonis dengan amar selengkapnya sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa EKA alias PAPA RENDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja turut serta mengangkut hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama-sama Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan;
2. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa dengan pidana penjara  selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
5. Menetapkan barang bukti berupa:
- 21 (dua puluh satu) batang kayu berbentuk bantalan jenis rimba campuran, dirampas untuk Negara ;
- 1 (satu) unit Mobil Truck merek Mitsubishi Canter warna kuning kas merah nomor registrasi DN 8614 VD, dikembalikan kapada pemiliknya atas nama RUSTAMIN alias ANDU.
Jaksa penuntut mengajukan upaya hukum kasasi karena berkeberatan karena putusan tersebut diatas menetapkan barang bukti unit Mobil Truck yang digunakan terpidana dinyatakan dikembalikan kepada pemiliknya atas nama RUSTAMIN. Adapun yang menjadi alasan judex factie dalam membuat vonis demikian, ialah:
“Menimbang bahwa dari ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 ditegaskan barang bukti temuan hasil kebun dan/atau hasil tambang beserta sarana prasarana pendukungnya dari hasil tindak pidana penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dapat dilelang dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan publik atau kepentingan sosial.
“Dari ketentuan tersebut bahwa ternyata terdapat kata dapat yang pengertiannya bukan suatu keharusan di mana hal tersebut jika dihubungkan dengan rasa keadilan dan kemanusiaan maka Majelis berpendapat adalah adil jika barang bukti berupa 1 (satu) unit Mobil Truck merek Mitsubishi Canter warna kuning kas merah nomor registrasi DN 8614 VD dikembalikan kepada yang berhak.
“Bahwa dasar pertimbangan Majelis mengembalikan 1 (satu) unit Mobil Truck merek Mitsubishi Canter warna kuning kas merah nomor registrasi DN 8614 VD kepada yang berhak disebabkan fakta pada pemeriksaan di persidangan saksi Ade charge JUSMAN dan berdasarkan surat bukti yang dilampirkan oleh Penyidik yang terlampir dalam berkas perkara bahwa mobil yang dipakai mengangkut kayu tersebut milik RUSTAMIN alias ANDU, Ade charge JUSMAN tidak mengetahui tentang kelengkapan surat kayu tersebut, yang Saksi JUSMAN ketahui ARMAN. Terdakwa hanyalah melaksanakan pekerjaannya sebagai Sopir Mobil Truck tersebut dengan imbalan yang wajar.”
Jaksa Penuntut Umum dalam memori kasasinya menanggapi putusan diatas, secara elaboratif mendalilkan sebagai berikut:
“Bahwa Mejelis Hakim yang mengadili perkara tersebut dalam pertimbangan putusannya hanya mempelajari secara sepenggal-sepenggal menganai isi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan tidak mempelajari, memahami, menelaah secara utuh mengenai isi dari undang-undang tersebut di mana di dalam Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang menyatakan :
“Setiap orang yang melakukan pengangkutan kayu hasil hutan wajib memiliki dokumen yang merupakan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
“Hal ini diperjelas lagi dengan penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang menyatakan :
“Alat angkut dinyatakan telah mengangkut hasil hutan apabila sebagian atau seluruh hasil hutan telah berada di dalam alat angkut untuk dikirim atau dipindahkan ke tempat lain;
“Yang termasuk dalam pengertian “melakukan pengangkutan” adalah proses yang dimulai dari memuat hasil hutan, memasukkan, atau membawa hasil hutan ke dalam alat angkut dan alat angkut yang membawa hasil hutan bergerak ke tempat tujuan dan membongkar, menurunkan, atau mengeluarkan hasil hutan dari alat angkut;
Di samping hasil hutan yang tidak disertai dengan surat keterangan sahnya hasil hutan, alat angkut, baik darat maupun perairan yang dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan dimaksud dirampas untuk Negara, hal itu dimaksudkan agar pemilik jasa angkutan/pengangkut ikut bertanggung jawab atas keabsahan hasil hutan yang diangkut;
“Bahwa dalam Pasal 16 dan penjelasannya secara jelas dinyatakan bahwa alat angkut, baik darat maupun perairan yang dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan yang tidak disertai dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan dirampas untuk Negara namun dalam putusan Mejelis Hakim Pengadilan Negeri Donggala telah mengembalikan alat angkut yang dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan yang tidak disertai dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan kepada pemiliknya dengan mendalilkan ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan;
“Dalam hal ini Majelis Hakim hanya melihat sepenggal saja terhadap ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang menyatakan:
“Barang bukti temuan hasil kebun dan/atau hasil tambang beserta sarana prasarana pendukungnya dari hasil tindak pidana penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dapat dilelang dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan publik atau kepentingan sosial” ;
“Bahwa Majelis Hakim tidak mempelajari secara utuh mengenai maksud Pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dimana Pasal 45 ayat (1) masih ada kaitannya dengan Pasal 45 ayat (2) yang menyatakan:
“Barang bukti sitaan hasil kebun dan/atau hasil tambang beserta sarana prasarana pendukungnya dari hasil tindak pidana penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dapat dilelang karena dapat cepat rusak atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi”;
“Bahwa maksud dari ketentuan Pasal 45 ayat (1) mengenai “Dapat dilelang” nya barang bukti temuan hasil kebun dan/atau hasil tambang beserta sarana prasarana pendukungnya dari hasil tindak pidana penggunaan kawasan hutan secara tidak sah apabila dikaitkan dengan ketentutan Pasal 45 ayat (2) yaitu disebabkan karena barang bukti temuan hasil kebun dan/atau hasil tambang beserta sarana prasarana pendukungnya tersebut dapat cepat rusak atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi;
“Bahwa apabila dilihat secara sistematika penyusunan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Pasal 45 terdapat pada Bagian Ketiga Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan yaitu dalam Paragraf 1 Penyidikan dan Penuntutan, sehingga jelas di sini yang dimaksud dengan “Lelang” dalam Pasal 45 adalah lelang barang bukti dalam tahap Penyidikan dan bukanlah merupakan ketentuan mengenai lelang dalam ranah Putusan Hakim, hal ini termuat dalam Pasal 40 ayat (4) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan yang menyatakan :
“Penyidik yang melakukan penyitaan barang bukti sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib : meminta izin lelang bagi barang yang mudah rusak kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan”;
“Sehingga Majelis Hakim telah salah dan keliru dalam putusan yang hanya mengambil secara sepenggal saja mengenai isi Pasal 45 dan tidak memperhatikan isi Pasal 16 dan penjelasannya yang telah jelas menyatakan bahwa alat angkut, baik darat maupun perairan yang dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan yang tidak disertai dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan dirampas untuk Negara.”
Terhadap permohonan kasasi yang diajukan pihak Jaksa tersebut, Mahkamah Agung kemudian membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan Kasasi Penuntut Umum terhadap barang bukti berupa : 1 (satu) unit mobil Truck merk Mitsubishi canter warna kuning kas merah nomor registrasi DN 8614 VD dirampas untuk Negara, dapat dibenarkan karena beralasan menurut hukum, yaitu secara imperatif telah ditentukan dalam Penjelasan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang menyatakan “Di samping hasil hutan yang tidak disertai dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan, alat angkut, baik darat maupun perairan yang dipergunakan untuk mengangkut hasil hutan dimaksud dirampas untuk Negara, hal itu dimaksudkan agar pemilik jasa angkutan/pengangkut ikut bertanggung jawab atas keabsahan hasil hutan yang diangkut”;
“Bahwa menurut fakta yang terungkap di persidangan, Terdakwa disuruh oleh pemilik kayu/sawmill, yaitu Arman (Terdakwa dalam perkara lain), oleh karenanya Terdakwa dan Arman bertanggung jawab kepada pemilik Truk benama Rustamin alias Andu, karena Arman lah yang menyuruh Terdakwa Eka alias Papa Rendi untuk mengangkut kayu yang tidak dilengkapi dokumen yang sah (SKSHH);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Palu Nomor 44/PID.SUS/2015/PT PAL., tanggal 6 Juli 2015 yang memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Donggala Nomor 54/Pid.B/2015/PN.DGL, tanggal 27 Mei 2015 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut seperti tertera di bawah ini;
M E N G A D I L I
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Donggala tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Palu Nomor 44/PID.SUS/2015/ PT PAL., tanggal 6 Juli 2015 yang memperbaiki Putusan Pengadilan  Negeri Donggala Nomor 54/Pid.B/2015/PN.DGL, tanggal 27 Mei 2015;
MENGADILI SENDIRI
1. Menyatakan Terdakwa EKA alias PAPA RENDI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja turut serta mengangkut hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama sama Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan”;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
- 21 (dua puluh satu) batang kayu berbentuk bantalan jenis rimba campuran;
- 1 (satu) unit mobil Truck merk Mitsubishi canter warna kuning kas merah nomor registrasi DN 8614 VD;
Dirampas untuk Negara.”
Dalam hukum pidana, kelalaian bukanlah pengecualian dari konsep kesalahan pidana—yang mana dalama kasus ini pemilik kendaraan telah lalai meminjamkan/menyewakan alat angkut miliknya kepada pelaku tindak kriminal sehingga menjadi resiko pribadi sang pemilik.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.