KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

SHGB Rumah Susun yang Kadaluarsa akibat Sengketa antar Perhimpunan Penghuni

LEGAL OPINION
Question: SHMSRS (Sertifikat Hak Milik atas Satuan Unit Rumah Susun) yang hendak keluarga kami beli memiliki dasar tanah bersama berupa SHGB (Hak Guna Bangunan). Dari informasi yang kami himpun dari beberapa penghuni apartemen, SHGB tersebut akan segera kadaluarsa. Jika unit apartemen tersebut tetap kami putuskan untuk beli, apakah ada jaminan hukum bahwa pemerintah akan memberikan izin perpanjangan SHGB tanah bersama letak berdirinya apartemen?
Brief Answer: Negara lewat otoritas dibidang pertanahan memiliki kewenangan prerogatif untuk memberikan penetapan perpanjangan SHGB atau tidaknya, sehingga seluruh calon penghuni maupun para penghuni rumah susun patut menyadari bahwa tiada jaminan SHGB atas tanah bersama mereka akan dapat diperpanjang saat akan kadaluarsa. Seperti halnya bila tanah bersama berdiri diatas Hak Pengelolaan (HPL) milik instansi pemerintah atapun Pemerintah Daerah setempat, tiada jaminan pemegang HPL memberi izin perpanjangan tanah bersama Rusun.
Untuk itu penting diperhatikan sisa masa berlaku SHGB apartemen sebelum memutuskan untuk membeli unit apartemen. Untuk penghuni menghadapi fakta hukum ditolaknya permohonan perpanjangan SHGB, dapat mengajukan keberatan dengan mengajukan gugatan ke hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hambatan atas perpanjangan/pembaharuan hak atas tanah bersama, dapat bersumber dari eksternal (BPN RI) maupun internal Perhimpunan Penghuni itu sendiri.
Begitupula kepentingan pihak ketiga, seperti kreditor pemegang jaminan kebendaan Hak Tanggungan berupa SHMRS yang mana akan habis masa berlaku hak atas tanahnya, berpotensi dirugikan ketika Hak Tanggungan gugur karena hapusnya hak atas tanah, memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan perpanjangan hak bahkan menggugat meskipun tidak dapat berdiri sendiri tanpa tampilnya Perhimpunan Penghuni dalam gugatan ke hadapan PTUN.
Inilah kelemahan utama agunan berupa SHMSRS yang akan kadaluarsa, kreditor terancam kehilangan agunan sementara debitor dapat kembali mengajukan pembaharuan hak yang bersih dari beban Hak Tanggungan sekalipun hutangnya terhadap kreditor belum terlunasi.
PEMBAHASAN:
Perkara berikut terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara, yang mengatur bahwa diamnya penyelenggara negara diartikan mengabulkan permohonan warga negara. Meski demikian tetap relevan untuk menjadi ilustrasi bagaimana Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak juga mengabulkan permohonan perpanjangan SHGB Rumah Susun (Rusun) akibat sengketa antara dua versi Perhimpunan Penghuni atas Rusun yang sama, sebagaimana tertuang dalam putusan PTUN Jakarta register Nomor 182/G/2012/PTUN-JKT tanggal 18 April 2013, antara:
- PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH SUSUN HUNIAN (PPRSH) APARTEMEN SLIPI, selaku Penggugat; melawan
1. KEPALA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROPINSI DKI JAKARTA, sebagai Tergugat I;
2. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT, selaku Tergugat II;
3. Dra. INDAH AYU ANGGRAINI, ANWAR SUHENDRA, DANIEL INDRA DJAJADI dan Drs. HERMAWAN CHANDRA, sebagai Tergugat II Intervensi-I;
4. ONG DEWI, sebagai Tergugat II Intervensi-2.
Yang menjadi objek gugatan adalah Keputusan Tata Usaha Negara Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Jakarta dan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Barat atas permohonan penerbitan Perpanjangan atau Pembaharuan Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas Tanah Bersama Rumah Susun Hunian Apartemen Slipi, yang berakhir haknya tanggal 16 September 2012 dimana sampai diajukan gugatan ini, Tergugat I tidak menerbitkan Surat Keputusan yang dimohon Penggugat, dan Tergugat II tidak menerbitkan perpanjangan atau Pembaharuan sertipikat SHGB sedangkan hal tersebut merupakan kewajiban Tergugat I dan Tergugat II.
Berdasarkan pasal 52 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 4. Tahun 1988 tentang Rumah Susun, diatur bahwa:
“Sebelum Hak guna Bangunan atau hak pakai atas tanah Negara yang di atasnya berdiri rumah susun sebagaimana dimaksud dalam pasal 38, haknya berakhir, para pemilik melalui Perhimpunan Penghuni mengajukan permohonan perpanjangan atau Pembaharuan Hak atas tanah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Penggugat mengajukan permohonan perpanjangan hak atas tanah bersama, dengan melampirkan dokumen persyaratan perpanjangan SHGB. Penggugat juga telah membayar biaya retribusi untuk Permohonan SK (Konstatering Rapport) ke kas Negara melalui Tergugat II.
Sejak diajukan permohonan sampai sekarang, (sudah lewat 4 bulan) Tergugat II tidak melaksanakan dan/atau tidak mengabulkan Permohonan Penggugat, yang pada saat tersebut UU No. 30 Tahun 2014 belum terbit, sehingga lalai/abainya penyelenggara negara dalam memberi penetapan diartikan sebagai penolakan terhadap permohonan warga negara.
Perbuatan Tergugat I tidak menerbitkan Surat Keputusan, maupun Tergugat II yang tidak menerbitkan perpanjangan sertipikat hak atas tanah padahal perbuatan tersebut merupakan kewajibannya, maka atas sikap diam Tergugat I dan Tergugat II, dijadikan objek Gugatan di PTUN, sebagaimana Pasal 3 ayat (1) UU PTUN yang mengatur:
“Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.”
Atas sikap diam Tergugat I, yaitu tidak menerbitkan Surat Keputusan  juga sikap diam Tergugat II yaitu tidak menerbitkan perpanjangan SHGB, maka Tergugat I dan Tergugat II dinilai telah melakukan mal-administrasi, yang mana Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana diamanatkan Undang-undang.
Hapusnya HGB sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah, dimana pada ketentuan Pasal 35 Ayat (1) Butir (a) dinyatakan:
“Hak Guna Bangunan hapus karena: Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya.”
Hapusnya HGB Pemohon dengan berakhirnya jangka waktu hak atas tanah, maka 283 sertipikat hak milik atas satuan rumah susun secara otomatis hapus, hal tersebut sesuai pasal 50 Peraturan Pemerintah. No 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Dengan hapusnya SHGB, maka SHGB tersebut berikut 276 SHMSRS secara yuridis harus diperbaharui.
Adapun alasan Tergugat I belum dapat memproses permohonan perpanjangan atau pembaharuan SHGB, meski Tergugat II telah mengusulkan Permohonan Perpanjangan SHGB tersebut kepada Tergugat I, namun terhadap permohonan perpanjangan SHGB terdapat pihak yang keberatan atau melakukan pemblokiran, yakni Ketua Perhimpunan Penghuni Rusun Apartemen Slipi versi Tergugat II Intervensi.
Dengan adanya dua versi kepemimpinan Perhimpunan Penghuni atas Rusun yang sama, maka Tergugat I telah mengupayakan penyelesaian atau mohon petunjuk dengan bersurat ke Gubernur DKI Jakarta, mengingat Pasal 76 Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 jo. Pasal 13 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 1982, pemegang kebijaksanaan pembinaan dan pengawasan PPRSH adalah Gubernur dengan jajaran Dinas Perumahan dibawahnya.
Tergugat I mendalilkan, belum diprosesnya permohonan Penggugat dikarena masih ada permasalahan tentang siapa yang sah berkedudukan sebagai Ketua Perhimpunan Rumah Susun Apartemen Slipi yang mempunyai wewenang mewakili kepentingan penghuni Rusun tersebut.
Atas gugatan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari seluruh akta pembuktian yang diajukan di persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan adanya bukti yang menunjukkan pembatalan Akta (tentang penunjukkan ketua Perhimpunan Penghuni) melalui putusan suatu badan peradilan, dan keterangan 2 (dua) orang saksi tersebut diatas, maka Majelis Hakim berkeyakinan adalah secara de facto Penggugat menjalankan tugas sebagai Pengurus Perhimpunan Penghuni, sehingga cukup beralasan hukum bagi Penggugat untuk mewakili Perhimpunan didalam dan diluar Pengadilan, sehingga atas eksepsi Tergugat II Intervensi-1 dan Tergugat II Intervensi-2 tentang pihak Penggugat tidak mempunyai kapasitas mengatasnamakan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Hunian Apartemen Slipi adalah berdasarkan hukum untuk dinyatakan ditolak.
“Menimbang, bahwa suatu keputusan dapat dikatakan sebagai produk yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila;
- Keputusan Tata Usaha Negara tersebut diterbitkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berwenang;
- Keputusan tersebut bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang bersifat prosedural dan substansi;
“Menimbang, bahwa ditinjau dari segi kewenangan yaitu berdasarkan Pasal 1 angka 20 dan angka 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Tergugat berwenang menerbitkan sertipikat sebagai tanda bukti hak atas tanah maka secara penafsiran a contrario apabila Tergugat telah diberikan kewenangan untuk menerbitkan sertipikat sebaliknya kewenangan untuk menolak permohonan penerbitan sertipikat adalah merupakan kewenangan Tergugat pula;
“Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan mengenai prosedur dan substansi keputusan objek sengketa a quo yakni apakah terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat prosedural dan substansi yang dilanggar Tergugat I dan II ketika mempersiapkan / menerbitkannya, sehingga keputusan tersebut menjadi cacad hukum;
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan diatas, menurut Penggugat penolakan pihak Tergugat I dan II terhadap permohonan Penggugat hanya didasarkan pada keberatan pihak lain yang pengajuannya diajukan oleh pihak yang mengatas-namakan Pengurus Perhimpunan Penghuni, sebaliknya Tergugat I dan II telah membantahnya dengan mengemukakan telah ditempuh sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dan permohonan tersebut belum diproses karena diatas tanah yang dimohonkan Penggugat terdapat keberatan, serta terdapat sengketa kepengurusan;
“Menimbang, bahwa dari dalil gugatan dan bantahan Tergugat I dan II dapat disimpulkan, yang merupakan permasalahan pokok, apakah tindakan Tergugat I dan II dalam melakukan penolakan terhadap permohonan Penggugat yang mendasarkan pada adanya keberatan dan terdapat sengketa kepengurusan telah ditempuh sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau tidak bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik;
“Bahwa sesuai keterangan saksi bernama SUMI HARDINA menjelaskan bahwa:
a. banyak Sertipikat Hak Guna Bangunan para pemilik sedang dijaminkan kepada bank dan mereka melakukan complain karena sertipikat telah berakhir haknya dan proses perpanjangan belum diperoleh;
b. banyak pemilik unit di apartemen telah melakukan pembayaran pengurusan perpanjangan sertipikat kepada pengurus (in casu Penggugat) dengan jumlah yang ditentukan berdasarkan ukuran/type hunian yang dimiliki;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum diatas, Majelis Hakim menyimpulkan bahwa kendala yang dikemukakan Tergugat I dan Tergugat II dalam masing-masing Jawabannya menjelaskan permohonan tersebut belum diproses karena ada keberatan dan terdapat sengketa kepengurusan, adalah merupakan dalil yang dapat dibuktikan sebaliknya melalui Bukti P-10 yang masih berlaku, sehingga mengenai kepengurusan Apartemen Slipi berdasarkan akte tersebut, yang menurut saksi SUMI HARDINA dilaksanakan oleh Pengurus (in casu Penggugat), dan banyak pemilik unit telah melakukan pembayaran perpanjangan sertipikat kepada Penggugat, maka secara de facto Penggugat telah menjalankan fungsi sebagai Pengurus Perhimpunan, dan beralasan Pengurus yang terdiri dari Ketua Tuan Diplom Ingenieur Harjadi Jahja, Sarjana Hukum Magister Hukum; Sekretaris Nyonya Novidiani Sarjana Ekonomi, Bendahara Nyonya Elia Jeong, bertindak di dalam dan diluar pengadilan mewakili perhimpunan penghuni, kecuali dibuktikan ketidak-absahan akta tersebut oleh pengadilan yang berwenang;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian fakta hukum diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat dalam mengajukan permohonan perpanjangan Hak Guna Bangunan Nomor 1271/Palmerah adalah tetap didasarkan untuk kepentingan Apartemen Slipi itu sendiri, serta bukan ditujukan untuk kepentingan perseorangan;
“Menimbang, bahwa Pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan :”Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) masih ada kekuranglengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan, atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan catatan mengenai hak-hak yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.”;
“Menimbang, bahwa terdapat fakta hukum ada beberapa pemilik unit yang telah melakukan pembayaran untuk pengurusan perpanjangan sertipikat HGB sebagaimana keterangan saksi SUMI HARDINA, dan dalil gugatan Penggugat setidaknya 276 (dua ratus tujuh puluh enam) Pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang diwakili Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Hunian Apartemen Slipi, majelis Hakim berpendapat hal ini menunjukkan bahwa secara de facto kepengurusan Penggugat diakui oleh pihak-pihak tersebut dan Penggugat telah menunjukkan itikad baik dengan mengajukan permohonan perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan No.1271/Palmerah;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat pemrosesan perpanjangan hak sangat penting untuk dikabulkan guna melindungi kepentingan hukum pemilik-pemilik lain dari unit Apartemen Slipi tersebut yang telah habis masa berlakunya dan belum diperpanjang, serta dapat menimbulkan masalah hukum berikutnya, dengan adanya perselisihan kepengurusan jangan sampai merugikan kepentingan Penghuni Unit Apartemen, dengan kata lain harus lebih diprioritaskan kepentingan Penghuni, dan seandainya Kepengurusan Penggugat nanti dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan berwenang, hal tersebut tidak menjadikan cacad atau batal perpanjangan dan pembaharuan sertipikat HGB atas nama perseorangan masing-masing Penghuni unit Apartemen Slipi, sehingga tidak menjadi permasalahan karena para penghuni telah memperoleh hak atas unit bangunan Apartemen milik mereka;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan hukum diatas maka Majelis Hakim menilai bahwa sikap Tergugat I dan Tergugat II untuk menolak secara fiktif negatif atas permohonan Penggugat melalui permohonan Nomor:16518/2012 tanggal 4 April 2012, secara prosedur dan substansi bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, sehingga berdasarkan hukum untuk dinyatakan batal, karena Bukti P-10 telah menunjukkan kepengurusan yang masih berlaku, dan selain itu masih terdapat kepentingan hukum para pemilik lain selain pengurus yang harus dilindungi dengan dikabulkannya perpanjangan Sertipikat HGB Nomor 1271/Palmerah, yaitu sepanjang atas nama 276 (dua ratus tujuh puluh enam) Pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang diwakili Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Hunian Apartemen Slipi versi Penggugat;
“Menimbang, bahwa oleh karena telah dinyatakan batal Keputusan fiktif negatif Tergugat I dan Tergugat II berupa penolakan atas permohonan Penggugat untuk perpanjangan atau pembaharuan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 1271/Palmerah, maka kepada Tergugat I dan Tergugat II selanjutnya diwajibkan untuk meneruskan permohonan perpanjangan hak tersebut dan menerbitkan sertipikat pembaharuan haknya sesuai permohonan Penggugat yang telah diajukan;
“Menimbang, bahwa oleh karena atas keputusan fiktif negatif yang dikeluarkan Tergugat I dan Tergugat II telah dinyatakan batal maka Tergugat I ,Tergugat II dan kedua pihak lainnya yang kedudukan hukumnya paralel yakni Tergugat II Intervensi-1 dan Tergugat II Intervensi-2, maka sesuai pasal 110 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 kepada Tergugat I, Tergugat II, Tergugat II Intervensi-1 dan Tergugat II Intervensi-2 dihukum untuk membayar biaya perkara yang jumlahnya akan disebutkan dalam diktum putusan secara tanggung renteng;
M E N G A D I L I
I. Dalam Eksepsi
Menolak eksepsi Tergugat II dan Tergugat II Intervensi 1 dan 2 untuk seluruhnya;
II. Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan batal keputusan fiktif negatif Tergugat I dan Tergugat II berupa penolakan atas permohonan Penggugat tentang permohonan penerbitan perpanjangan atau Pembaharuan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 1271 Kelurahan Palmerah Kecamatan Palmerah atas tanah bersama Rumah Susun Hunian Apartemen Slipi yang berakhir haknya tanggal 16 September 2012, dengan pemohonan Nomor: 16518/2012 tanggal 4 April 2012;
3. Mewajibkan kepada Tergugat I menerbitkan Surat Keputusan (Konstateriing Rapport) tentang Pembaharuan Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 1271. Kelurahan Palmerah, Kecamatan Palmerah, sepanjang atas nama 276 (dua ratus tujuh puluh enam) Pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang diwakili Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Hunian Apartemen Slipi;
4. Mewajibkan kepada Tergugat II menerbitkan pembaharuan sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 1271 Kelurahan Palmerah Kecamatan Palmerah, sepanjang atas nama 276 (dua ratus tujuh puluh enam) Pemegang Hak Milik atas Satuan Rumah Susun;”
Bagi pemilik Satuan Rumah Susun sebetulnya tidaklah demikian kentara masalah apakah akan “diperpanjang” ataukah akan “diperbaharui” hak atas tanah bersama. Namun akan menjadi permasalahan ketika terdapat kepentingan pihak ketiga seperti kreditor pemegang Hak Tanggungan yang jaminan pelunasan piutangnya terancam dengan hapusnya hak atas tanah yang menjadi agunan.
“Perpanjangan hak atas tanah”, mengakibatkan segala beban ikatan seperti Hak Tanggungan tetap hidup, sementara ketika SHGB gugur karena kadaluarsa, maka hak atas tanah jatuh kembali sebagai tanah yang dikuasai oleh negara, sehingga “Pembaharuan hak atas tanah” memiliki konsekuensi logis sertifikat hasil pembaharuan memiliki nomor yang berbeda disamping bersih dari segala beban ikatan.
Menilik pada amar putusan diatas, Kantor Pertanahan diperintahkan untuk menerbitkan sertifikat Pembaharuan Hak Atas Tanah, konsekuensi yuridis disamping konsekuensi logisnya ialah kerugian pihak kreditor karena Hak Tanggungan hapus/gugur ketika HGB sempat/pernah kadaluarsa.
Oleh karena hukum mengenal asas manfaat, dalam arti ketika potensi manfaat sebanding dengan potensi resiko, maka hukum lewat aparatur penyelenggara negara maupun pejabat tata usaha negara, tidak dibenarkan berdiam diri namun senantiasa bergerak memberikan manfaat dalam bentuk pelayanan publik.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.