Sengketa Internal Perseroan Tidak dapat Merugikan Pihak Ketiga yang Beritikad Baik

LEGAL OPINION
Question: Bagaimana jika ada sengketa internal direksi perseroan terhadap owner dari perusahaan, apakah bisa mengancam hak kami selaku kreditor (pihak eksternal) dari perusahaan tersebut?
Brief Answer:  Sengketa Anggaran Dasar ataupun Anggaran Rumah Tangga suatu badan hukum, baik perseroan terbatas, yayasan, koperasi, partai politik, organisasi, asosiasi, dan suatu perhimpunan, sejatinya hanya dapat mengikat dan melibatkan semata para anggota internal badan hukum bersangkutan.
Yang dimaksud dengan “pihak ketiga yang beritikad baik”, ialah pihak ketiga diluar badan hukum yang kemudian melakukan suatu hubungan hukum dengan badan hukum tersebut, namun tidak tahu-menahu konflik internal badan hukum ataupun adanya pelanggaran oleh salah satu pengurus terhadap anggaran dasar badan hukum yang diurusnya, sengketa mana bisa jadi benar bisa jadi rekayasa semata.
Prinsip utama hukum perdata, putusan pengadilan wajib melindungi kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik. Sengketa internal hanya dapat mengikat anggota internal, karena pada prinsipnya anggaran dasar suatu badan hukum tidak mengikat pihak ketiga.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Pengadilan Tinggi Banten perkara perlawanan register Nomor 58/PDT/2011/PT.BTN tanggal 26 September 2011, sengketa antara:
- PT. MARRIN PRATAMA JAYA, yang dalam hal ini diwakili oleh MARTHA MELINDA TENGGARA selaku Direktur perseroan, sebagai Pembanding, dahulu Pelawan, semula Tergugat; melawan
- RINAWATI, sebagai Terbanding, semula Terlawan, dahulu Penggugat.
Perkara ini merupakan perlawanan terhadap gugatan yang sebelumnya telah diputus oleh pengadilan.
Martha Melinda Tenggara maupun Rinawati merupakan para pendiri dari PT. MARRIN PRATAMA JAYA, masing-masing memegang 50% dari total saham perseroan, yang kemudian Martha Melinda diangkat sebagai Direktur perseroan.
Sebelumnya, dalam putusan Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 3 Nopember 2010 Nomor 11/Pdt.Plw/2010/PN.TNG, perlawanan Pelawan ditolak oleh pengadilan, sehingga putusan verstek dalam perkara gugatan No. 11/Pdt.G/2010/PN.TNG, dikuatkan.
PT. Marrin Pratama Jaya didirikan dengan modal dasar sebesar Rp. 250.000.000,00. Namun PT. Marrin Pratama Jaya tidak pernah mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menambah modal dasar perseroan, dengan demikian tidak terdapat adanya perubahan Anggaran Dasar yang berkaitan dengan perubahan besarnya modal dasar.
Sehingga tindakan direksi PT. Marrin Pratama Jaya yang membuat hutang tanpa ijin komisaris perseroan, adalah bukan alasan bagi Pelawan untuk wantprestasi / tidak mau membayar hutangnya kepada Terlawan.
Dahulu, Terlawan merupakan penggugat dalam sebuah perkara gugatan terpisah, dalam kapasitasnya sebagai pribadi telah menggugat Pelawan karena Pelawan mempunyai hutang yang tidak dibayar.
Terlawan menyatakan, jika kemudian ditemukan kesalahan direksi, maka itu menjadi urusan antara direksi dan pemegang saham yang akan dibahas dalam RUPS Perseroan, bukan menjadi resiko pihak III dalam hal ini Rinawati/terlawan/penggugat.
Namun yang mengherankan, disaat bersamaan ternyata Terlawan menjabat sebagai Komisaris perseroan dan antara Pelawan dengan Terlawan masing-masing memiliki saham sebesar 50 %.
Bahwa dalam dalil gugatannya, Terlawan (dahulu Penggugat) mendalilkan bahwa PT. Marrin Pratama Jaya mempunyai hutang secara pribadi kepada terlawan sebesar Rp. 2.178.995.300;- (1.000 % dari Modal Dasar) dengan bunga 2 % per bulan. Dengan kata lain, direktur perseroan berhutang kepada Terlawan yang notabene menjabat sebagai komisaris perseroan dan juga merupakan pemegang saham.
Sementara itu pihak Pelawan membantah klaim Terlawan, bahwa tidak ada hubungan hukum hutang-piutang antara Pelawan dan Terlawan. Jika memang ada hutang uang oleh PT. Marrin Pratama Jaya kepada Terlawan secara pribadi, berarti PT. Marrin Pratama Jaya juga mempunyai hutang kepada Ny. Martha Melinda Tenggara.
Perkara ini sejatinya sederhana, namun konstruksi hukum yang terjadi menjadi demikian kompleks. Terhadap upaya hukum banding oleh pihak Pelawan, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa bukti P-1 adalah akta nomor 07 tanggal 08 Agustus 2008 dibuat oleh notaris, yang menerangkan bahwa Ny. Martha Melinda Tenggara dan terlawan telah mendirikan PT. Marrin Pratama Jaya, Ny. Marha Melinda Tenggara sebagai direktur dan terlawan sebagai komisaris dan memegang saham masing-masing 50 %, bahwa bukti P-3 merupakan MOU yang di tanda tangani oleh terlawan (komisaris) dan Martha Melinda Tenggara (direktur) dan dan bukti P-4 berupa surat perse tujuan peminjaman uang oleh pelawan yang ditanda- tangani oleh terlawan (komisaris) dan Martha Melinda Tenggara (direktur), bukti P-5 surat dari terlawan akan membeli saham Ny. Marha Melinda Tenggara, P-11 surat dari terlawan yang tidak dapat menghadiri RUPS PT. Marrin Pratama Jaya, P-13 dan P-14 bukti surat tentang pemberitahuan adanya laporan keuangan, dan bukti P-17 s/d P-19 surat dari Bank Internasional Indonesia (BII) yang ditujukan kepada terlawan (komisaris) dan Martha Melinda Tenggara (direktur) yang memberi tahukan bahwa mereka belum menyelesaikan tunggakan hutangnya;
“Menimbang, bahwa bukti T-1 berupa putusan verstek dalam gugatan perdata No. 11/ Pdt.G/2010/ PN.TNG. antara terlawan sebagai Penggugat menggugat Pelawan sebagai Tergugat, dimana putusannya mengabulkan penggugat/terlawan dan menyatakan tergugat/pelawan mempunyai hutang kepada terlawan;
“Menimbang, bahwa dalam gugatan Penggugat (sekarang terlawan) dalam putusan No. 11/Pdt.G/2010/PN.TNG didalilkan bahwa Tergugat / Pelawan mengalami kemunduran (usaha) kemudian meminjam uang untuk keperluan operasional perusahaan dengan bunga 2% per bulan, yang hingga akhir Maret 2008 hutang tergugat / pelawan berjumlah Rp.2.178.995.300. (dua milyar seratus tujuh puluh delapan juta Sembilan ratus Sembilan puluh lima ribu tiga ratus rupiah);
“Menimbang, bahwa dalil gugatan Penggugat / Terlawan tersebut disangkal oleh tergugat / pelawan dalam gugatan perlawanan yang menyatakan bahwa meskipun pelawan / tergugat mengalami kemunduran tetapi pelawan/ tergugat tidak pernah meminjam uang secara pribadi kepada penggugat / terlawan sejumlah Rp. 2.178.995.300  dengan bunga 2% sebulan dan tidak ada bukti perjanjian adanya hutang piutang antara penggugat / terlawan dengan tergugat / pelawan, bahwa selama ini penggugat / terlawan tidak pernah melakukan penagihan atau tegoran kepada pelawan / tergugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-1 dalam pasal 12 ayat (1) huruf a disebutkan “bahwa direksi berhak mewakili perseroan dalam melakukan tindakan kecuali meminjam uang atas nama perseroan”, bahwa bukti P-1 didukung oleh bukti P-4 merupakan surat persetujuan Komisaris untuk meminjam uang pada PT.Bank Niaga, bukti P-17 dan P18 merupakan surat peringatan dari PT. Bank Internasional Indonesia Tbk yang ditujukan kepada PT Marrin Pratama Jaya, Attn.: Martha Melinda Tenggara (Direktur / Pemegang saham 50 %) dan Rinawati (Komisaris / Pemegang saham 50 %);
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti tersebut di atas menunjukan bahwa Direksi PT Marrin Pratama Jaya tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan perjanjian hutang piutang, bahwa perjanjian hutang yang telah dilakukan oleh pelawan/tergugat sepengetahuan dan ijin para pemegang saham (bukti P-4, P-17 dan P-18), dengan demikian setiap melakukan perjanjian hutang piutang harus ada persetujuan dari penggugat / terlawan dan Martha Melinda Tenggara;
“Menimbang, bahwa hutang pelawan/ tergugat kepada penggugat / terlawan sebagaimana dalam dalil gugatannya telah dibantah oleh pelawan/tergugat, sedangkan penggugat / terlawan tidak dapat menunjukan bukti tertulis adanya perjanjian hutang piutang tersebut;
“Menimbang, bahwa hutang piutang dengan ditetapkannya besarnya bunga seharus dibuat secara akta notariil, hal ini untuk memberikan jaminan kepastian adanya hutang diantara para pihak yang membuat perjanjian tersebut, agar jika dikemudian hari jika terjadi wanprestasi surat perjanjian tersebut mempunyai kekuatan pembuktian adanya hutang;
“Menimbang, bahwa penggugat / terlawan hanya mendalilkan adanya hutang yang dilakukan oleh pelawan / tergugat kepada terlawan / penggugat pada akhir bulan Maret 2008 sejumlah Rp. 2.178.995.300., akan tetapi dalil penggugat / terlawan tersebut tidak didukung dengan bukti yang otentik, penggugat / terlawan hanya mengajukan bukti putusan verstek dan dua orang saksi, yang ternyata keterangan saksi-saksi tersebut tidak ada kesesuaian satu dengan yang lain maupun dengan dalil penggugat / terlawan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian dalil yang dikemukakan oleh Terlawan / Penggugat bahwa Pelawan / Tergugat mempunyai hutang kepada Terlawan / Penggugat tidak dapat dibuktikan oleh Penggugat / Terlawan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka gugatan Penggugat / Terlawan haruslah dianggap tidak beralasan, dan oleh karena tuntutan Penggugat / Terlawan yang menyatakan Tergugat / Pelawan berhutang kepada Penggugat / Terlawan per tanggal diajukan, sejumlah Rp. 2.178.995.300, haruslah dianggap sebagai tuntutan yang tidak beralasan dan karenanya harus ditolak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa Putusan Pengadilan Negeri Tangerang yang dimohonkan banding tersebut di atas tidak dapat dipertahankan dan karenanya harus dibatalkan, maka putusan No. 11/Pdt.G/2010/PN.TNG. harus dibatalkan juga dan selanjutnya mengadili sendiri dengan menolak seluruh gugatan Penggugat / Terlawan;
“Menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat / Terlawan ditolak, maka Tergugat / Pelawan adalah pelawan yang baik dan benar, dan putusan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor: 11/Pdt.Plw/2010/ PN.TNG tanggal 3 Nopember 2010 harus dibatalkan;
M E N G A D I L I :
“Menerima permohonan banding dari pembanding PT Marrin Pratama Jaya, semula Tergugat /Pelawan;
“Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 3 Nopember 2010 No. 11/ PDT.PLW/2010/PN.TNG. yang dimohonkan banding tersebut;
MENGADILI SENDIRI :
- Menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang baik dan benar;
- Mengabulkan Perlawanan (verzet) Pelawan untuk seluruhnya;
- Menolak gugatan Penggugat / Terlawan untuk seluruhnya;
- Membatalkan Putusan Verstek tanggal 31 Maret 2010, Nomor : 11/Pdt.G /2010/PN.TNG;
- Menyatakan Penetapan Sita Persamaan tanggal 23 Maret 2010 Nomor 11/Pdt.G/2010/PN.TNG dan Pelaksanaan Sita Persamaan berdasarkan Berita Acara Sita Persamaan tanggal 26 Maret 2010 Nomor: 11/BA/PEN.CB/PDT.G/2010/PN.TNG tidak sah dan tidak berharga, serta memerintahkan Panitera Pengadilan Negeri Tangerang untuk mengangkat kembali Sita Persamaan tersebut diatas.”
Fakta hukum yang dapat ditarik dalam perkara diatas, Terlawan mendalilkan bahwa Pelawan meminjam kredit tanpa izin komisaris perseroan, sementara sang pemberi kredit notabene menjabat sebagai komisaris perseoan. Sehingga bila komisaris tidak mengizinkan, mengapa sang komisaris memberi pinjaman dana kepada Pelawan? Baik direktur perseroan maupun Terlawan sama-sama pula sebagai pemegang saham.
Terlepas dari berbagai keganjilan yang dijumpai dalam perkara diatas, yang perlu dipahami masyarakat, sengketa Anggaran Dasar suatu badan hukum merupakan sengketa internal badan hukum, tidak dapat menyeret ataupun merugikan kepentingan pihak ketiga yang beritikad baik.
Terlagipula perkara dalam ilustrasi diatas tidak akan menjadi demikian kompleks bila saja salah satu diantara para pendiri berkedudukan sebagai pemegang saham mayoritas. Memang akan menjadi sukar menetapkan kebijakan perseroan ketika para pemegang saham tidak lagi harmonis dan jumlah saham mereka berimbang 50% : 50%. Idealnya, sebuah perseroan memiliki pemegang saham mayoritas agar jalannya kebijakan perseroan tidak terganggu akibat konflik para pemegang sahamnya.
Dalam kasus diatas, bila kreditor merupakan pihak ketiga yang beritikad baik, kreditor tersebut tetap dapat menagih pelunasan piutangnya pada badan hukum yang menjadi debitor, sementara badan hukum tersebut memiliki hak regres menggugat ganti-rugi kepada direksi yang telah ultra-vires (melampaui kewenangan yang diberikan oleh Anggaran Dasar).
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.