Pihak Ketiga Memblokir Sertifikat Tanah

LEGAL OPINION
Question: Saat ini kami dari pihak perbankan bersama debitor pemberi agunan hendak memperpanjang sertifikat tanah Hak Guna Bangunan yang menjadi agunan. Namun kini kami menghadapi masalah terkait agunan tanah tersebut dengan pihak ketiga yang mengaku sebagai pemilik tanah. Sebenarnya apakah pihak ketiga bisa seenaknya mengajukan blokir terhadap tanah yang telah bersertifikat? Sebagai kemungkinan terburuk, mungkinkah blokir yang diajukan oleh pihak ketiga tersebut akan menghambat proses perpanjangan hak atas tanah yang kami mohonkan, mengingat ikatan Hak Tanggungan atas agunan dapat gugur bila hak atas tanah kadaluarsa?
Brief Answer: Pihak ketiga tidak dibenarkan mengajukan blokir terhadap hak atas tanah yang telah bersertifikat, sebagai bentuk kepastian hukum serta perlindungan hukum oleh negara terhadap sertifikat hak atas tanah tanda bukti pendaftaran yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan itu sendiri. Sekalipun hak atas tanah kemudian di-“catat” adanya keberatan oleh pihak ketiga, pengajuan permohonan perpanjangan hak atas tanah tetap wajib dilayani dan diselesaikan oleh Kantor Pertanahan.
PEMBAHASAN:
Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 11/SE/VIII/2015 tentang Percepatan Proses Pemberian Atau Perpanjangan Hak Atas Tanah yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional serta kepada para Kepala Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia.
Dalam konsiderans “Maksud dan Tujuan”, disebutkan bahwa maksud serta tujuan dari Surat Edaran ini ialah untuk meningkatkan pelayanan pertanahan dan memberikan kepastian hukum terhadap percepatan proses pemberian atau perpanjangan hak atas tanah aset pemerintah maupun milik masyarakat pada umumnya.
Ruang lingkup yang diatur dalam Surat Edaran ini mengenai ketentuan percepatan proses pemberian atau perpanjangan hak atas tanah terhadap permohonan hak atas tanah bagi tanah-tanah, baik yang tidak terdapat permasalahan maupun yang terdapat permasalahan objek/fisik maupun data yuridisnya. Adapun substansi pengaturan Surat Edaran tersebut, yakni berisi rumusan kaidah:
1. Untuk permohonan pendaftaran hak atas tanah pertama kali:
a. bagi tanah-tanah yang tidak terdapat permasalahan baik obyek/fisik maupun data yuridisnya (clear and clean) agar segera diproses dan diselesaikan;
b. dalam hal tanah masih terdapat permasalahan baik obyek/fisik maupun data yuridisnya, dapat diproses permohonan haknya bagi areal yang tidak ada permasalahan, sedangkan atas sebagian areal yang masih ada permasalahannya agar diselesaikan oleh para pihak yang terkait permasalahan tersebut, serta diminta kepada Pejabat yang memberikan pelayanan pertanahan agar secara aktif memfasilitasi penanganan penyelesaian atas permasalahan tanah dimaksud; dan
c. keberatan pihak ketiga atau permohonan pemblokiran oleh pihak ketiga harus dilandasi oleh bukti-bukti yang kuat yang terkait langsung dengan tanah yang dimohonkan pendaftaran hak atas tanahnya.
II. Untuk permohonan perpanjangan hak atas tanah:
a. dalam hal terdapat keberatan/gugatan dari pihak ketiga terhadap proses perpanjangan hak, maka keberatan tersebut tidak menghalangi proses perpanjangan hak yang bersangkutan; dan
b. proses perpanjangan hak hanya dapat dihentikan apabila terdapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menghalangi proses perpanjangan hak tersebut.
“Permohonan keberatan” hanyalah sekadar “catatan”. Bahkan, adanya gugatan sekalipun hanya sekadar merupakan “catatan” belaka dalam Buku Tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 maupun Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997.
Yang sesungguhnya dimaksud dengan “blokir”—sebagaimana kerap terjadi salah kaprah—secara yuridis ialah bila terdapat sita jaminan dari pengadilan ataupun putusan provisionil oleh majelis hakim yang membekukan status hak atas tanah secara permanen.
Hak dan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah yang namanya tercantum dalam sertifikat tanah diakui dan dilindungi sejak hak atas tanahnya didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dimana negara memberikan bukti pengakuan dan perlindungan hak atas tanah dalam bentuk sertifikat hak atas tanah.
Adalah absurb bila pihak ketiga secara sekonyong-konyong mengamputasi hak pemegang hak atas tanah yang telah disertifikasi oleh negara—otoritas negara dalam hal ini Kantor Pertanahan tidaklah dibenarkan untuk mengingkari sertifikat hak atas tanah yang mereka terbitkan sendiri.
Perhatikan kembali rumusan substansi dalam pengaturan Surat Edaran diatas, Kementerian Agraria / Kepala BPN tidak lagi secara gegabah menggunakan istilah “blokir”, sebagaimana selama ini setiap keberatan maupun gugatan disalah-tafsirkan sebagai “blokir” yang sebenarnya hanya “catatan adanya keberatan/gugatan” belaka yang tidak membawa konsekuensi yuridis apapun terhadap kebebasan hak sang pemilik sertifikat hak atas tanah.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.