PHK Tanpa Kesalahan diartikan Efisiensi sehingga Buruh / Pekerja Berhak Pesangon Dua Kali Ketentuan

LEGAL OPINION
Question: Jika karyawan dipecat tanpa ada kesalahan substansiel untuk dituduhkan, maka kompensasi apa yang akan dijatuhkan majelis hakim seandainya perihal PHK sepihak oleh perusahaan ini dipermasalahkan pekerja dengan menggugat ke PHI?
Brief Answer: Dipecat tanpa kesalahan, dalam praktik beberapa putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), disamaartikan dengan “pemutusan hubungan kerja karena efisiensi usaha”, sehingga buruh / pekerja berhak menuntut pesangon dua kali ketentuan normal.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register perkara Nomor 239 K/PDT.SUS-PHI/2015 tanggal 28 Mei 2015, antara:
- Ir. H. IVAN ERWIN, selaku Pimpinan CV. Mitratama Distribusi Persada, sebagai Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- NOVELIS, sebagai Termohon Kasasi, dahulu Penggugat.
Penggugat telah bekerja selama lebih dari 5 (lima) tahun pada Tergugat. Pada bulan April 2014, Tergugat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak kepada Penggugat, karena Penggugat pada waktu itu mendirikan Serikat Pekerja.
Penggugat melaporkan perselisihan PHK yang dialaminya kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disnaker) Pemerintah Kota Padang. Selanjutnya Mediator pada Disnaker Pemkot Padang menerbitkan Anjuran, yang intinya menganjurkan kepada Tergugat untuk mempekerjakan kembali Penggugat pada perusahaan seperti biasa.
Terhadap Anjuran Mediator, Penggugat telah memberikan jawaban secara tertulis dengan menyatakan menerima anjuran Mediator. Sementara Tergugat tidak memberikan jawaban secara tertulis apapun.
Dalam bantahannya, Tergugat menampik dengan menyatakan bahwa tuntutan Penggugat tidak jelas: disatu sisi Penggugat menerima anjuran dari Disnaker untuk bekerja kembali dengan Tergugat, namun pada sisi lain Penggugat justru menuntut hak-haknya yang harus dibayarkan oleh Tergugat yang disebabkan oleh PHK, yang dalam gugatannya Penggugat tidak ada meminta dan/atau mengajukan pengesahan PHK.
Terhadap gugatan tersebut PHI Padang kemudian memberi Putusan Nomor 11/Pdt.Sus PHI/2014/PN.Pdg., tanggal 12 Januari 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari eksepsi Tergugat Majelis akan mempertimbangkan bahwa Penggugat dalam gugatannya menjelaskan tentang kronologis penyelesaian perselisihan di luar Pengadilan melalui mediator, bahwa Penggugat menerima anjuran dari mediator untuk dipekerjakan kembali, sedangkan Tergugat tetap menolak anjuran tersebut, sedangkan gugatan Penggugat di dalam perkara a quo adalah menuntut hak-haknya karena telah di PHK oleh Tergugat. Maka menurut Majelis Hakim gugatan Penggugat sudah jelas dan benar, dan tentang tidak ada meminta Penggugat dan atau mengajukan pengesahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), ini merupakan tugas dan kewajiban Majelis Hakim untuk pengesahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tersebut diminta ataupun tidak diminta;
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa Tergugat pada prinsipnya tidak berkeinginan berdirinya Serikat Pekerja di lingkungan perusahaan, hal ini dapat diketahui dari SK DPD K-SPSI tentang Pengesahan Pengurus Unit Kerja SPSI CV Mitratama Distribusi Persada dipermasalahkan oleh Tergugat tentang keabsahannya, bahkan Tergugat untuk membatalkan SK tersebut telah menampilkan bukti menurut Majelis Hakim sama sekali tidak ada hubungan dengan Pokok Perkara (T.2, T.3 dan T.4);
“Menimbang, dari pertimbangan tersebut di atas, menurut Majelis Hakim, perbuatan Tergugat dengan memutasikan Penggugat dari bagian bengkel ke bagian kendaraan (sopir) dan berakhkir dilarang masuk kedalam lingkungan perusahaan, sudah termasuk pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 28, Pasal 43 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berpendapat bahwa Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Penggugat adalah karena Penggugat mendirikan Serikat Pekerja;
“Menimbang, bahwa PHK tersebut tanpa ada kesalahan sebagaimana dikategorikan dalam efisiensi;
“MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat karena PHK sejak dibacakan putusan ini;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kompensasi pesangon sebagai akibat dari pemutusan hubungan kerja kepada Penggugat secara tunai dengan perincian sebagai berikut:
a. Uang pesangon = 6 x Rp1.500.000,00 x 2 = Rp18.000.000,00
b. Uang penghargaan masa kerja = 2 x Rp1.500.000,00 =Rp 3.000.000,00
c. Uang penggantian hak lainnya = 15% x Rp21.000.000,00 = Rp 3.150.000,00
Total = Rp24.150.000,00
Hak-hak lainnya yang menjadi hak Penggugat: Upah Proses (bulan April 2014 s/d Desember 2014) 9 bulan x Rp1.500.000,00 = Rp13.500.000,00
Total = Rp37.650.000,00. Terbilang : (tiga puluh tujuh juta enam ratus lima puluh ribu rupiah);
5. Memerintahkan kepada Tergugat untuk memberikan surat keterangan pernah bekerja kepada Penggugat;”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi bahwa Penggugat tidak pernah mengajukan permohonan untuk ditetapkan/disyahkannya PHK oleh Tergugat, melainkan Majelis Hakim langsung menetapkan/mensyahkan PHK antara Penggugat dengan Tergugat, hal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 152 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur:
“Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya.”
Terhadap permohonan kasasi pihak pengusaha, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta memberikan amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut:
Bahwa alasan kasasi tidak dapat dibenarkan, oleh karena putusan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palembang tidak salah menerapkan hukum, pertimbangan sudah tepat dan sudah benar untuk mengabulkan gugatan Penggugat sebahagian didasari pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa mengacu Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Penggugat berhak mendapat pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebagaimana ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 serta upah proses;
“Menimbang, bahwa namun demikian sepanjang upah proses perlu diperbaiki semula 9 (sembilan) bulan menjadi 6 (enam) bulan dengan pertimbangan lamanya waktu proses penyelesaian sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 kurang lebih 6 (enam) bulan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Ir. H. Ivan Erwin Pimpinan CV Mitratama Distribusi Persada, tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan sebagaimana di bawah ini;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Ir. H. Ivan Erwin Pimpinan CV Mitratama Distribusi Persada, tersebut;
“Memperbaiki Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Padang telah memberi Putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Pdg., tanggal 12 Januari 2015 sehingga amar lengkapnya sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat karena PHK sejak dibacakan putusan ini;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kompensasi pesangon sebagai akibat dari pemutusan hubungan kerja kepada Penggugat secara tunai dengan perincian sebagai berikut:
a. Uang pesangon = 6 x Rp1.500.000,00 x 2 =Rp18.000.000,00
b. Uang penghargaan masa kerja = 2 x Rp1.500.000,00 =Rp 3.000.000,00
c. Uang penggantian hak lainnya = 15% x Rp. 21.000.000,00 = Rp 3.150.000,00+
Total = Rp24.150.000,00
Hak-hak lainnya yang menjadi hak Penggugat: Upah Proses 6 bulan x Rp1.500.000,00 =Rp9.000.000,00+
Total = Rp33.150.000,00. Terbilang : (tiga puluh tiga juta seratus lima puluh ribu rupiah);
5. Memerintahkan kepada Tergugat untuk memberikan Surat Keterangan pernah bekerja kepada Penggugat;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Perkara tersebut diatas menarik, karena buruh/pekerja memberi kebebasan pada Majelis Hakim, untuk memutuskan agar PHK dibatalkan sehingga pekerja dapat kembali bekerja seperti sedia kala, ataukah agar seandainya hubungan kerja dinyatakan putus oleh putusan hakim, maka pekerja bersangkutan diberikan hak normatif seperti pesangon.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.