Perseroan Terbatas Vs. PT. Khusus, terkait Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

LEGAL OPINION
Question: Apa benar, perusahaan asuransi maupun lembaga pembiayaan hanya dapat dimohonkan pailit ataupun PKPU oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan)? Bagaimana jika kasusnya perusahaan asuransi yang hendak kami pailitkan sudah lama dicabut izin usaha perasuransiannya, apakah hanya tetap OJK yang berwenang mengajukan pailit atas perusahaan asuransi tersebut?
Brief Answer: Badan hukum perseroan terbatas yang hanya sekadar memiliki akta pendirian tanpa izin usaha perasuransian maupun lembaga keuangan lainnya, atau bilamana izin usaha khususnya tersebut kemudian dicabut oleh otoritas, maka sejatinya entitas hukum yang melekat pada badan hukum tersebut hanya tunduk pada hukum perseroan biasa, alias hanya sekadar perseroan terbatas pada umumnya, dalam arti ia tidak dapat lagi disebut sebagai perusahaan asuransi ataupun lembaga keuangan. Karena sifatnya bukan lagi perseroan terbatas khusus, maka tidak menjadi monopoli kewenangan OJK untuk mengajukan pailit ataupun PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) terhadap lembaga keuangan.
PEMBAHASAN:
Memang, dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, diatur:
(3) Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
(4) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
(5) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Sejak dibentuknya lembaga OJK, maka kewenangan dalam pengaturan tersebut diatas menjadi domain absolut OJK. Yang menarik, ialah ketentuan yang dituangkan dalam Penjelasan Resmi Pasal 2 Ayat (3) UU Kepailitan dan PKPU:
Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.”
Dari redaksional ketentuan diatas, otoritas (dalam hal ini OJK) memiliki kewenangan untuk mengambil langkah penindakan secara opsional terhadap lembaga yang diawasinya, untuk :
1. seketika mempailitkan / memohon PKPU terhadap lembaga keuangan / pembiayaan / asuransi / perusahaan efek;
2. mencabut izin usaha lembaga-lembaga tersebut, dan selebihnya memberi kebebasan bagi para kreditornya untuk mengajukan pailit ataupun PKPU terhadap lembaga yang telah dicabut izin usaha khususnya tersebut.
Namun konsepsi ini belum banyak dipahami sepenuhnya oleh para hakim dalam praktik di Pengadilan Niaga. Sebagai salah satu ilustrasi ditemukan dalam putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi perkara perdata khusus permohonan pernyataan pailit register Nomor 302 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 tanggal 7 Juli 2015, sengketa antara:
- FRANSISKA ANINDITYA PUTRI, sebagai Pemohon Kasasi, semula Pemohon Pailit; terhadap
- PT. BRENT VENTURA, sebagai Termohon Kasasi, dahulu Termohon Pailit.
Termohon Pailit merupakan badan hukum lembaga pembiayaan berupa Modal Ventura, sementara Pemohon Pailit merupakan kreditornya. Terhadap permohonan pernyataan pailit tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 50/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 16 Februari 2015, yang amarnya sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Eksepsi:
- Menolak seluruh eksepsi Termohon Pailit;
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak permohonan Pemohon Pailit;”
Pemohon Pailit mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil telah mengajukan bukti berupa surat keterangan dari OJK yang pada intinya menyatakan PT. Brent Ventura tidak terdaftar dalam OJK.
 Jika Termohon Pailit tidak berada dibawah pengawasan OJK, entah karena belum mendapat izin usaha pembiayaan ataupun dicabut izin usahanya oleh OJK, secara yuridis OJK tidak memiliki legal standing untuk berurusan dengan badan hukum yang tidak lagi dapat disebut sebagai lembaga pembiayaan.
Oleh karena PT. Brent Ventura hanya merupakan badan hukum biasa, sehingga Pemohon Pailit memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk membuat dan mengajukan permohonan pailit. Pada persidangan, Termohon Pailit sudah mengakui bahwa diirnya memiliki utang kepada Pemohon Pailit dan juga memiliki hutang kepada Kreditur lain. Namun bukti pengakuan dikesampingkan oleh Majelis Hakim Niaga.
Terhadap permohonan kasasi tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum yang tidak elaboratif, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa sesuai dengan fakta persidangan, Termohon adalah Perusahaan Modal Ventura (PMV) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2012 tentang Perusahaan Modal Ventura yang dalam menjalankan kegiatannya berada dibawah pengawasan Ketua Bapepam Lembaga Keuangan (sekarang Otoritas Jasa Keuangan) sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, pihak yang berhak mengajukan Permohonan Pailit adalah Otoritas Jasa Keuangan, oleh karenanya putusan Judex Facti dalam perkara a quo sudah tepat, sehingga layak untuk dikuatkan;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi FRANSISKA ANINDITYA PUTRI tersebut.”
Salah satu putusan yang cukup menarik disimak ialah putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi register Nomor 99 PK/Pdt.Sus-Pailit/2015 tanggal 26 November 2015, perkara kepailitan antara:
- PT. INTI KAPITAL SEKURITAS dahulu bernama PT. ANDALAN ARTHA ADVISINDO SECURITAS, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, semula Termohon; terhadap
1. GHOZI MUHAMAD, selaku Termohon Peninjuan Kembali I, semula Pemohon I; dan
2. AZMI GHOZI HARHARAH, sebagai Termohon Peninjuan Kembali II, semula Pemohon II.
Termohon Pailit adalah perusahaan securitas yang bergerak dibidang perantara perdagangan efek dan penjamin emisi efek, sementara Para Pemohon adalah warga negara perseorangan yang menjadi nasabah instrumen repurchase agreement (Repo). Terhadap permohonan tersebut, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memberikan putusan Nomor 08/Pdt.Sus Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 29 Juni 2015, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit Para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Termohon PT. Andalan Artha Advisindo Securitas (PT. AAA Sekuritas, beralamat di ..., berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya;
3. Menunjuk dan mengangkat Sdr. ... , Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri / Niaga Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas;
4. Mengangkat Sdr. ... sebagai Kurator dalam perkara kepailitan ini.”
Termohon Pailit mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, tanpa sebelumnya melewati mekanisme kasasi (hal mana dibolekan selama tidak melewati batas waktu yang ditentukan UU Kepailitan), dengan dalil bahwa Termohon Pailit adalah Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang Pasar Modal (Efek), dan tunduk pada ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU.
Pemohon yang mengajukan permohonan pailit adalah pribadi-pribadi yang tidak punya kapasitas sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan. Sementara menurut Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, mengatur sebagai berikut:
“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.”
Dengan demikian Pemohon Pailit adalah pihak yang tidak mempunyai kapasitas untuk mengajukan perkara kepailitan terhadap Perusahaan Perseroan yang bergerak dibidang Pasar Modal (Efek). Terhadap permohonan PK tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori peninjauan kembali tertanggal 6 Agustus 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti / Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan kekhilafan Hakim maupun kekeliruan nyata karena Judex Facti telah menerima dan memeriksa permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh pribadi, sedangkan pihak Termohon adalah perusahaan efek sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU jo. Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka Pemohon / Termohon Peninjauan Kembali dalam permohonan a quo tidak memiliki kualitas sebagai Pemohon;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT. INTI KAPITAL SEKURITAS dahulu bernama PT. ANDALAN ARTHA ADVISINDO SECURITAS tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 29 Juni 2015, selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: PT. INTI KAPITAL SEKURITAS dahulu bernama PT. ANDALAN ARTHA ADVISINDO SECURITAS tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst., tanggal 29 Juni 2015;
MENGADILI KEMBALI :
Menolak permohonan pernyataan pailit dari Para Pemohon.”
Badan hukum perseroan terbatas, koperasi, dsb, merupakan “cangkang belaka”. Yang membuat badan hukum dapat disebut sebagai perusahaan asuransi, perusahaan efek, leasing, perbankan, BPR, pegadaian, modal ventura/anjak piutang, ialah izin usaha serta berbagai izin teknisnya.
Analoginya, suatu pabrik disebut demikian karena memiliki unsur-unsur seperti mesin, tenaga kerja, bahan baku, alur produksi, dsb. Sebuah bangunan semata tanpa elemen-elemen pengisinya bukanlah sebuah pabrik. Demikian halnya dengan badan hukum yang tidak lagi atau sama sekali tak dapat beroperasi sebagai perusahaan asuransi, leasing, perbankan, dsb, namun sebatas 'PT Generik' belaka.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.