Penyelundupan Hukum Pertanahan, Jual-Beli dengan Hak Membeli Kembali untuk Menyamarkan Hubungan Hukum Hutang-Piutang

LEGAL OPINION
Question: Sekarang ini saya diminta untuk menandatangani akta jual-beli atas tanah milik saya, karena saya telah meminjam sejumlah dana (hutang) kepada orang tersebut. Pemberi pinjaman menjelaskan, bahwa dalam akta jual-beli akan diberi hak membeli kembali kepada saya, ketika saya mampu mengembalikan dana yang saya pinjam darinya. Saya ingin tahu bagaimana praktik dan pandangan hukum mengenai seputar hal ini, karena saya sama sekali tak mengerti soal mekanisme jual-beli yang sebenarnya tersangkut-paut dengan pinjaman.
Brief Answer: Yang tampaknya akan Anda hadapi adalah akta jual-beli dengan hak membeli kembali. Praktik demikian memiliki resiko tinggi, namun sewaktu-waktu dapat Anda ajukan pembatalan ke hadapan Pengadilan Negeri setempat ketika Anda dipersukar untuk menebus tanah yang sebetulnya Anda jadikan jaminan hutang namun dibalut dengan judul “jual-beli”.
PEMBAHASAN:
Banyak terdapat praktik kalangan notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) nakal yang menjadi wadah atas praktik tidak sehat semacam “jual-beli dengan hak membeli kembali” yang ilegal. Kasus pertanahan memiliki kompleksitas tersendiri sehingga hakim perlu mengelaborasi alat bukti berupa “persangkaan” terhadap berbagai fakta hukum yang ada dan situasi yang melingkupinya.
Sebagai ilustrasi, patut sekiranya merujuk pada salah satu putusan terpenting pada tahun 2015 dibidang pertanahan, yakni putusan Pengadilan Negeri Karanganyar register perkara gugatan perdata Nomor 16/Pdt.G/2015/PN.Krg tanggal 7 Oktober 2015, sengketa antara:
- DOSO WARSONO, selaku Penggugat; melawan
1. WAHYU BASUKI, sebagai Tergugat I;
2. DEWI SUBEKTI, SE., sebagai Tergugat II;
3. DZAKI ASLAM MUHADZAB, sebagai Tergugat III;
4. PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) EKA BUDIYANTA,SH., sebagai Tergugat IV.
Penggugat mempunyai hutang ke bank BPD Jateng dengan jaminan antara lain Sertifikat Hak Milik (SHM) No.1113. Penggugat melakukan cicilan sehingga hutang yang masih tersisa ialah sebesar Rp. 473.275.100,00.
Kemudian Tergugat I menemui Penggugat dengan maksud memberi pinjaman kepada Penggugat sebesar sisa hutang Penggugat di BPD Jawa tengah. Penggugat menyetujui pemberian pinjaman Tergugat I, sampai akhirnya pada tahun 2006 hutang Penggugat di BPD Jawa tengah sebesar Rp. 473.275.100,00 dilunasi secara tunai oleh Tergugat I yang tidak lain adalah kakak Penggugat yang juga Ibu dari tergugat II dan nenek Tergugat III.
Karenanya, SHM No.1113 yang semula sebagai jaminan hutang Penggugat pada BPD Jateng kemudian dibawa oleh Tergugat I. Memasuki tahun 2009, Penggugat dikejutkan oleh rehabilitasi bangunan yang berdiri diatas tanah SHM No.1113 (Obyek Sengketa), tanpa seijin Penggugat selaku pemilik tanah.
Ketika tukang yang melaksanakan rehab ditanya oleh Penggugat, tukang tersebut menjawab atas perintah tergugat I dengan menunjukan Fotokopi SHM No.1113 yang tertulis telah beralih menjadi atas nama Tergugat III yang senyatanya adalah Cucu dari Tergugat I alias anak dari Tergugat II.
Melihat fotokopi SHM No.1113 yang semula atas nama Penggugat, telah menjadi atas nama Tergugat III, akhirnya Penggugat minta kejelasan kepada Tergugat I dan dijawab benar bahwa SHM atas nama Penggugat yang dibawa oleh Tergugat I dengan dibantu Tergugat II sebagai wali dari Tergugat III yang seolah olah sebagai Pembeli dan Tergugat IV sebagai PPAT, obyek sengketa telah beralih menjadi atas nama tergugat III.
Namun demikian Penggugat masih tidak percaya dengan penjelasan Tergugat I tersebut, sehingga Penggugat mendatangi kantor Tergugat IV dan marah-marah di kantor Tergugat IV karena merasa tidak pernah menghadap pada Tergugat IV untuk melakukan jual-beli kepada Tergugat.
Sebagai landasan peralihan tanah SHM atas nama Penggugat menjadi tanah SHM atas nama Tergugat III adalah Akta Jual Beli yang dibuat oleh Tergugat IV selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Eka Budiyanta,SH, dengan Penggugat sebagai Penjual, Tergugat II sebagai wali dari Tergugat III sebagai pihak Pembeli.
SHM obyek sengketa dibawa oleh Tergugat I, sebagai jaminan atas pemberian pinjaman oleh Tergugat I kepada Penggugat. Mendadak, tanah yang semula atas nama Penggugat sudah beralih atas nama Tergugat III, yang dilakukan oleh para Tergugat, dengan rekayasa yang semula obyek sengketa sebagai jaminan pinjaman, seolah–olah telah terjadi jual beli dengan akta yang dibuat Tergugat IV.
Terhadap gugatan tersebut, amar putusan dijatuhkan tidak dengan suara bulat para hakim, dimana dua orang anggota Majelis Hakim (mayoritas) membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa mengenai siapa yang mengambil sertifikat jaminan tersebut dari Bank setelah hutang lunas, ditunjukkan dari Bukti T-4 berupa Tanda Terima dari PT Bank Jateng cabang Karanganyar, dan Bukti T-10 berupa Buku Register Pengambilan surat-surat jaminan kredit bank jateng Cabang Karanganyar Nomor 248, yang pada bukti bukti tersebut ditandatangani oleh Penggugat dan Istri Penggugat bernama Tintin Sumarni, bukti surat tersebut dikuatkan oleh Saksi ... yang menerangkan bahwa debitur harus datang sendiri dalam pengambilan sertifikat jaminan dan tidak dapat diwakilkan. Dengan demikian terbukti bahwa yang mengambil sertifikat jaminan tersebut dari Bank setelah hutang lunas adalah Penggugat bersama dengan istrinya;
“Menimbang, Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat I memberikan pinjaman kepada Penggugat sebesar sisa hutang Penggugat di bank, dalil tersebut disangkal oleh Para Tergugat, maka Penggugat berkewajiban untuk membuktikan;
“Menimbang bahwa dengan demikian, apabila uang tersebut adalah suatu pinjaman ataupun hutang, haruslah jelas berapa jumlahnya, kapan harus dikembalikan atau harus dibayar, dan berapa bunganya apabila ada, sedangkan di dalam Persidangan, Penggugat tidak mengajukan satupun bukti tertulis yang menunjukkan perjanjian pinjam meminjam atau hutang piutang antara Penggugat dan Tergugat I, yang mampu menerangkan berapa jumlah pinjaman/hutangnya, kapan harus dikembalikan/dibayar dan berapa bunganya apabila ada, dan tidak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa Penggugat pernah mengembalikan pinjamannya atau membayar hutangnya;
“Menimbang, bahwa dengan pertimbangan di atas, dalil bahwa Tergugat I memberikan pinjaman kepada Penggugat sebesar sisa hutang Penggugat di Bank, tidak terbukti;
“Menimbang, bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457 KUH Perdata). Jual beli bersifat konsensual, yaitu jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar;
“Menimbang, Penggugat mendalilkan pada tahun 2009 terjadi rehab bangunan di atas objek sengketa; Bahwa dalil tersebut dibenarkan oleh Para Tergugat, dan lebih lanjut Para Tergugat mendalilkan bahwa Penggugat meminta tukang menghentikan rehab bangunan, serta meminta tambahan uang kepada Tergugat I atas tanah-tanah yang telah dibeli oleh Tergugat I sebesar Rp 300.000.000,- dengan alasan harga tanah sekarang telah naik dan tidak sama dengan harga dahulu;
“Menimbang, Penggugat mendalilkan melakukan perbuatan menghentikan renovasi bangunan objek sengketa karena merasa tidak menjual objek sengketa tersebut, akan tetapi setelah Tergugat I menyerahkan uang sejumlah Rp 300.000.000,- sebagaimana dituangkan dalam Pernyataan Bersama Pelepasan Hak Atas Tanah tanggal 17 Desember 2009, Penggugat membiarkan renovasi bangunan objek sengketa dilanjutkan hingga selesai, dalam rentang waktu Desember 2009 tersebut sampai Agustus 2014, objek sengketa yang telah selesai direnovasi kemudian disewa oleh LP3I untuk kegiatan kursus, dan kegiatan kursus tersebut berlangsung dengan lancar;
“Menimbang, bahwa dengan pertimbangan di atas, dalil Para Tergugat mengenai Penggugat meminta tukang untuk menghentikan rehab bangunan, serta meminta tambahan uang kepada Tergugat I atas tanah-tanah yang telah dibeli oleh Tergugat I sebesar Rp 300.000.000,- dengan alasan harga tanah sekarang telah naik dan tidak sama dengan harga dahulu, telah terbukti, sehingga dalil Para Tergugat yang menyatakan perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat I mengenai uang yang digunakan untuk melunasi hutang Penggugat di BPD Jateng adalah perjanjian jual beli, telah terbukti;
“Menimbang, bahwa dalam perkara ini, sifat konsensual atau kesepakatan jual beli terjadi pada saat Tergugat I sepakat membeli tanah dan rumah SHM Nomor 1113 Desa Cangakan milik Penggugat dengan cara membayar lunas hutang Penggugat di Bank BPD Jateng;
“Menimbang, bahwa dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka Majelis Hakim berpendirian bahwa perjanjian jual beli sebidang tanah dan bangunan SHM Nomor 1113 antara Penggugat dengan Tergugat III diwakili Tergugat II adalah sah menurut hukum;
“Menimbang bahwa apabila dicermati dalil Penggugat di atas, Penggugat tidak menyangkal telah bertandatangan di dalam Akta Jual Beli tersebut, tidak juga menyatakan bahwa tanda tangan di atas nama dirinya yang ada dalam Akta Jual Beli tersebut adalah palsu, hal tersebut diperkuat dengan keterangan dari Saksi ... Penyidik pada Polres Karanganyar, yang pernah menyarankan untuk membuat laporan telah terjadi pemalsuan surat, akan tetapi Penggugat tidak mau. Hal tersebut telah menjadi petunjuk yang meyakinkan bagi Majelis Hakim, bahwa Penggugat memang benar telah bertanda tangan pada Akta Jual Beli Nomor 526/2008 tersebut;
“Menimbang, bahwa walaupun ketika penandatanganan Akta Jual Beli tersebut dilakukan para pihak tidak berhadapan dan tidak dalam satu waktu, akan tetapi Kedua Saksi juga tidak mengetahui apakah penandatanganan dilakukan di hadapan Tergugat IV sebagai PPAT atau tidak, karena sesuai keterangan keduanya, kedua Saksi tersebut tidak setiap saat berada bersama dengan Tergugat IV, dan mengenai hal tersebut, Dr. Mulyoto, SH., MKn. sebagai Ahli menerangkan di persidangan bahwa proses jual beli dilakukan di hadapan PPAT tapi tidak harus bertempat di kantor PPAT;
“Menimbang, bahwa pada posita point ke-5 Para Tergugat mendalilkan atas permintaan Penggugat, pelaksanaan jual beli dilakukan di rumah Penggugat sehingga Tergugat IV dan pegawainya datang ke rumah Penggugat;
“Menimbang, bahwa Para Tergugat tidak mengajukan bukti ataupun saksi yang mampu membuktikan dalilnya sehingga dalil tersebut tidak terbukti dan oleh karena itu, maka dalil Penggugat mengenai penandatanganan para pihak (para penjual, para pembeli, PPAT, dan saksi) tidak berhadapan dan tidak dalam satu waktu telah terbukti;
“Menimbang, Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatur bahwa Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT;
“Menimbang, Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2014 Tentang UU Jabatan Notaris Pasal 16 Ayat (1) huruf m, mengatur bahwa Notaris wajib membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris, dan Ayat (7) mengatur bahwa Jika hal tersebut tidak dipenuhi, maka Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan;
“Menimbang, di dalam persidangan, Saksi Ahli Mulyoto dan Saksi Ahli Moch Najib Imanullah berpendapat bahwa apabila suatu akta autentik terdegradasi menjadi akta dibawah tangan, maka tidak serta merta/otomatis meniadakan isi dari perjanjian tersebut, Undang-Undang tidak mengatur sah tidaknya isi perjanjian, sehingga penilaian mengenai keabsahan isi dari perjanjian tersebut berada di tangan Hakim;
Menimbang, Saksi Ahli Mulyoto di persidangan menerangkan bahwa apabila ada salah satu pihak ada yang menyanggah tentang isi dari perjanjian jual beli tersebut, maka sanggahan tersebut harus dibuktikan, dan sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa dalam perkara ini, perjanjian jual beli antara Penggugat dengan Tergugat III diwakili Tergugat II, adalah sah menurut hukum;
“Menimbang, bahwa dalam hal terbukti para pihak dan saksi tidak menghadap PPAT secara bersamaan, maka yang bertanggung jawab adalah PPAT yang bersangkutan secara pribadi, sebagaimana tersebut dalam Pasal 55 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 2006 yang mengatur: PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas dan jabatannya dalam setiap pembuatan akta;
“Menimbang, bahwa Pasal 1365 KUH Perdata mengatur bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dan Pasal 16 Ayat (12) UU Nomor 2 Tahun 2014 Tentang UUJN mengatur bahwa hal tersebut di atas dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris;
Menimbang, bahwa oleh karena telah terbukti tindakan Tergugat IV dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris/PPAT tidak sesuai dengan kewajibannya, yang mengakibatkan Akta Otentik tersebut menjadi terdegradasi kekuatan pembuktiannya, maka Petitum ke-4 Penggugat dapat dikabulkan sebagian, sepanjang mengenai “Tergugat IV telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menjalankan jabatan sebagai Notaris/PPAT secara tidak sesuai dengan kewajibannya”;
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat IV telah dinyatakan sebagai orang yang bertanggung jawab telah tidak sesuai kewajiban dalam melaksanakan jabatan sebagai Notaris/PPAT, maka Petitum ke-3 Penggugat untuk menyatakan perbuatan Para Tergugat dengan terbitnya Akta Jual Beli No. 526/2008 adalah perbuatan melawan hukum haruslah dinyatakan ditolak;
“Menimbang, bahwa oleh karena Petitum ke-4 dikabulkan sebagian, sedangkan mengenai jual beli objek sengketa telah dinyatakan sah menurut hukum, maka akta jual beli Nomor. 526/2008 juga dinyatakan sah sebagai dasar peralihan hak atas tanah pada Sertifikat Hak Milik Nomor 1113, sehingga Petitum ke-5 Penggugat untuk menyatakan Sertifikat Hak Milik Nomor 1113 atas nama Tergugat III adalah tidak sah menurut hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum haruslah dinyatakan ditolak;
“Menimbang, bahwa oleh karena Petitum Ke-5 ditolak, maka dengan demikian SHM No. 1113 adalah sah merupakan hak milik Tergugat III sehingga penguasaan objek sengketa dan penguasaan fisik sertifikat objek sengketa oleh Tergugat I, II dan III bukan merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga Para Tergugat tidak dapat dihukum untuk menyerahkan tanah objek sengketa dan sertifikat tanah objek sengketa kepada Penggugat dengan demikian maka Petitum ke-6, Petitum ke-7, Petitum ke-8 dan Petitum ke-9 Penggugat haruslah ditolak;
“Menimbang, bahwa oleh karena jual beli objek sengketa dan SHM Nomor 1113 telah dinyatakan sah menurut hukum, maka Petitum ke-10 Penggugat agar status objek sengketa dikembalikan pada keadaan sebagaimana sebelum terjadi jual beli, haruslah ditolak;
“Menimbang, bahwa oleh karena SHM Nomor 1113 telah dinyatakan sah menurut hukum, maka Petitum ke-11 Penggugat agar putusan ini dapat digunakan sebagai dasar penerbitan sertifikat baru atas nama Penggugat, dan Petitum ke-12 Penggugat agar Pengadilan memerintahkan Badan Pertanahan Kabupaten Karanganyar menerbitkan kembali sertifikat objek sengketa ke atas nama Penggugat tidak beralasan hukum dan harus dinyatakan ditolak;
“Menimbang, bahwa dalam gugatannya pada petitum ke-2, Para Penggugat Rekonpensi/Para Tergugat Konpensi menuntut agar Majelis Hakim menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu mengelem kunci gembok gerbang rumah tempat usaha Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) milik Penggugat Konpensi;
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan hukum diatas, berdasarkan bukti surat dan keterangan saksi-saksi di persidangan, telah terbukti bahwa objek sengketa adalah merupakan hak milik dari Para Tergugat, dan berdasarkan bukti T-8 berupa Petikan Putusan Pidana Pengadilan Negeri Karanganyar tertanggal 5 Maret 2015, yang menyatakan Terdakwa Doso Warsono (Penggugat) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 407 Ayat (1) KUH Pidana, Pengrusakan Terhadap Barang, sehingga petitum ke-2 Penggugat Rekonpensi/Tergugat Konpensi adalah beralasan hukum dan patut dikabulkan;
“Menimbang, bahwa dalam musyawarah Majelis Hakim mengenai Perkara No. 16/Pdt.G/2015/PN.Krg tersebut, tidak ada kesepakatan pendapat dan Hakim Anggota I mengajukan perbedaan pendapat (dissenting opinion) yang pada pokoknya sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Penggugat pada pokoknya mendalilkan bahwa peralihan hak SHM No.1113 berdasarkan Akta Jual Beli No.526/2008 yang dibuat oleh Tergugat IV (Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT) Eka Budiyanta, SH., dilakukan dengan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa yang harus dibuktikan adalah:
1. Apakah benar peralihan hak SHM No.1113 berdasarkan Akta Jual Beli No.526/2008 yang dibuat oleh Tergugat IV adalah merupakan perbuatan melawan hukum?
2. Apakah perjanjian jual beli tersebut sah menurut hukum;
“Menimbang, untuk membuktikan akta jual beli tersebut dibuat dengan melawan hukum maka Penggugat mengajukan saksi Arif Marwoko dan saksi Nuning Yuliati keduanya bekas karyawan Tergugat IV dan keduanya merupakan saksi yang tercantum dalam Akta Jual Beli No.526/2008;
“Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan Bukti P-6 berupa surat pernyataan dari Arif Marwoko, dan Bukti P-7 berupa surat pernyataan dari Nuning Yuliati, yang isi surat keterangan tersebut pada pokoknya sama dengan keterangan keduanya sebagai saksi di persidangan, dan keterangan kedua saksi tersebut saling berkesesuaian, yaitu bahwa Saksi Arip Marwoko dan Saksi Nuning Yuliati menandatangani berkas Akta Jual Beli sebagai saksi, akan tetapi penandatanganan para pihak (para penjual, para pembeli, PPAT, dan saksi) tidak berhadapan dan tidak dalam satu waktu;
“Menimbang, Para Tergugat mendalilkan bahwa atas permintaan Penggugat, pelaksanaan jual beli dilakukan di rumah Penggugat sehingga Tergugat IV dan pegawainya datang ke rumah Penggugat;
“Menimbang, bahwa Para Tergugat tidak mengajukan bukti ataupun saksi yang mampu membuktikan dalilnya bahwa jual beli tersebut dihadiri oleh para pihak sebagaimana yang tersebut dalam akta jual beli No.526/2008 sehingga dalil tersebut tidak terbukti dan oleh karena itu, maka dalil Penggugat mengenai penandatanganan para pihak (para penjual, para pembeli, PPAT, dan saksi) tidak berhadapan dan tidak dalam satu waktu telah terbukti;
“Menimbang, bahwa Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional/Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 2013 tentang Bentuk Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau kuasanya (dalam hal perbuatan hukum Jual beli dihadiri kuasanya) dihadapan PPAT dengan disaksikan oleh sekurang kurangnya 2 (dua) orang saksi yang dapat memberikan kesaksian mengenai kehadiran para pihak tersebut. Setelah semua syarat untuk diselenggarakannya/dibuatnya akta jual beli terpenuhi, oleh PPAT dibacakan isi akta Tersebut agar dimengerti oleh para pihak tentang apa diperjanjikan untuk kemudian ditandatangani sebagai wujud persetujuannya atas perbuatan hukum yang dimaksud dalam akta dimaksud;
“Menimbang, bahwa hal tersebut memberikan kewajiban kepada PPAT atas jabatannya dalam membuat akta agar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum aktanya dan dapat dijadikan alat atau syarat pendaftaran peralihan hak atas tanahnya serta sebagai bukti otentik (sempurna) tentang terjadinya perbuatan hukum jual beli di antara para pihak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut akta jual beli Nomor 526/2008 tersebut cacat secara formil dalam pembuatannya, sehingga sifat keontentikan dari akta tersebut hilang dan terdegradasi menjadi akta dibawah tangan, karena tidak lagi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Hakim Anggota I berpendapat bahwa Tergugat IV dalam mengesahkan dan membuat Akta Jual Beli akta jual beli Nomor 526/2008 tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum;
“Bahwa berdasar bukti T-5 berupa fotokopi Salinan Akta No. 01 tanggal 17 Desember 2009 tentang Pernyataan bersama pelepasan hak atas tanah, dibuat oleh Notaris Eka Budiyanta, S.H. Bahwa bahwa isi dari Surat pernyataan dalam akta tersebut pada pokoknya Tergugat I sebagai Pihak Kedua menerima penyerahan/pengalihan dari Pihak Pertama (Penggugat) atas bidang-bidang tanah, termasuk di dalamnya tanah objek sengketa, dengan konsekuensi Pihak Kedua akan menyerahkan uang sejumlah Rp 300.000.000,- kepada Pihak Pertama (Penggugat) dimana yang Rp. 75.000.000, diperhitungkan dengan hutang Penggugat, sehingga dibayar Rp. 225.000.000,- dengan 3 kali anggsuran masing-masing angsuran sebesar Rp.75.000.000,-;
“Bahwa berdasar bukti T-6 berupa fotokopi Kwitansi tanda terima uang dari Ibu Wahyu Basuki Soemarno sebesar Rp.75.000.000,- tertanggal 17 Desember 2011, diterima oleh Doso Warsono, dimana bukti tersebut mengenai tanda tangan dalam kwitansi tersebut tidak disangkal oleh Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 (empat) unsur yaitu :
- Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian (consensus);
- Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity);
- Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter);
- Ada suatu sebab yang sahih (legal cause);
“Menimbang, bahwa dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat Subyektif karena mengenai orang/subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu;
“Menimbang, bahwa dalam jual beli tanah kesepatan harus mengenai obyeknya dan harganya semuanya harus jelas. Bahwa dalam jual beli tanah antara Penggugat dan tergugat I tersebut dalam dalil jawabannya Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III menyatakan harga tanah obyek sengketa tersebut Rp. 600.000.000,- sedangkan dalam akta jual beli sebesar Rp.50.000.000,- sedangkan Penggugat menyatakan bukan jual beli tapi hutang piutang dimana hutang Tergugat di BPD Jateng sebesar Rp. 473.275.100,00 telah dilunasi oleh Tergugat;
“Menimbang, bahwa menurut Tergugat I bahwa pada tahun 2009 Penggugat menuntut pembayaran lagi karena merasa tanah tersebut harganya murah, maka berdasar Akta No. 01 tanggal 17 Desember 2009 tentang Pernyataan bersama pelepasan hak atas tanah tersebut ada pembayaran sebesar Rp. 300jt dalam pembayaran tersebut, dimana yang Rp. 75.000.000, diperhitungkan dengan hutang Penggugat, sehingga dibayar Rp. 225.000.000,- dengan 3 kali anggsuran masing masing angsuran sebesar Rp.75.000.000,- kepada Pengugat, hal tersebut menunjukan bahwa jual beli tanah antara Penggugat dengan Tergugat II yang mewakili Tergugat III tidak ada kesepakatan harga;
“Menimbang, bahwa berdasar uraian diatas Tergugat I tidak bisa membuktikan kepastian akan kesepakatan dari para pihak tentang kesepakatan harga jual beli obyek sengketa tersebut;
“Menimbang, bahwa selain pertimbangan tersebut diatas, Penggugat mendalilkan hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat I adalah hutang piutang karena Tergugat I telah membayar hutang Penggugat di BPD Jateng sebesar Rp. 473.275.100,00 hal tersebut didukung keterangan saksi Tergugat yaitu Saksi Farid Danny Setyawan yang menyatakan pada waktu saksi sebagai Polisi melakukan penyelidikan atas laporan sdr. DOSO tentang penggelapan sertifikat SHM No.1113 yang dilakukan oleh Tergugat I kemudian saksi memeriksa Tergugat I, bahwa saat memeriksa Tergugat I, menurut Tergugat I, sertifikat atas nama Penggugat tersebut disuruh membawanya untuk jaminan pelunasan utang, tetapi kalau terlalu lama tidak bisa melunasi hutangnya maka sertifikat tersebut menjadi hak milik Tergugat I oleh karena keterangan saksi tersebut hanya seorang saksi maka harus didukung alat bukti yang lain untuk membuat suatu persangkaan;
“Menimbang, bahwa Tergugat I adalah ibu dari Tergugat II dan Tergugat II adalah ibu dari Tergugat III;
“Menimbang, bahwa keterangan saksi Farid Danny Setyawan dihubungkan dengan Salinan Akta No. 01 tanggal 17 Desember 2009 tentang Pernyataan bersama pelepasan hak atas tanah, dibuat oleh Notaris Eka Budiyanta, S.H. bukti T-5 ada pembayaran sebesar Rp. 300jt kepada Pengugat dengan ketentuan Rp.225.000.000, dibayar dengan angsuran sebanyak 3 kali masing-masing angsuran sebesar Rp.75.000.000,- dan sisa pembayara sebesar Rp.75.000.000,- diperhitungkan sebagai hutang Penggugat kepada Tergugat I. Berdasar keterangan saksi Farid Danny Setyawan dihubungkan dengan Salinan Akta No. 01 tanggal 17 Desember 2009 tentang Pernyataan bersama pelepasan hak atas tanah tersebut Hakim Anggota I memperoleh persangkaan yang cukup bahwa hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat I adalah hutang piutang dengan demikian Penggugat telah dapat membuktikan dalilnya bahwa hubungan hukum antara Penggugat dan Tergugat I adalah hutang piutang;
“Menimbang, bahwa kemudian penguasaan sertifikat hak milik no.1113 tersebut oleh Tergugat I sebagai jaminan hutang kemudian dibuat jual beli antara Tergugat II mewakili Tergugat III dengan Penggugat sebagaimana akta jual beli Nomor. 526/2008;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas maka hubungan hukum antara Tergugat I dengan Penggugat adalah hubungan hutang piutang maka ketika perbuatan hutang piutang dengan jaminan tanah menjadi hubungan jual beli tanah sedangkan perubahan hubungan hukum tersebut tidak dikehendaki oleh Penggugat (debitur);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas adanya kehendak yang bebas untuk melakukan kesepakatan tidak terpenuhi dalam perbuatan hukum ini;
“Menimbang, bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya bahwa dalam perjanjian tersebut harus jelas dipenuhinya hal atau obyek tertentu sehingga dalam pelaksanaan perjanjian pemenuhan prestasi tidak ditafsirkan meluas dan jelas hak hak dan kewajiban kedua belah pihak;
“Menimbang, bahwa dalam Perjanjian Jual Beli Tanah tersebut syarat suatu hal tertentu harus terpenuhi, dimana obyek perjanjian harus jelas dituangkan dalam perjanjian, apabila jual beli tanah dan bangunan harus dijelaskan jual beli tersebut tanah berikut bangunannya. Bahwa jual beli tanah antara Penggugat dan Tergugat II yang mewakili Tergugat III tersebut dilakukan hari Selasa tanggal 18 Nopember 2008 dimana dalam akta jual beli Nomor. 526/2008, tersebut dalam obyek jual beli disebutkan sebidang tanah seluas ± 324 m² dan tidak disebutkan tanah dan bangunan sedangkan berdasar keterangan saksi saksi, hasil pemeriksaan setempat dan dalil gugatan yang tidak dibantah oleh Tergugat menjelaskan bahwa diatas masing obyek sengketa telah berdiri bangunan rumah yang oleh Penggugat sebelumnya digunakan sebagai sarang burung wallet berdasarkan hal tersebut Majelis menilai ada ketidaksesuain antara akta jual beli sebagaimana tersebut diatas dengan obyek jual beli yang ada;
“Menimbang, bahwa dalam jual beli tanah kesepatan harus mengenai obyeknya dan harganya semuanya harus jelas. Bahwa dalam jual beli tanah antara Penggugat dan tergugat I tersebut dalam dalil jawabannya Tergugat menyatakan jual beli tersesebut sebesar Rp. 600.000.000,- sedangkan dalam akta jual beli sebesar Rp. 50.000.000,- sedangkan Penggugat menyatakan bukan jual beli tapi hutang piutang dimana hutang Penggugat di BPD sebesar Rp. 473.275.100,- telah dilunasi oleh Tergugat I. Bahwa berdasarkan hal diatas tentang kepastian harga dari obyek sengketa tersebut tidak ada kejelasan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas oleh karena itu suatu hal tertentu dalam perjanjian tersebut tidak terpenuhi;
“Menimbang, bahwa suatu perjanjian harus memenuhi causa yang sahih, dimana perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang atau hukum.
“Menimbang, bahwa kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung (Perkara PK) No.78/PK/Pdt/1984 tanggal 9 April 1987 Jo Putusan MA RI. No.2650K/Sip/1982 tanggal 29 September 1983 Jo. Putusan PT. DI Joyakarta No.86/1981/Pdt tanggal 29 januari 1982) yang berbunyi Akta Notaris yang dibuat dengan Materi suatu perjanjian hutang piutang dengan jaminan tanah/rumah yang dibungkus sebagai suatu perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali dengan tujuan digunakan untuk melakukan peralihan hak atas tanah debitur kepada kreditur bilamana debitur wanprestasi, maka hal demikian itu adalah suatu perjanjian semu atau pura-pura dan harus dinilai sebagai perjanjian hutang piutang;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian diatas maka hubungan hukum antara Tergugat I dengan Penggugat adalah hubungan hutang piutang maka ketika perbuatan hutang piutang dengan jaminan tanah menjadi hubungan jual beli tanah sedangkan perubahan hubungan hukum tersebut tidak dikehendaki oleh Penggugat (debitur) maka perbuatan hukum tersebut tidak memenuhi causa yang sahih.
“Menimbang, bahwa selain pendapat diatas perlu pula dipertimbangkan apakah jual beli tanah tersebut sesuai dengan kaidah hukum adat yang dipertimbangkan sebagai berikut, bahwa jual beli tanah dihadapan PPAT adalah syarat formil yang disyaratkan, oleh PP no.24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah namun demikian sebagaimana Pasal 5 Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang UUPA yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan, dasar hukum dalam jual beli tanah tersebut adalah hukum adat dimana dikenal asas terang dan tunai.
“Asas terang dimana jual beli tersebut diikrarkan dan diketahui oleh masyarakat sedangkan tunai adalah jual beli itu bersifat spontan ketika dibayar maka obyeknya langsung diserahkan kepada Pembeli sehingga apabila tanah tersebut belum lunas dianggap telah lunas dan kekurangan pembayaran tersebut diperhitungkan tersendiri;
“Menimbang, bahwa syarat terang artinya adalah jual beli tersebut diikrarkan (ada akad) sebagai bentuk kesepakatan dan disaksikan oleh Pejabat ataupun masyarakat, sedangkan dalam jual beli tanah tersebut sebagaimana dipertimbangkan diatas tidak ada saksi yang menyaksikan jual beli tersebut dan kehadiran Tergugat IV sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam jual beli tersebut tidak dapat dibuktikan oleh karena itu asas jual beli tanah terang dan tunai tidak terpenuhi dalam perbuatan hukum ini, hal tersebut tidak sesuai dengan kaidah hukum dalam jual beli tanah;
“Menimbang, bahwa oleh karena itu berdasar pertimbangan-pertimbangan diatas maka unsur causa yang sahih atau tidak bertentangn dengan hukum dalam perjanjian ini tidak terpenuhi;
“Menimbang, bahwa suatu perjanjian jika tidak memenuhi syarat subyektif maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan dan jika tidak memenuhi syarat obyektif maka perjanjian tersebut batal demi hukum;
“Menimbang, bahwa oleh karena kedua unsur subyektif dan unsur obyektif tidak terpenuhi dalam perjanjian jual beli tanah antara Penggugat dengan Tergugat II sebagaimana dalam akta jual beli Nomor. 526/2008, serta perjanjian tersebut dibuat dengan melawan hukum maka perjanjian jual beli tanah berdasar akta jual beli Nomor. 526/2008 harus dinyatakan batal demi hukum;
“Menimbang, bahwa sebagaimana dalil yang tidak disangkal oleh para pihak maka benar Penggugat telah menerima uang sebagai pelunasan hutang Penggugat di BPD Jateng sebesar Rp. 473.275.100,00 dan pembayaran sebesar Rp. 300.000.000,- kepada Pengugat dengan ketentuan Rp.225.000.000, dibayar dengan angsuran sebanyak 3 kali masing-masing angsuran sebesar Rp.75.000.000,- dan sisa pembayaran sebesar Rp.75.000.000,- diperhitungkan sebagai hutang Penggugat kepada Tergugat I.
“Menimbang, bahwa oleh karena perjanjian jual beli tanah sebagaimana akta jual beli Nomor 526/2008 dinyatakan batal demi hukum maka masing-masing pihak dikembalikan ke posisi semula sebagaimana sebelum ada perjanjian, maka masing-masing pihak mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1. Pihak Penggugat harus mengembaliakan uang yang telah diterimanya kepada Tergugat I dan Tergugat II sebesar Rp. 473.275.100,00 ditambah bunga 6% per tahun terhitung sejak tanggal 3 April 2006 sampai dengan gugatan ini didaftarkan dan Pihak Penggugat harus mengembalikan uang yang telah diterimanya kepada Tergugat I dan Tergugat II sebesar Rp. 300.000.000,- ditambah bunga 6% per tahun terhitung sejak tanggal 17 Desember 2011 sampai dengan gugatan ini didaftarkan;
2. Pihak Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk mengembalikan tanah dan bangunan obyek sengketa sebagaimana dalam sertifikat Hak Milik No.1113 kepada Penggugat;
3. Pihak Tergugat IV telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh karena itu harus mengganti kerugian yang timbul akibat perbuatannya yang merugikan Penggugat maupun Tergugat II sebagai akibat dibatalkannya akta jual beli tersebut. Bahwa Penggugat menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp. 300.000.000,- oleh karena itu Tergugat IV dihukum untuk membayar kerugian bagi Penggugat sebesar Rp. 300.000.000,- dan Tergugat IV dihukum pula membayar kerugian kepada Tergugat I dan Tergugat II sebesar sebesar Rp. 100.000.000.- sesuai permintaan Tergugat;
M E N G A D I L I :
DALAM KONPENSI
Dalam Pokok Perkara :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menyatakan Tergugat IV telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menjalankan jabatan sebagai Notaris/PPAT secara tidak sesuai dengan kewajibannya;
3. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
DALAM REKONPENSI :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat Rekonpensi/Para Tergugat Konpensi sebagian:
2. Menyatakan Tergugat Rekonpensi/Penggugat Konpensi telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu mengelem kunci gembok gerbang rumah objek sengketa;
3. Menolak gugatan Para Penggugat Rekonpensi/Para Tergugat Konpensi untuk selain dan selebihnya;”
Dua anggota Majelis Hakim (mayoritas) disayangkan tidak memahami konsepsi hukum agraria, bahwasannya jual-beli tanah tidak cukup adanya asas konsensual, karena jual-beli hak atas tanah nasional tunduk pada asas hukum adat, yakni asas terang dan tunai.
Satu anggota Majelis yang menguraikan pendapat berbeda (dissenting opinion) telah dengan tepat menyatakan jual-beli tidak sah, sehingga peralihan hak batal dengan konsekuensi Penggugat wajib membayar hutangnya kepada Tergugat.
Akan menjadi fatal bila perkara tanah dihadapkan untuk diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memahami hukum agraria nasional.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.