Pekerjaan Tetap, PKWT Otomatis Menjelma PKWTT

LEGAL OPINION
Question: Sebagai kasir, saya bertugas menerima dan menyerahkan dana nasabah di sebuah bank swasta terkenal terbesar yang telah berdiri puluhan tahun di Indonesia. Namun setelah saya berbincang dengan sesama rekan kerja, barulah tahu kami bahwa seluruh kasir di bank ini diikat hubungan kerja kontrak selama tiga tahun. Nah, ketika pada tahun ketiga habis masa kontrak, apakah artinya saya benar-benar putus hubungan dengan pihak bank? Kalau caranya begitu tidak akan ada pegawai yang bisa menerima pesangon bekerja dari bank itu. Sungguh curang sekali caranya. Habis manis sepah dibuang.
Brief Answer: Kasir sebuah bank, menurut esensinya merupakan jenis pekerja yang bersifat tetap karena tanpa kasir tentunya tiada kantor perbankan. Elemen pekerja yang tidak dapat dianulir peran / keberadaannya, itulah yang karena sifatnya menjadi kerja tetap.
Secara hukum, dengan tegas undang-undang tentang ketenagakerjaan mengatur, bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat diberlakukan terhadap jenis pekerja yang sifatnya tidak tetap/temporer belaka, seperti pemborongan pembangunan atau sifat kerjaan yang sekali selesai seperti penata desain interior, dsb.
Ajukan permohonan mediasi pada Disnaker, pastilah Anda akan mendapat anjuran untuk dijadikan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Ketika bank tersebut menolak, ajukan gugatan ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial, maka SHIETRA & PARTNERS pastikan, Anda akan mendapat pesangon serta hak-hak normatif lain layaknya pekerja tetap meski dinyatakan putus hubungan kerja saat majelis hakim menjatuhkan vonis.
Anda cukup repot mengajukan mediasi pada Disnaker dan sidang tak lebih dari dua bulan lamanya pada PHI, dan Anda pun akan mendapat hak atas pesangon serta hak-hak normatif lainnya. Dan untuk selanjutnya, mari bersama-sama kita lihat, apakah perbankan swasta besar tersebut “kebal hukum”?
PEMBAHASAN:
Bila kita merujuk pada ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kita akan mendapat kaidah normatif yang bersifat imperatif, sebagai berikut:
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Penjelasan Resmi Pasal 59 UU Ketenagakerjaan:
(1) Perjanjian kerja dalam ayat ini dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
(2) Yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek perjanjian kerja waktu tertentu.
Yang tidak kalah seringnya dilanggar oleh pelaku usaha ialah ketentuan Pasal 58 UU Ketenagakerjaan:
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Banyak perusahaan besar bahkan berbagai kantor hukum ternama, sebagaimana SHIETRA & PARTNERS amati dan temui, bukanlah karena inovasi ataupun kejujuran usaha. Nama besar korporasi pun tidak menjadi jaminan etika usaha terhadap masyarakat maupun terhadap kalangan internal pegawainya sendiri. Bisa jadi kebesaran dan dinasti/kerajaan bisnis yang dibangunnya atas dasar ketidakjujuran dan pemerahan terhadap sumber daya manusia.
Dari sekian banyak putusan Pengadilan Hubungan Industrial hingga Mahkamah Agung telah SHIETRA & PARTNERS telusuri, dapatlah kami tarik suatu konklusi, bahwa kans Anda untuk menang ketika mengajukan gugatan terhadap korporasi yang menerapkan praktik kontrak kerja PKWT atas pekerjaan yang bersifat tetap, kecenderungan hakim/pengadilan ialah menghukum pemberi kerja melanjutkan masa kerja karyawan.
Namun mengingat hubungan antara karyawan yang pernah menggugat perusahaan, pastilah tidak lagi harmonis, maka sebaiknya dalam gugatan dirumuskan agar pengadilan menyatakan putus hubungan kerja saat putusan dibacakan dengan disertai kompensasi berupa hak pesangon pada pekerja/karyawan yang akan dinyatakan pengadilan sebagai pekerja jenis PKWTT. Bahkan, jika Anda cukup beruntung (karena terculasi), Anda akan mendapat dua kali ketentuan nilai pesangon normal.
Sebagai ilustrasi, cukup relevan anda rujuk putusan Mahkamah Agung tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register Nomor 109 K/Pdt.Sus-PHI/2014 tanggal 27 Maret 2014, sengketa antara:
- Yayasan Pendidikan Singapura Indonesia, sebagai Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- Fitmelia Patresia, sebagai Termohon Kasasi, dahulu Penggugat.
Penggugat sejak tahun 2009 bekerja sebagai guru pada Tergugat  dengan masa kontrak pertama selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal 20 April 2009 s/d 20 Oktober 2009. Tergugat kemudian memperpanjang masa kontrak kerja Penggugat, dengan masa kontrak selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal 1 Juli 2011.
Bahwa selama Penggugat bekerja pada yayasan Tergugat selama 3 tahun 11 bulan, Penggugat bekerja dengan baik dan tidak pernah mendapat surat peringatan. Mendadak tanggal 4 April 2013 Tergugat melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Penggugat.
Menarik untuk menyimak pendapat mediator hubungan industrial pada Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan ketika membuat anjuran, dengan dikutip sebagai berikut:
“Bahwa setelah mendengar keterangan pekerja Sdri. Fitmelia Patresia Nababan dan keterangan Yayasan Pendidikan Sekolah Singapura (Singapore School Medan) oleh Sdr.Leo Hafis Yusuf, maka mediator berpendapat:
1. Bahwa perjanjian waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan bersifat tetap, sebagaimana diatur pada Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
2. Bahwa pekerjaan sebagai guru di lembaga pendidikan formal adalah pekerjaan yang bersifat tetap dan sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu atau pekerjaan yang bukan musiman, maka pekerjaan guru pada Yayasan Pendidikan Sekolah Singapura (Singapore School Medan) tidak dapat dilakukan dengan pekerjaan kerja waktu tertentu dan perjanjian waktu tertentu antara Yayasan Pendidikan Sekolah Singapura (Singapore School Medan) dengan Sdri. Fitmelia Patresia Nababan berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu, karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 59 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
3. Bahwa kecurigaan Sdri. Fitmelia Patresia Nababan atas tuduhan keberatan atau komplain dari orang tua siswa bukan berasal dari orang tua siswa adalah wajar, karena jika benar komplain tersebut berasal dari orang tua siswa sepatutnya pihak sekolah memberitahukannya kepada Sdri. Fitmelia Patresia Nababan sebagai bukti dan tuduhan yang disampaikan bukanlah rekayasa;
4. Bahwa sebagai lembaga pendidikan formal seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak membuat perjanjian kerja waktu tertentu untuk jabatan guru sebagaimana diberlakukan untuk Sdri. Fitmelia Patresia Nababan;
5. Bahwa Yayasan Pendidikan Sekolah Singapura (Singapore School Medan) telah melakukan pemutusan hubungan kerja kepada Sdri. Fitmelia Patresia Nababan dan perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat para pihak tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, maka perjanjian tersebut berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu sesuai Pasal 59 ayat (7) dan Sdri. Fitmelia Patresia Nababan berhak atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.”
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan kemudian menjatuhkan putusan, dalam register Nomor 74/G/2013/PHI.Mdn tanggal 17 Oktober 2013, dengan pertimbangan hukum serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa apabila kita perhatikan guru adalah merupakan pekerjaan yang bersifat tetap dan bukan merupakan pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu;
“Menimbang bahwa oleh karena guru merupakan pekerjaan yang bersifat tetap maka dengan demikian pekerjaan sebagai guru tidak dapat diperjanjikan dengan sistem perjanjian kerja waktu tertentu, maka dari itu perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat antara Penggugat dan Tergugat adalah bertentangan dengan ketentuan Pasal 59 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Kepmenakertrans RI Nomor Kep.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu;
“Menimbang, bahwa oleh karena secara hukum kesalahan yang dilakukan Penggugat tidak dapat dibuktikan oleh Tergugat sedangkan surat peringatan ketiga yang diberikan kepada Penggugat tidak didahului dengan pemberian surat peringatan pertama dan kedua, maka dengan demikian surat peringatan tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku maka dari itu harus dinyatakan batal demi hukum;
“Menimbang, bahwa oleh karena surat peringatan ketiga yang diberikan Tergugat kepada Penggugat tersebut dinyatakan batal demi hukum, maka secara hukum Penggugat dinyatakan tidak bersalah sehingga Penggugat berhak menerima uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus sejak putusan ini diucapkan;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak perumahan serta pengobatan dan perawatan yang diperhitungkan sebagai berikut:
- Uang pesangon 4 x Rp2.800.000,00 x 2 = Rp22.400.000,00
- Uang penghargaan masa kerja 2 x Rp2.800.000,00 = Rp 5.600.000,00
- Uang penggantian hak perumahan dan pengobatan 15 % x Rp2.800.000,00 = Rp 4.200.000,00
Total keseluruhan = Rp32.200.000,00 (tiga puluh dua juta dua ratus ribu rupiah);
4. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Pihak sekolah mengajukan upaya hukum, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan telah benar dalam putusan mengenai hak Penggugat/Termohon Kasasi dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak terbukti melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 merupakan PHK tanpa terbukti melakukan pelanggaran/bersalah berhak 2 x UP; UPMK; UPH Pasal 156 ayat 2, 3, 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sesuai pertimbangan dan amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial a quo;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Ketua Yayasan Pendidikan Singapura Indonesia, tersebut.” 
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.