Pegawai BUMN/D Dilindungi Undang-Undang Ketenagakerjaan

LEGAL OPINION
Question: Apakah pegawai BUMN dilindungi oleh undang-undang tenagakerja juga layaknya pegawai swasta lainnya? Meski kekayaan BUMN adalah kekayaan negara yang tidak dipisahkan?
Brief Answer: Setiap pegawai/karyawan, baik terhadap pemberi kerja swasta, pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), tunduk pada Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan. Dapat dikatakan, baik pegawai perusahaan swasta dan pegawai BUMN/D tidak terdapat perbedaan. Hanya saja, biasanya perlindungan terhadap hak-hak normatif pegawai BUMN/D lebih diperhatikan pemberi kerja ketimbang rekan-rekannya dari pegawai swasta.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi dapat kita temui dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial Tanjung Pinang register perkara Nomor 8/G/2013/PHI.PN.TPI tanggal 18 September 2013, sengketa hubungan industrial antara:
- PT. PEGADAIAN (Persero), sebagai Penggugat; melawan
- EMIL ARIE PRASETYO. SE, sebagai Tergugat.
Tergugat merupakan pekerja tetap pada Penggugat, telah melakukan pelanggaran demi pelanggaran seperti melakukan transaksi gadai dengan cara menggunakan nama orang lain, memberikan uang pinjaman kepada nasabah melebihi yang seharusnya diterima oleh nasabah (taksiran tinggi), dengan cara menambah berat dan menaikkan karatase 20 (dua puluh) potong barang jaminan emas, menyalahgunakan uang perusahaan, melakukan transaksi gadai dengan cara menggadaikan barang jaminan berupa emas palsu atau imitasi, memberikan kredit kepada nasabah melebihi yang plafon maksimum, dengan cara menambah berat dan menaikkan karatase emas barang jaminan sehingga uang pinjaman yang diperoleh oleh nasabah menjadi lebih tinggi dari yang semestinya.
Akibat dari perbuatan Tergugat, Penggugat mengalami kerugian sebesar Rp.219.619.300,-. Selain melanggar Standard Operating Procedure (SOP), dalam melaksanakan tugasnya Tergugat tidak mematuhi ketentuan mengenai kriteria barang jaminan taksiran tinggi sebagaimana diatur dalam peraturan perusahaan.
Tergugat dengan demikian telah melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Pasal 98 huruf d dan huruf (e), yang mengatur:
- Setiap Pekerja diwajibkan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, bersemangat dan produktif untuk kepentingan dan kemajuan perusahaan.
- Setiap Pekerja diwajibkan mentaati SOP Perusahaan dan semua ketentuan yang berlaku di Perusahaan.
Peraturan Disiplin Pegawai (PDP) yang menjadi peraturan pelaksana dari PKB, mengatur pula dalam Pasal 83 ayat (2):
“Kuasa Pemutus Kredit (KPK) yang dengan sengaja memberikan kredit dengan nilai uang pinjaman melebihi ketentuan yang ditetapkan atau tidak sesuai dengan nilai agunan yang diserahkan / diikat dan/atau memberikan kredit tidak sesuai prosedur dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain sehingga menimbulkan kerugian Perusahaan, dijatuhi sanksi SP-II / SP-III / PHK.”
Pasal 87 ayat (1) dan ayat (2) PDP:
1. Melakukan kredit fiktif, yaitu diantaranya berupa melakukan transaksi kredit tanpa ada fisik barang jaminan, tanpa ada barang jaminan yang dikuasai/diikat, menggunakan data-data/dokumen palsu atau dipalsukan, menggunakan hasil analisa kredit/taksiran fiktif, menggunakan identitas nasabah yang tidak sebenarnya, membuat dan menggunakan perjanjian kredit/SBK/SBR palsu atau dipalsukan, atau berupa hal-hal lain yang membuat suatu transaksi kredit dikategorikan fiktif, dijatuhi sanksi SP-III / PHK.
2. Melakukan transaksi kredit untuk dirinya sendiri dengan mengatasnamakan orang lain, menggunakan identitas orang lain, dengan sepengetahuan maupun tidak sepengetahuan orang lain tersebut, sehingga menimbulkan kerugian, dijatuhi sanksi SP-II/SP III/PHK.
Walaupun kerugian perusahaan telah diganti oleh Tergugat dengan cara dicicil 4 (empat) bulan sejak diketahuinya pelanggaran, namun demikian akibat dari perbuatan Tergugat telah memenuhi kualifikasi “merugkian perusahaan” sebagaimana diatur dalam Peraturan Direksi Pegadaian.
Terhadap hasil mediasi pada Suku Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Penggugat menolak dan tidak sependapat dengan anjuran Mediator Disnaker, dengan pertimbangan perbuatan yang dilakukan Tergugat walaupun merupakan kesalahan berat tetapi karena sudah diatur dalam PKB maka penyelesaiannya harus merujuk kepada ketentuan yang diatur dalam PKB (tidak mutlak harus diselesaikan melalui proses pidana), serta perbuatan yang dilakukan Tergugat mencerminkan bahwa moral hazard Tergugat sudah tidak memungkinkan lagi hubungan kerja dilanjutkan.
Sambil menunggu proses penyelesaian Perselisihan PHK ini, Penggugat telah melakukan skorsing kepada Tergugat terhitung sejak tanggal 04 Juli 2012. Atas rencana PHK kepada Tergugat akan diberikan hak berupa 1 (satu) kali uang pesangon, 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebesar Rp.57.580.400,-.
Namun mengingat Tergugat telah diikut-sertakan pada Program Pensiun Manfaat Pasti yang iurannya dibayar bersama oleh Penggugat dengan Tergugat, maka uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak dikurangi dengan pembayaran sekaligus nilai tunai manfaat pensiun (vide Pasal 167 ayat (3) UU No.13 Tahun 2003).
Terhadap gugatan tersebut, Majelis Hakim membuat petimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Jawaban yang disampaikan Tergugat pada dasarnya adalah mengakui seluruh dalil yang disampaikan oleh Penggugat;
“Menimbang, bahwa Jawaban Tergugat selebihnya merupakan keluh kesah pribadinya yang seharusnya diutarakan dan diselesaikan diluar persidangan, bukan di ranah hukum yang merupakan pengakhiran suatu proses perkara;
“Menimbang, bahwa Pemutusan Hubungan Kerja yang dimohonkan oleh Penggugat kepada Tergugat dikarenakan Tergugat telah melakukan Kesalahan yang Fatal sebagaimana didalilkan oleh Penggugat dalam gugatannya;
“Menimbang, bahwa Pemutusan Hubungan Kerja yang dimohonkan oleh Penggugat kepada Tergugat dikarenakan Tergugat tidak memungkinkan untuk dipekerjakan kembali pada PT. Pegadaian (Persero) atas pertimbangan psikologis maupun kebijakan Perusahaan dalam menyikapi masa-masa yang akan datang;
“Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan Proses Bipartit namun tidak tercapai kesepakatan, kemudian Penggugat mengajukan Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Industrial tersebut kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Batam dan telah keluar Anjuran Nomor B.3191/TK-4/XII/2012 tanggal 10 Desember 2012, namun Anjuran tersebut tetap ditolak oleh Penggugat, sehingga Perselisihan Hubungan Industrial ini dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang untuk memperoleh kekuatan hukum;
“Menimbang, bahwa dari Jawab Menjawab (Gugatan, Jawaban, Replik dan Dulik) antara kedua belah pihak di depan persidangan, apabila dikaitkan dengan bukti-bukti yang diajukan, maka menurut hemat Majelis Hakim, Gugatan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Tergugat dapat dikabulkan terhitung tanggal 01 Februari 2013;
“Menimbang, bahwa terhadap dalil-dalil yang disampaikan oleh Penggugat tidak disangkal Tergugat, maka Majelis berpendapat bahwa bukti-bukti lain yang diajukan oleh kedua belah pihak tidak penting untuk dipertimbangkan;
M E N G A D I L I
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Skorsing untuk Tergugat berakhir per tanggal 09 Januari 2013;
3. Menyatakan Hubungan Kerja Antara Penggugat dengan Tergugat Putus Demi Hukum terhitung sejak tanggal 01 Februari 2013;
4. Memerintahkan kepada Penggugat untuk membayar Uang Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak kepada Tergugat sebesar Rp.57.580.400,- (Lima Puluh Tujuh Juta Lima Ratus Delapan Puluh Ribu Empat Ratus Rupiah).”
Terdapat perbedaan kentara antara “kesalahan berat” dan “kesalahan fatal”, sebagaimana dapat kita petik dari peristiwa perkara diatas. “Kesalahan fatal”, tidak mungkin lagi ditolerir berdasarkan asas kelayakan maupun kepatutan, sehingga pihak pekerja tidak pada tempatnya untuk berlindung dibalik kaedah putusan Mahkamah Konstitusi RI yang menyatakan pemberi kerja tak dapat mem-PHK pihak pekerja / buruh dengan alasan telah terjadinya “kesalahan berat”.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.