Organisasi Tandingan Muncul, Selesaikan dahulu Sengketa Keperdataan di Pengadilan Negeri sebelum Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

LEGAL OPINION
Question: Saat ini kami menghadapi masalah, karena mendadak muncul organisasi lain yang menyaru menyerupai organisasi kami, tampil sebagai organisasi tandingan, dan dapat pengesahan pendirian oleh pemerintah. Nah, apakah bisa surat keputusan pemerintah tentang pengesahan pendirian organisasi baru tersebut kami ajukan keberatan agar dibatalkan oleh hakim PTUN?
Brief Answer: Bila terdapat unsur sengketa keperdataan, seperti sengketa kepengurusan, sengketa kepemilikan, maupun sengketa perdata lainnya, maka menjadi prasyarat mutlak untuk dibuat kepastian hukumnya dahulu siapa yang berhak, siapa yang beritikad baik, dan siapa yang dibenarkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri sebelum mengajukan gugatan ke hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dimana putusan Pengadilan Negeri dapat menjadi dasar bagi Majelis Hakim PTUN dalam membuat pertimbangan hukum dan memutus sah atau tidaknya suatu keputusan tata usaha negara.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan register Nomor 517 K/TUN/2014 tanggal 26 Februari 2015, perkara antara Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP APERSI) sebagai Penggugat; melawan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI sebagai Tergugat, dan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP APERSI) sebagai Tergugat II Intervensi. Dengan demikian terdapat dua DPP APERSI dengan dua versi kepemimpinan yang berbeda.
Sengketa klaim keberadaan organisasi yang berujung pada gugatan keputusan pejabat tata usaha ke hadapan PTUN dengan objek gugatan berupa Keputusan Menteri Hukum mengenai pengesahan badan hukum perkumpulan, Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dalam pertimbangan hukumnya sudah benar dan tidak terdapat kesalahan dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa benar objek sengketa adalah objek Tata Usaha Negara namun substansi permasalahan adalah terdapat sengketa kepengurusan didalam organisasi APERSI, hal tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu di peradilan umum;
- Bahwa sengketa Internal yang terjadi dalam Kepengurusan Perkumpulan yang berbadan hukum adalah merupakan kompetensi Hakim Perdata;
- Bahwa Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan dengan substansi substansi pendukung perbuatan hukum perdata in cassu mekanisme kepengurusan DPP APERSI sesuai Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) nya adalah badan hukum perdata, sehingga persoalan keabsahan kepengurusannya menjadi kewenangan Peradilan Umum untuk menilainya;
“Oleh sebab itu untuk menilai keabsahan Surat Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa, belum dapat dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sebelum substansi penunjang terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa tersebut diuji melalui Peradilan Umum (Perdata).”
Dalam perkara terpisah namun senada dengan putusan diatas, yakni dapat dijumpai pula dalam putusan Mahkamah Agung tingkat Peninjauan Kembali sengketa tata usaha negara register Nomor 70 PK/TUN/2013 tanggal 23 Juli 2013, perkara antara Pimpinan Unit Kerja-Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, dan PT. Coca Cola Distribution Indonesia & PT. Coca Cola Bottling Indonesia melawan Kepala Suku Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Pemerintah Kota Jakarta Selatan karena dinilai telah membolehkan dicatatnya pembentukan serikat pekerja tandingan, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Bahwa putusan Judex Juris sudah tepat dan benar, karena tidak terdapat kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana dimaksud Pasal 67 huruf ( f ) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, karena Pengadilan Tata Usaha Negara belum dapat menguji keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa, sebelum perbedaan nama 2 (dua) organisasi serikat pekerja tersebut diputus oleh Peradilan yang berwenang sesuai Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) sebagai Pengadilan Khusus dalam lingkungan Peradilan Umum.
Kini memang menjadi tren pecahnya organisasi hingga pembentukan organisasi tandingan, mulai dari terpecahnya Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menjadi tiga kubu, pecahnya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menjadi dua buah organisasi yang terpisah dan saling mandiri serta saling klaim kewenangan dan keabsahan satu sama lain. Yang terbanyak mungkin ialah terbentuknya Serikat Pekerja tandingan versi bentukan pengusaha guna memobilisasi para buruh yang menjadi anggotanya.
Tren pecahnya suatu organisas bukanlah hal baru, sebagaimana sejarah pernah tercatat pecahnya partai PDI dan PDI Perjuangan. Namun sekali lagi, sengketa klaim kewenangan dan keabsahan ini merupakan sengketa perdata, sekalipun tersangkut paut dengan keputusan tata usaha negara mengenai pengesahan pendirian suatu badan hukum / organisasi.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.