Mutasi Tugas Pokok Kerja Tidak Layak, Pekerja Berhak Minta PHK dengan Pesangon Dua Kali Ketentuan

LEGAL OPINION
Question: Apa kemungkinan yang terburuk yang dapat terjadi seandainya manajemen memutasi karyawan pada divisi lain atau pada tupoksi (tugas pokok dan tanggung jawab) lainnya yang tidak disukainya namun tetap manajemen paksakan?
Brief Answer: Bila Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) menilai mutasi tugas pokok terhadap pekerja dilakukan secara tidak layak dan tidak patut, maka terhadap pelaku usaha berisiko dihukum memberi kompensasi berupa dua kali ketentuan normal bila pekerja menuntut pemutusan hubungan kerja (PHK) disertai hak-hak normatifnya.
Hendaknya mutasi divisi / tugas pokok dilakukan dilandasi minat dan keterampilan yang dimiliki karyawan. Seorang sarjana ekonomi yang semula sebagai pekerja pada divisi keuangan, sebagai ilustrasi, berhak menolak perintah mutasi atasan untuk ditempatkan pada divisi lain yang tidak sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya. Hal ini dimaksudkan agar pemberi kerja tidak menyalahgunakan mutasi sebagai alat untuk mendesak pekerja mengundurkan diri terlebih praktik pemberangusan serikat pekerja (union busting).
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara hubungan industrial register Nomor 671 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 26 November 2015, sengketa antara:
- PT.NATRACO SPICES INDONESIA, sebagai Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- IRMAYANTI, sebagai Termohon Kasasi, semula Penggugat.
Penggugat merupakan karyawan Tergugat sejak tahun 2005. Pada tanggal 22 Desember 2014, Penggugat tidak masuk kerja karena sakit dan telah memberikan surat izin tidak masuk kerja kepada perusahaan melalui teman sekerja Penggugat.
Pada tanggal 23, 24 dan 26 Desember 2014 Penggugat masuk kerja untuk melapor dan menemui Pengawas, Personalia dan Manager Operasional PT. Natraco Spices Indonesia untuk menanyakan pekerjaannya, akan tetapi pada saat bertemu pihak Personalia menyuruh Penggugat pulang dan mengatakan Penggugat diberi bonus 1 (satu) hari lagi tidak masuk kerja.
Pada tanggal 27 Desember 2014 Penggugat masuk kerja pukul 07.45 WIB dan Penggugat bertemu dengan Pengawas yang kemudian menyuruh Penggugat membersihkan WC. Tergugat memberikan Surat Peringatan I tertanggal 26 Desember 2014, Surat Peringatan II tertanggal 27 Desember 2014 dan Surat Peringatan III tertanggal 29 Desember 2014 kepada Penggugat, dengan alasan yang sama yaitu Penggugat menolak perintah atasan pada tanggal 26, 27 dan 29 Desember 2014.
Pada tanggal 31 Desember 2014, Tergugat telah melakukan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak dengan tidak memberikan hak-hak normatif Penggugat berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak lain maupun uang cuti yang belum diambil.
Terhadap tindakan Tergugat, Penggugat telah menempuh penyelesaiannya secara bipartit, namun tidak tercapai penyelesaian. Selanjutnya Penggugat melaporkan perselisihan PHK kepada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disnaker) Pemerintah Kota Padang yang ditindaklanjuti dengan pemanggilan Penggugat dan Tergugat.
Setelah melalui proses mediasi, Mediator Disnaker mengeluarkan Anjuran tertulis, yang menganjurkan kepada Tergugat untuk memberikan Penggugat haknya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 164 ayat (3) dan Pasal 156 ayat (2), (3) dan ayat (4), berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak 15% dan cuti yang belum diambil.
Terhadap anjuran Mediator Disnaker, Penggugat memberikan jawaban secara tertulis dengan menyatakan menerima anjuran, sedangkan Tergugat tidak memberikan jawaban secara tertulis kepada Mediator.
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial Padang telah memberikan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus.PHI/2015/PN.Pdg., tanggal 31 Juli 2015 yang amarnya sebagai berikut:
“Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan tidak sah seluruh surat-surat yang berkaitan dengan Pemutusan Hubungan Kerja Penggugat karena tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Pasal 161 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
3. Menyatakan tidak sah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Penggugat tanggal 31 Desember 2014 Nomor 21/NSI/XI/2014 karena bertentangan dengan maksud Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
4. Menyatakan sah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Penggugat semenjak tanggal 31 Juli 2015 dan menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon Penggugat sesuai dengan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 yang mengacu pada Pasal 156 ayat (2), (3), (4), Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, dengan perincian sebagai berikut:
- Uang pesangon : 2 x 9 bulan gaji x Rp1.490.000,00 = Rp26.820.000,00
- Uang penghargaan masa kerja : 4 bulan gaji x Rp1.490.000,00 = Rp 5.960.000,00
- Uang penggantian hak lain : 15% x Rp32.780.000,00 = Rp 4.917.000,00
Jumlah = Rp37.697.000,00 (Tiga puluh tujuh juta enam ratus sembilan puluh tujuh ribu rupiah);
- Upah yang belum diterima semenjak bulan Januari sampai dengan sahnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Penggugat tanggal 31 Juli Tahun 2015, selama 7 (tujuh) bulan sebagai berikut:
a. Gaji bulan Januari 2015 = Rp 1.490.000,00
b. Gaji bulan Pebruari 2015 = Rp 1.490.000,00
c. Gaji bulan Maret 2015 = Rp 1.490.000,00
d. Gaji bulan April 2015 = Rp 1.490.000,00
e. Gaji bulan Mei 2015 = Rp 1.490.000,00
f. Gaji bulan Juni 2015 = Rp 1.490.000,00
g. Gaji bulan Juli 2015 = Rp 1.490.000,00
Jumlah = Rp10.430.000,00 (Sepuluh juta empat ratus tiga puluh ribu rupiah);
5. Memerintahkan Tergugat untuk mengeluarkan surat keterangan pernah bekerja pada Penggugat dengan predikat telah melaksanakan pekerjaan dengan baik selama bekerja dengan Tergugat;
6. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 1 September 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 17 September 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Padang tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan hukum menyatakan putus hubungan kerja (PHK) dengan 2 kali Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), (3), (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, serta Upah Proses karena pekerja tidak dapat dikualifikasi mengundurkan diri, atau telah melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 168 dan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan;
- Bahwa tidak ada alat bukti yang menyatakan bahwa mutasi yang mengakibatkan ketidakhadiran pekerja dari pekerjaan pemotongan ke bagian pembersihan WC/umum sesuatu yang layak dan patut sehingga dibenarkan;
- Bahwa lagipula selama tidak melaksanakan pekerjaan di bagian WC/umum Pekerja tetap masuk kerja sebagaimana telah benar dipertimbangkan Judex Facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Padang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT.NATRACO SPICES INDONESIA, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. NATRACO SPICES INDONESIA, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.