Jaminan Hari Tua Pekerja dapat Dituntut di Hadapan Pengadilan Hubungan Industrial

LEGAL OPINION
Question: Seperti yang kita ketahui, disertakannya pekerja pada program jaminan hari tua dan pensiun merupakan hak normatif setiap pekerja. Apabila perusahaan selama ini tidak pernah menyertakan karyawannya pada program jaminan hari tua demikian, dapatkah digugat ganti-rugi atas setiap tahunnya pekerja telah bekerja tanpa disertakan pada program jaminan hari tua?
Brief Answer: Dapat diajukan gugatan ganti-rugi ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) atas setiap hak normatif buruh / pekerja yang dilanggar haknya oleh pelaku usaha, sehingga tidak hanya terbatas pada hak atas program jaminan hari tua.
PEMBAHASAN:
BPJS Ketenagakerjaan yang saat ini berlaku dahulu dikenal dengan istilah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yang lingkup jaminannya meliputi jaminan hari tua, pensiun, kecelakaan kerja, dan kematian. Dahulu maupun saat kini, program jaminan minimum ini menjadi hak normatif buruh/pekerja yang tak dapat diingkari pelaku usaha.
Sebagai ilustrasi akan SHIETRA & PARTNERS angkat contoh kasus dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register perkara Nomor 162 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 16 April 2015, antara:
- PT. PANTAI TIMUR JAYA, sebagai Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- ZULHAM dan LISWATI, selaku Para Termohon Kasasi, semula Para Penggugat.
Penggugat I meruapakn karyawan Tergugat dengan masa kerja 6 (enam) tahun 8 (delapan) bulan, sementara Penggugat II memiliki masa kerja 7 (tujuh) tahun 1 (satu) bulan.
Penggugat menyinggung mengenai Perjanjian Kerja Harian Lepas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Kepmenakertrans Nomor 100/Men/VI/2004 menyebutkan bahwa untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan Perjanjian Kerja Harian atau Lepas. Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan. Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka PKWT Harian Lepas berubah menjadi PKWTT atau Permanen.
Tergugat tidak pernah memberikan slip gaji pada setiap pembayaran upah tiap minggunya kepada semua karyawan di dalamnya termasuk kepada Penggugat, sehingga selama ini baik Penggugat maupun karyawan lainnya yang bekerja di perusahaan Tergugat tidak pernah mengetahui rincian upah yang diterima setiap minggunya termasuk juga karyawan bulanan.
Tergugat juga tidak menyertakan Para Penggugat menjadi peserta Program Jamsostek meski Pasal 99 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengatur: “Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.”
Pasal 79 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pula: “Pengusaha wajib memberikan waktu istirahat dan cuti kepada Pekerja/Buruh”—namun setiap tahunnya semua karyawan Tergugat tidak pernah diberikan untuk melaksanakan hak cuti tersebut termasuk Para Penggugat selama bekerja pada Tergugat.
Terhadap gugatan tersebut PHI Palu telah memberikan putusan Nomor 11/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Pal., tanggal 27 Oktober 2014 yang pertimbangan hukum serta amar putusannya sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, ternyata putusnya hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat bukan karena berakhirnya masa kontrak kerja, maka sesuai Pasal 156 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2003 Tergugat wajib membayar hak-hak normatif Para Penggugat I dan II sesuai masa kerja masing-masing yang terdiri dari pesangon sebanyak 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) huruf c, uang penghargaan masa kerja sebanyak 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) huruf c dan uang penggantian hak perumahan dan pengobatan sebesar 15%, uang jaminan hari tua (JHT), uang THR keagamaan tahun 2014, uang upah proses 6 (enam) bulan upah;
“M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat I dan II putus demi hukum sejak Putusan diucapkan;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak normatif Penggugat I dan II dengan rincian sebagai berikut:
Penggugat I:
1. Uang Pesangon = 1 x 7 x Rp1.450.000,00
2. Uang Penghargaan Masa Kerja = 1 x 3 x Rp1.450.000,00
3. Penggantian Hak Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan = 1 x 15% x Rp14.500.000,00
4. Uang Jaminan Hari Tua (JHT) selama bekerja = Rp1.450.000,00 x 5,7% x 80 bulan
5. Uang THR Keagamaan tahun 2014 = Rp 1.450.000,00
6. Upah proses 6 bulan x upah terakhir
Total = Rp33.437.000,00
Penggugat II:
1. Uang Pesangon = 1 x 8 x Rp1.450.000,00
2. Uang Penghargaan masa kerja = 1 x 3 x Rp1.450.000,00
3. Penggantian Hak Perumahan serta Pengobatan dan Perawatan = 1 x 15% x Rp15.950.000,00
4. Uang Jaminan Hari Tua (JHT) selama bekerja = Rp1.450.000,00 x 5,7% x 96 bulan
5. Uang THR keagamaan tahun 2014 = Rp 1.450.000,00
6. Upah proses 6 bulan x upah terakhir
Total = Rp36.426.900,00.”
Pihak pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Bahwa ternyata putusnya hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat, bukanlah karena berakhirnya masa kontrak kerja, maka sesuai Pasal 156 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Tergugat wajib membayar hak-hak normatif Para Penggugat I dan II sesuai masa kerja masing-masing, yang terdiri dari uang pesangon sebanyak 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) huruf c, uang penghargaan masa kerja sebanyak 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) huruf c, uang penggantian hak perumahan dan pengobatan sebesar 15%, uang Jaminan Hari Tua (JHT), uang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2014, upah proses 6 (enam) bulan upah;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Palu, dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. PANTAI TIMUR JAYA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. PANTAI TIMUR JAYA, tersebut;”
Kian culas pihak pengusaha terhadap pekerjanya, semakin hina jadinya ketika sang pengusaha dihadapkan ke pengadilan. Yang paling sensitif dari sengketa hubungan industrial, sang pengusaha sejatinya tengah mencemarkan nama dirinya sendiri dengan berlaku secara tidak patut terhadap para pekerjanya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.