Meninggalnya Debitor Tidak Menghapus Kewajiban Hutang-Piutang

LEGAL OPINION
Question: Apakah dengan meninggalnya debitor / pemberi agunan, mengakibatkan lelang eksekusi atas jaminan kebendaan menjadi pupus / gugur demi hukum?
Brief Answer: Meninggalnya debitor tidak memutus tanggung jawab, hak, maupun kewajiban masing-masing debitor terhadap kreditornya dan sebaliknya. Kaedah ini pun berlaku sekalipun debitor tidak memiliki seorang pun ahli waris.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara gugatan perdata register Nomor 37 K/Pdt/2014 tanggal 28 Mei 2015, sengketa antara:
- Lima orang ahli waris debitor/pemberi agunan, sebagai Para Pemohon Kasasi, dahulu Para Terbanding, semula Pelawan I, II, III, IV, dan V; melawan
- PT. BANK UOB BUANA, Tbk., selaku Termohon Kasasi, semula Pembanding, dahulu Terlawan I; dan
- KANTOR LELANG NEGARA SEMARANG, sebagai Turut Termohon Kasasi, semula Turut Terbanding, dahulu Terlawan II.
Dalam sebuah perjanjian kredit, Terlawan I berkedudukan sebagai kreditor sedangkan orang tua Para Pelawan berkedudukan sebagai pihak debitur, sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dengan agunan berupa sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang kemudian dibebani dengan Hak Tanggungan dan kini menjadi Objek Sengketa.
Orang tua Para Pelawan jatuh sakit setelah itu meninggal dunia sebelum masa perjanjian kredit berakhir, sehingga Para Pelawan berasumsi bahwa meninggalnya debitor mengakibatkan hutang dan beban Hak Tanggungan menjadi hapus.
Meski Terlawan I telah mengetahui dengan pasti bahwa debitor telah meninggal dunia, namun ternyata Terlawan I mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Semarang atas Objek Sengketa (fiat eksekusi), dengan mendudukan almarhum debitor sebagai Termohon Eksekusi, diberi aanmaning (surat peringatan) supaya datang menghadap Ketua Pengadilan Negeri Semarang.
Padahal, jelas debitor pada saat itu benar-benar telah meninggal dunia, dengan demikian secara yuridis formil panggilan dimaksud cacat hukum dan error personal karena orang yang telah meninggal dunia tetapi tetap dipanggil untuk eksekusi, dalil Para Pelawan.
Karena pihak yang dipanggil telah meninggal dunia, maka terang tidak mungkin datang untuk memenuhi panggilan dimaksud. Para Pelawan melanjutkan keluh-kesahnya, bahwasannya akumulasi tagihan hutang terhadap orang tua Para Pelawan sungguh sangat ironik dan berlebih-lebihan karena dalam tagihan tersebut tetap menetapkan denda dan bunga yang terus berjalan padahal pihak debitur jelas telah secara nyata meninggal dunia, demikian akan juga terlihat adanya sikap yang beriktikat buruk dari Terlawan I bahwa dalam perjanjian kredit dimaksud tidak diasuransikan jiwa sebagaimana mestinya, oleh karenanya sudah cukup jelas bahwa rangkaian proses dalam perjanjian kredit dimaksud adalah cacat hukum.
Memang menjadi kelewatan ketika kreditor telah beritikad baik menyalurkan kredit, namun kemudian dijadikan kambing hitam. Sejatinya agunan yang diikat jaminan kebendaan sudah cukup menjadi jaminan pelunasan piutang kreditor, tanpa harus dibebani asuransi jiwa yang bisa jadi memberatkan debitor yang bisa jadi bomerang ketika debitor menyatakan kewajiban mengikuti asuransi kredit ataupun asuransi jiwa adalah tindakan tidak patut dari kreditor. Prinsip dasarnya, jaminan kebendaan menghindari beban ekonomi biaya tinggi demikian.
Berbekal keyakinan demikian, Para Pelawan mengajukan perlawanan sita eksekusi lelang atas objek agunan. Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Semarang kemudian secara mengejutkan memberikan Putusan Nomor 261/PDT.G/2011/PN.SMG., tanggal 29 Maret 2012 dengan amar sebagai berikut:
“Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi dari Terlawan-I dan Terlawan-II;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan Para Pelawan adalah Pelawan yang benar;
- Menyatakan batal demi hukum eksekusi lelang pada tanggal 11 Agustus 2011 terhadap barang objek sengketa;”
Dalam tingkat banding atas permohonan Terlawan I, Putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan Putusan Nomor 71/Pdt/2013/PT.Smg., tanggal 15 Juli 2013 sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
“MENGADILI:
- Menerima Permohonan Banding dari Pembanding/Terlawan I;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Semarang, tanggal 29 Maret 2012 Nomor 261/Pdt.G/2011/PN.Smg., yang dimintakan banding tersebut;
MENGADILI SENDIRI:
Dalam Eksepsi:
- Mengabulkan eksepsi dari Pembanding/Terlawan I;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan perlawanan dari Para Terbanding/Pelawan tidak dapat diterima;”
Para Pelawan mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, karena meneliti dengan saksama Memori Kasasi tertanggal 5 Oktober 2013 dan Kontra Memori Kasasi tertanggal 8 November 2013 dihubungkan dengan pertimbangan Putusan Judex Facti, dalam hal ini Putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Semarang, dan menyatakan gugatan perlawanan Pelawan tidak dapat diterima, tidak terdapat adanya kesalahan dalam penerapan hukum dan telah memberi pertimbangan yang cukup, oleh karenanya adalah beralasan untuk menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. TAN NYAP HOEI, 2. TAN GAP SIOK, 3. ROBBY TANJAYA d/h TAN NGAUW TJENG, 4. ALEX TANJAYA d/h TAN GAP LAIJ dan 5. TAN GAP PIAH, tersebut.”
Benar, menjadi tidak adil ketika pailitnya debitor, baik debitor perorangan maupun debitor korporasi, mengakibatkan seluruh beban tanggung jawabnya terputus. Sementara meninggalnya seseorang debitor, mengakibatkan hutang-piutangnya tetap berlanjut kepada para ahli warisnya.
Yang tidak adil bukanlah hukum jaminan kebendaan maupun konsep hukum perdata hutang-piutang, namun yang tidak adil ialah konsep hukum kepailitan yang memang jauh dari kata adil.
Sementara kematian adalah sebuah tragedi kehidupan, kepailitan adalan konsep hukum dengan sifat simalakama.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.