Menggugat agar Diizinkan Pensiun, Tanpa Disertakan Program Jaminan Hari Tua maka Pekerja Berhak atas Pesangon Dua Kali Ketentuan

LEGAL OPINION
Question: Saudara kami sedang menghadapi masalah pelik. Dirinya terbilang sudah sangat lanjut usia, namun pihak pengusaha belum juga mau membuat keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) usia pensiun yang kelihatannya memang disengaja untuk tidak memberi saudara kami pesangon yang memang sudah menjadi haknya. Apa yang bisa saudara kami atau kami lakukan agar beliau dapat dinyatakan pensiun disertai kompensasi pesangon? Lebih rumit lagi, karena saudara kami selama puluhan tahun bekerja pada pengusaha tersebut sama sekali tidak disertakan pada program jaminan hari tua maupun pensiun. Sebenarnya apakah ada aturan hukum mengenai kapan seorang pegawai swasta wajib dinyatakan pensiun?
Brief Answer: Sistem hubungan ketenagakerjaan antara Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Swasta agak berbeda. Sistem pensiun dalam hubungan kerja Pegawai Swasta dilandasi kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja. Ketika baik Peraturan Perusahaan maupun Perjanjian Kerja Bersama tidak mengatur hal tersebut secara spesifik, maka ketentuan pensiun mengenai batas umur pensiun PNS dapat diterapkan secara analogi ketika pekerja hendak pensiun.
Bila pengusaha tidak bersedia memutus hubungan kerja, pekerja yang telah lanjut usia dapat mengajukan gugatan terhadap pemberi kerja ke hadapan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) agar dinyatakan “putus” hubungan kerja saat putusan dibacakan hakim disertai hak-hak normatifnya.
Yang perlu dipahami, baik oleh pihak pengusaha maupun pekerja, ketentuan Pasal 167 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur, dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya sengketa hubungan industrial register Nomor 37/G/2016/PHI Sby tanggal 13 Juni 2016, antara:
- SUPARNO alias GIMIN, sebagai Penggugat; melawan
- PT LANGGENG MAKMUR INDUSTRI Tbk Unit II, sebagai Tergugat.
Penggugat telah bekerja pada Tergugat sejak tahun 1976 sebagai tenaga Teknik, sementara Penggugat lahir tahun 1952 sehingga sudah sangat wajar apabila kondisi kesehatan sangat menurun dikarenakan usia yang sudah lanjut dan banyaknya tenaga yang telah di-forsir puluhan tahun untuk mengabdi bagi Perusahaan Tergugat.
Dengan menurunnya daya tahan tubuh, lemahnya tenaga, kurangnya pendengaran, dan yang paling menjadi masalah adalah kurangnya daya penglihatan, sehingga berakibat seringnya yang bersangkutan mengalami kecelakaan terutama pada waktu berkendara di jalan raya sebagaimana pada tahun 2015 pernah mengalami 2 (dua) kali kecelakaan.
Sebenarnya kondisi penggugat sudah diketahui oleh pihak Tergugat, sehingga Penggugat sudah tidak lagi diberi tugas khusus dan pekerjaan yang semula dipercayakan oleh penggugat atau sudah diserahkan kepada pekerja/buruh yang lain.
Melihat usia penggugat sudah hampir 64 tahun dan mengabdi bagi perusahaan selama 40 tahun sehingga wajar dan manusiawi apabila yang bersangkutan hendak istirahat untuk rmenikmati hasil jerih payahnya selama puluhan tahun bekerja.
Mengingat kondisi penggugat yang sekiranya sudah tidak memungkinkan untuk dipaksakan bekerja maka demi menjaga keselamatan jiwa dan keamanan perusahaan serta untuk menghindiri hal-hal yang tidak diinginkan atau kejadian yang lebih fatal maka Penggugat memohon kepada Pimpinan Perusahaan untuk Pensiun.
Pada akhir tahun 2015 Penggugat lewat Serikat Pekerja mengajukan permohonan pensiun kepada Tergugat akan tetapi tidak mendapat tanggapan. Karena sudah dua kali mengajukan Permohonan perundingan tetapi tidak ada tanggapan dari Tergugat, maka Penggugat mengajukan Permohonan Percatatan Perselisihan Hubungan Industrial ke hadapan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Disnaker) Kab. Sidoarjo.
Setelah dilakukan mediasi selanjutnya Disnaker menerbitkan anjuran, yang berbunyi sebagai berikut:
1. Pengusaha PT.Langgeng Makmur Industri Tbk dan Pekerja (Sdr. Suparno), agar sepakat mengakhiri hubungan kerja karena memasuki usia pensiun terhitung mulai 31 Januari 2016;
2. Atas Pengakhiran Hubungan kerja Sebagaimana Point 1 (satu) di atas pengusaha PT. LANGGENG MAKMUR INDUSTRI Tbk agar membayar Hak Hak pekerja (Sdr. Suparno), sebagaimana ketentuan pasal 167 ayat 5 Undang-undang no.13 tahun 2003;
3. Pengusaha PT. LANGGENG MAKMUR INDUSTRI Tbk dan pekerja (Sdr.Suparno) agar memberikan jawaban atas anjuran selambat lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterima anjuran ini;
4. Apabila Kedua belah pihak menyetujui anjuran tertulis, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak anjuran tertulis disetujui, para pihak menghadap mediator Hubungan Industrial untuk dibuatkan perjanjian bersama;
5. Apabila para pihak tidak memberikan jawaban dalam batas waktu tersebut di atas, dianggap menolak anjuran, dan para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian Perselisihan tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya.
Penggugat menerima isi anjuran tetapi Tergugat menolak Anjuran. Adapun bantahan pihak Tergugat, meski agak terdengar “kelewatan”:
- Tergugat menolak kalau kondisi kesehatan Penggugat menurun, karena Tegugat menyaksikan sendiri kalau Penggugat setiap hari masuk kerja dan menjalankan pekerjaanya dengan baik tanpa ada kendala, walaupun dibantu oleh beberapa orang anak buahnya dibagian teknik dan Penggugat masih sangat dibutuhkan keahliannya;
- Tergugat menyatakan menolak keinginan Penggugat untuk pensiun karena masih dibutuhkan keahliannya, dan adalah hak Tergugat untuk memutuskan apakah pekerja ini layak dipensiunkan atau masih dapat dipertahankan untuk bekerja.
Terhadap gugatan tersebut, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebelum tiba pada amar putusannya sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah mencermati bukti-bukti surat yang telah diajukan oleh Penggugat maupun Tergugat serta keterangan saksi Penggugat yang diajukan dipersidangan diperoleh fakta bahwa di perusahaan Tergugat belum ada ketentuan yang mengatur tentang batasan usia pensiun pekerjanya, baik yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) maupun dalam Peraturan Perusahaan (PP);
“Menimbang, bahwa oleh karena batasan usia pensiun belum diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ataupun dalam Peraturan Perusahaan (PP) tersebut, maka ketentuan usia pesiun dapat merujuk pada ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Pensiun, yang pada pokoknya mengatur bahwa usia pensiun normal ditetapkan 56 (lima puluh enam) tahun dan apabila yang bersangkutan tetap dipekerjakan maka paling lama 3 (tiga) tahun setelah usia pensiun tersebut, sehingga batas usia pensiun maksimum menjadi 59 (lima puluh sembilan) tahun;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-1, P-2 serta keterangan saksi bernama Ahmad Agus Mustofa dan Zuhdi Ratmoko diperoleh fakta bahwa Penggugat lahir di Sidoarjo pada tanggal 04 Juli 1952, dengan demikian usia Penggugat sampai saat ini 63 tahun 11 bulan dan kondisi fisik Penggugat sudah menurun baik penglihatan maupun pendengarannya;
“Menimbang, bahwa oleh karena saat ini Penggugat sudah berusia 63 tahun 11 bulan dimana telah melebihi batas maksimum usia pensiun yang ditentukan, serta mengingat kondisi fisik Penggugat sudah menurun, maka merujuk Pasal 15 ayat (1) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2015, Penggugat berhak mengajukan pensiun dari pekerjaannya;
“Menimbang, bahwa kemudian dalam ketentuan Pasal 167 ayat (5) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, menurut pendapat Majelis Hakim telah cukup alasan untuk mengabulkan tuntutan Penggugat sebagaimana tersebut, dengan menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat karena usia pensiun terhitung sejak putusan ini diucapkan, dan mewajibkan Tergugat membayarkan hak Penggugat berupa uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“Menimbang, bahwa selanjutnya berdasarkan Pasal 167 ayat (5) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka hak-hak yang harus diterima Penggugat dengan masa kerja 39 (tiga puluh sembilan) tahun lebih dan upah terakhir sebesar Rp.4.620.000,00 (empat juta enam ratus dua puluh ribu rupiah), adalah sebagai berikut :
a) Uang pesangon (UP) 2 x 9 (bulan) x Rp.4.620.000,00 = Rp.83.160.000,00
b) Uang penghargaan masa kerja (UPMK) 1 x 10 (bulan) x Rp.4.620.000,00 = Rp. 46.200.000,00
c) Uang penggantian hak (UPH) 15 % x Rp.129.360.000,00 = Rp. 19.404.000,00
Total keseluruhan - Rp.148.764.000,00.
 “Menimbang, bahwa terhadap petitum Penggugat maupun sanggahan dari Tergugat, yang secara substansial telah tercakup dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim tersebut, maka tidak perlu diberikan pertimbangan lagi secara khusus dan sendiri-sendiri;
“Menimbang, bahwa berdasarkan segala sesuatu yang telah dipertimbangkan tersebut di atas dan tanpa perlu lagi mempertimbangkan bukti-bukti lainnya telah cukup alasan bagi Majelis Hakim berkesimpulan untuk mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat karena usia pensiun terhitung sejak putusan perkara ini diucapkan;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Penggugat secara tunai sebesar Rp.148.764.000,00 (seratus empat puluh delapan juta tujuh ratus enam puluh empat ribu rupiah).”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.