Masa Berlaku Blokir Tanah Bersertifikat, Aturan Main yang Kerap Dilanggar Sendiri oleh Badan Pertanahan Nasional

LEGAL OPINION 
Question: Sebenarnya apa benar tanah dapat diajukan blokir ke BPN hingga bertahun-tahun bahkan hingga tanpa batas waktu? Lebih mengherankan lagi ketika blokir diajukan oleh pihak ketiga yang bukan pemilik hak atas tanah, jadi buat apa dibuat sertifikat tanah? Hal ini sering kali kami alami dan sangat membingungkan saya tentang aturan main di BPN. Sebenarnya bagaimana pengaturan hukum mengenai blokir tanah? Buat apa ada sertifikat bila bisa diblokir orang lain seenaknya.
Brief Answer: Sebenarnya Kantor Pertanahan bukan tidak tahu aturan mengenai blokir tanah berdasarkan permohonan pemilik hak atas tanah ataupun blokir yang diajukan oleh pihak ketiga, keduanya hanya efektif berlaku selama 30 (tiga puluh) hari—permasalahan utamanya ialah kerap terjadi kolusi aparatur Kantor Pertanahan sehingga blokir tetap melekat pada Buku Tanah.
Sementara itu pendirian pengadilan lebih objektif serta yuridis, dimana jika perkara ini dihadapkan ke pengadilan, maka Majelis Hakim akan berpendapat bahwa Blokir yang dilakukan oleh suatu pihak karena tidak disertai dengan gugatan dan putusan sita jaminan dari Pengadilan, maka blokir tersebut hapus lewat dari jangka waktu 30 hari sejak tanggal pencatatan, dimana blokir hapus tanpa perlu dilakukan pencabutan blokir oleh pihak yang mengajukan blokir, karena blokir demikian akan otomastis hapus demi hukum.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi register gugatan perkara perdata Nomor 142/PDT.G/2012/PN.BWI tanggal 7 Februari 2013, antara:
- SUYONO, sebagai Penggugat; melawan
1. PT. Bank Perkreditan Rakyat Delta Artha Panggung, sebagai Tergugat I;
2. Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Banyuwangi, selaku Tergugat II.
Penggugat mengklaim dirinya sebagai pemilik sebidang tanah pekarangan seluas ± 225 M2 dengan surat bukti kepemilikan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 882/Kelurahan Karangrejo a/n. Suyono. SHM tersebut dipegang/disimpan Penggugat, dimana saat ini tidak sedang dijadikan sebagai jaminan hutang kepada siapapun dan tidak juga dijadikan sebagai jaminan hutang kepada Tergugat I (PT. BPR Deitha Artha Panggung).
Yang menjadi pokok permasalahan, terhitung mulai tahun 2003 s/d sekarang (secara terus menerus dan tidak terputus telah dilakukan pemblokiran oleh tergugat II selaku Kantor Pertanahan untuk memenuhi permintaan tergugat I.
Blokir demikian dirasakan merugikan Penggugat selaku pemilik tanah. Adapun kerugian yang dialami Penggugat, tidak bisa bertindak bebas atas tanah miliknya tersebut sekalipun sudah bersertifikat hak milik.
Negara dalam hal ini memiliki kewajiban secara hukum untuk melindungi serta menghormati hak-hak Penggugat atas tanah miliknya yang sudah bersertifikat. Blokir tersebut menciptakan kesan seolah-olah diri memiliki hutang kepada Tergugat I yang tidak terbayar sejak tahun 2003 hingga sekarang.
Setiap upaya yang dilakukan oleh Penggugat untuk menjual tanah miliknya tersebut kepada pihak ketiga selalu berujung kepada kegagalan, disamping tidak dapat menjadikan objek tanah sebagai agunan fasilitas kredit pada perbankan.
Dalam keheranannya, Penggugat menyebutkan dirinya merasa hidup di negara yang tidak menjamin kepastian hukum. Bila perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Tergugat I bersama-sama Tergugat II tidak dijatuhi sanksi berat, maka:
a. Perbuatan melanggar hukum berupa melakukan pemblokiran terhadap SHM yang telah dikeluarkan secara sah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuwangi seperti itu:
- akan berulang-ulang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II tanpa hak/tanpa alasan hukum yang kuat.
- pemblokiran sertifikat hak atas tanah dilakukan atas pesanan pihak-pihak yang sedang sentimen belaka.
b. Sehingga tidak terbentuk kepastian hukum di negeri ini, yang bisa jadi masyarakat luas akan menjadi korban serupa dikemudian hari.
Yang memang sangat mengherankan, sudah terdapat pengaturan prosedur bagi Kantor Pertanahan melayani permintaan pemblokiran terhadap sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan itu sendiri, yakni Iamanya pemblokiran secara mutlak hanya berlaku efektif selama 30 (tiga puluh) hari.
Tetapi pemblokiran oleh Tergugat II selaku Kantor Pertanahan telah berlaku terus-menerus terhitung mulai sejak dimohon oleh Tergugat I pada tahun 2003 hingga sekarang ini telah berjalan selama 9 tahun.
Ketentuan mengenai blokir tanah memiliki pengaturan tegas dalam Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi:
(1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam Buku Tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan obyek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan.
(2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir.
(3) Apabila Hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud ayat (1) memerintahkan status quo atas hak atas tanah yang atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat dalam Buku Tanah.
(4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali apabila diikuti dengan putusan situ jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Terhadap gugatan tersebut, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebelum tiba pada amar putusannya, sebagai berikut:
“Menimbang ... , Yang menjadi permasalahan dalam perkara a quo adalah apakah setelah berakhirnya masa blokir yang 30 hari tersebut Tergugat II masih melakukan pemblokiran lanjutan atau tidak. Dimana Penggugat mendalilkan setelah berakhirnya masa blokir selama 30 hari, Tergugat II telah melakukan blokir lanjutan sampai tahun 2012 ini (9 tahun) atas Sertifikat Hak Milik No. 882/Kel. Karangrejo atas nama SUYONO, Tergugat I menyatakan pemblokiran hanya diminta 1 kali pada tanggal 27 Januari 2003 dan berlaku selama 30 hari, yaitu sejak tanggal 27 Januari 2003 (pengajuan surat permohonan dari Tergugat I) sampai dengan 27 Pebruari 2003, sedangkan Tergugat II menyatakan blokir hanya selama 30 hari sejak tanggal pencatatan tanggal 20 Pebruari 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T.II-1, yang berupa fotocopy Sertifikat Hak Milik No. 882/Kel. Karangrejo a.n. SUYONO, bukti mana merupakan akta otentik sehingga kekuatan pembuktiannya sempurna dan mengikat, telah terungkap fakta bahwa atas Sertifikat Hak Milik No. 882/Kel. Karangrejo a.n. SUYONO pernah 1 (satu) kali dilakukan pemblokiran atas permintaan PT. BPR Delta Artha Panggung Banyuwangi berdasarkan surat permohonan No. 008/BPR.DAPB/I/2003 tanggal 27 Januari 2003. Permohonan tersebut telah dicatat oleh Tergugat II dalam sertifikat tanggal 20 Pebruari 2003;
“Menimbang, bahwa dalam bukti T.II-1 tersebut juga dinyatakan sesuai pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, catatan blokir tersebut telah hapus dalam waktu 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan (tanggal 20 Pebruari 2003);
“Menimbang, bahwa pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan sebagai berikut: ...
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa Blokir yang dilakukan oleh Tergugat I atas permintaan Tergugat I terhadap SHM No. 882/Karangrejo tersebut, karena tidak dilampiri dengan gugatan dan putusan sita jaminan dari Pengadilan, maka blokir tersebut sudah hapus pada tanggal 30 Maret 2003 (jangka waktu 30 hari sejak tanggal pencatatan yaitu sejak tanggal 20 Pebruari-2003) dan blokir hapus tanpa perlu dilakukan pencabutan blokir oleh pihak yang memblokir tersebut, karena blokir tersebut sudah otomastis hapus demi hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan dari Tergugat I serta bukti T.II-1 tidak ada blokir lanjutan atas SHM No. 882/Kel. Karangrejo a.n. Suyono (Penggugat);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas telah terbukti bahwa pemblokiran atas sertifikat hak milik No. 882/Kel. Karangrejo a.n. SUYONO hanya dilakukan 1 (kali) dan tidak ada blokir lanjutan. Pemblokiran tersebut demi hukum telah hapus setelah 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan. Bila pencatatan blokir tanggal 20 Pebruari 2003 berarti blokir demi hukum hapus tanggal 20 Maret 2003. Dengan demikian Tergugat telah dapat membuktikan dalilnya. Sedangkan dalil Penggugat bahwa sertifikat hak milik No. 882/Kel. Karangrejo a.n. SUYONO telah diblokir selama 9 tahun sejak tahun 2003 hingga sekarang (ada blokir lanjutan) tidak terbukti.”
Disayangkan Majelis Hakim menolak gugatan Penggugat. Semestinya yang menjadi tuntutan gugatan dirumuskan untuk memohon agar pengadilan menyatakan Buku Tanah bersih dari catatan blokir, sehingga Majelis Hakim dapat membuat putusan dengan jenis amar deklaratif, yakni menyatakan bahwa Buku Tanah dan Sertifikat Hak Atas Tanah bersih dari blokir demikian sehingga dapat dibebani sebagai jaminan kebendaan maupun dialihkan oleh pemiliknya kepada pihak ketiga sehingga pihak Kantor Pertanahan tidak lagi dapat berkilah mengingat aparatur Kantor Pertanahan kerap sesuka hati menafsirkan “catatan” blokir demikian sebagai sudah kadaluarsa ataukah masih mengikat.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.