Fakta Dibalik Permohonan Perpanjangan Hak atas Tanah Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan

LEGAL OPINION
Question: Saya dengar untuk memperpanjang (keberlakuan masa berlaku) sertifikat tanah wajib dimohonkan 2 tahun sebelum kadaluarsa. Nah, jika diajukan dua atau tiga tahun sebelum masa berlaku sertifikat habis, nanti perpanjangan haknya apakah dihitung dari sejak saat dimohonkan atau sejak saat sertifikat tanah itu habis masa berlakunya? Apa konsekuensi terburuk bila SHGB milik saya tidak kunjung saya perpanjang meski telah habis masa berlakunya, saya dengar hak atas tanah menjadi jatuh pada tanah negara, apa benar?
Brief Answer: Secara yuridis, baik Hak Guna Usaha (HGU) maupun Hak Guna Bangunan (HGB) memang harus diperpanjang 2 (dua) tahun sebelum masa berlakunya habis. Sekalipun permohonan perpanjangan dikabulkan tiga atau empat tahun sebelum berakhirnya hak, perpanjangan tersebut dihitung sejak tanggal berakhirnya hak atas tanah yang dimohonkan—oleh karenanya tidak dapat dibenarkan bila terdapat pemegang hak yang menyatakan tidak sempat mengajukan permohonan perpanjangan hak atas tanah.
SHGB berupa objek rumah tinggal, sebenarnya tidak perlu khawatir bila masa berlaku SHGB berakhir, karena pemilik eks-HGB diberi hak priviledge oleh aturan internal Kantor Pertanahan untuk mengajukan hak milik atas objek tanah dan rumah—sehingga dalam perspektif tertentu, SHGB adalah “SHM terselubung” sehingga SHGB berupa objek tanah dengan rumah diatasnya rasanya cukup mustahil untuk jatuh sebagai “tanah negara” meski undang-undang tentang Pokok Agraria menyebutnya demikian.
PEMBAHASAN:
Pasal 25 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan (Perkaban 9/1999):
“Permohonan perpanjangangan jangka waktu Hak Guna Usaha diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut.”
Pasal 30 Perkaban 9/1999:
(1) Keputusan mengenai perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha mulai berlaku sejak berakhirnya hak yang bersangkutan.
(2) Pembaharuan Hak Guna Usaha mulai berlaku sejak didaftarkannya keputusan Pemberian Hak Guna Usaha di Kantor Pertanahan.
Pasal 41 Perkaban 9/1999:
“Permohonan perpanjangangan jangka waktu Hak Guna Bangunan diajukan oleh pemegang hak dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu hak tersebut.”
Pasal 47 Perkaban 9/1999:
(1) Keputusan mengenai perpanjangan jangka waktu Hak Guna Bangunan mulai berlaku sejak berakhirnya hak yang bersangkutan.
(2) Pembaharuan Hak Guna Bangunan mulai berlaku sejak didaftarkannya keputusan Pemberian Hak Guna Usaha di Kantor Pertanahan.
Pasal 77 Perkaban 9/1999:
Hak Milik atas tanah umtuk rumah tinggal diberikan kepada Warga Negara Indonesia untuk Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang dipergunakan untuk rumah tinggal baik yang masih berlaku maupun yang sudah berakhir jangka waktunya.”
Pasal 78 Perkaban 9/1999:
“Permohonan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan sesuai contoh Lampiran 17.”
Pasal 79 Perkaban 9/1999:
Permohonan Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 memuat :
1. keterangan mengenai pemohon: nama, tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan keterangan mengenai bidang-bidang tanah yang telah dipunyai.
2. keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: sertipikat, letak, batas-batas dan luasnya (sebutkan tanggal dan nomor surat ukurnya).
3. keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki termasuk bidang tanah yang dimohon.
Pasal 80 Perkaban 9/1999:
Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dilampiri dengan :
a. bukti identitas pemohon;
b. sertipikat tanah yang bersangkutan;
c. bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa:
1) foto copy ijin Mendirikan Bangunan yang mencamtumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, atau
2) surat keterangan dari Kepala Desa/Kelurahansetempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila Izin mendirikan Bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang;
3) foto copy SPPT PBB tahun berjalan atau terakhir;
4) surat pernyataan dari pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanahtanah yang dimiliki termasuk bidang tanah yang dimohon, sesuai dengan contoh Lampiran 3.
Pasal 83 Perkaban 9/1999:
(1) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan berkas permohonan telah cukup untuk mengambil keputusan, apabila tanahnya melebihi luas yang tidak terkena uang pemasukan sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan yang berlaku, kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan surat pemberitahuan penetapan uang pemasukan kepada Negara sesuai contoh Lampiran 20.
(2) Setelah uang pemasukan dan biaya pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilunasi, Kepala Kantor Pertanahan:
a. Menegaskan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atau bekas Hak Guna Bangunan atau bekas Hak Pakai tersebut menjadi tanah Negara serta mendaftar dan mencatatnya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya. [Note SHIETRA & PARTNERS: Karena sifatnya perlu “ditegaskan”, maka dapat ditarik kesimpulan secara a contrario, selama tiada penegasan tersebut maka belum sepenuhnya menjadi tanah negara sekalipun berupa ex-HGB.]
b. Selanjutnya memberikan dan mendaftarnya menjadi Hak Milik serta mencatatnya dalam buku tanah, seripikat dan daftar umum lainnya;
c. Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, harus mencantumkan keputusan pemberian hak secara umum sebagai dasar pemberian haknya;
d. Menerbitkan seripikat Hak Milik.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.