Dicabutnya Izin akibat Kelalaian Pemohon, Telaah Kasus Tidak Diberikannya Izin Pembukaan Lahan akibat Ketidaksiapan Pemohon Pengusaha Perkebunan

LEGAL OPINION
Question: Katanya bila pemerintah atau otoritas terkait tidak juga membuat surat jawaban atas permohonan, diartikan permohonan izin tersebut dikabulkan (keputusan tata usaha negara fiktif positif), apa betul demikian dalam praktiknya?
Brief Answer: Kecondongannya demikian berdasarkan kaedah undang-undang mengenai administrasi pemerintahan, namun secara kasuistis Majelis Hakim perlu meninjau fakta-fakta yang melingkupi permasalahan hukum yang dihadapkan, seperti kelayakan dan kepatutan pemohon dalam mengajukan permohonan, apakah telah sesuai prosedur atau kualitas tertentu, dan sebagainya—jadi tak selalu diartikan otomatis dianggap dikabulkan sehingga tetap terbuka bagi Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menyatakan permohonan pemohon tersebut ditolak jika memang terbukti tidak dilandasi bukti-bukti memadai.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi yang akan SHIETRA & PARTNERS angkat berikut cukup mewakili pertanyaan diatas, sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa tata usaha negara tingkat kasasi register Nomor 692K/TUN/2015 tanggal 25 Februari 2015, perkara yang terjadi antara:
- BUPATI BERAU (Kalimantan Timur), sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Terbanding, semula Tergugat; melawan
- PT. INDO ALAM MAKMUR, sebagai Termohon Kasasi, semula Pembanding, dahulu Penggugat.
Pada tahun 2008, Penggugat bermaksud untuk usaha budidaya kelapa sawit di Kabupaten Berau. Untuk itu Penggugat mengajukan permohonan usaha budidaya kelapa sawit kepada Bupati Berau (Tergugat). Selanjutnya atas permohonan Penggugat tersebut, Tergugat memberi ijin kepada Penggugat untuk membuka usaha budidaya kelapa sawit, selanjutnya untuk keperluan usaha tersebut, diperlukan pembibitan kelapa sawit.
Untuk pembibitan kelapa sawit, Penggugat mengajukan permohonan ijin lokasi perkebunan kelapa sawit secara tertulis. Atas permohonan tersebut, Tergugat menerbitkan Surat Keputusan tanggal 2 Mei 2008 tentang pemberian ijin lokasi untuk keperluan pembangunan perkebunan kelapa sawit seluas kurang lebih 3.360 Ha di Kampung Sukan Tengah Kabupaten Berau kepada Penggugat dengan masa berlaku 1 (satu) tahun.
Kemudian pada tanggal 3 September 2008, Penggugat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Tergugat untuk Ijin Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Berau. Sebagai tanggapan, terbit Keputusan Bupati Berau Nomor 468 Tahun 2009 tentang Pemberian Ijin Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit seluas 2.900 Ha di Kampung Sukan Kabupaten Berau kepada Penggugat.
Permohonan ijin usaha budidaya perkebunan kelapa sawit yang diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat sesuai Keputusan Bupati Berau No. 468 Tahun 2009 pada bagian memutuskan angka Keempat menyatakan: Ijin Usaha Budidaya Perkebunan ini diberikan selama 30 (tiga puluh) tahun.
Mengingat ijin lokasi perkebunan kelapa sawit tahun 2008 akan kadaluarsa maka Penggugat mengajukan permohonan perpanjangan. Selanjutnya oleh Badan Pelayanan Perijinan terpadu diterbitkan kembali Surat Ijin Lokasi tanggal 21 Juli 2009 dengan masa berlaku 1 (satu) tahun.
Saat akan berakhir masa perpanjangan ijin lokasi diatas, Penggugat mengajukan permohonan perpanjangan kembali ijin lokasi, Tergugat menerbitkan Surat Keputusan Bupati Berau tanggal 2 September 2010 Nomor 535 Tahun 2010 dengan masa berlaku 1 (satu) tahun.
Setelah Penggugat mendapat Ijin Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit selama 30 tahun dan Ijin Lokasi perkebunan kelapa sawit berikut dengan perpanjangannya tersebut diatas, Penggugat telah siap melakukan penanaman bibit-bibit kelapa sawit. Namun Tergugat tidak menerbitkan ijin pembersihan lahan/ijin Land Clearing (LC) yang dimohon oleh Penggugat, maka Penggugat tidak dapat melakukan penanaman bibit-bibit kelapa sawit yang telah disiapkan.
Padahal Penggugat telah mengajukan permohonan ijin LC untuk penanaman bibit kelapa sawit kepada Tergugat dengan surat tertanggal 19 November 2010, namun sampai dengan saat ini Tergugat tidak membuat jawaban tertulis atas permohonan tersebut. Hal ini berarti sudah 4 (empat) tahun lamanya Tergugat tidak memutuskan surat permohonan ijin LC dari Penggugat, sehingga Tergugat dinilai telah melanggar Pasal 17 Ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perijinan Usaha Perkebunan di Kabupaten Berau, yang mengatur:
“Dalam waktu 1 (satu) bulan Pejabat pemberi ijin harus memutuskan permohonan ijin tersebut dapat dipenuhi atau ditolak.”
Ijin LC tersebut diperlukan Penggugat untuk pembersihan lahan yang akan dilakukan penanaman kelapa sawit. Lagi pula ijin LC tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya illegal logging (penebangan liar) bilamana di dalam lahan yang akan dibersihkan untuk penanaman kelapa sawit tersebut terdapat tegakan (kayu) yang berdiameter kurang lebih 50 cm ke atas. Sehingga dengan tidak diterbitkannya ijin LC tersebut oleh Tergugat, Penggugat tidak dapat melakukan penanaman kelapa sawit yang telah disiapkan bibit-bibitnya oleh Penggugat, dimana sekarang bibit-bibit tersebut telah menjadi besar sehingga tidak dapat dipindahkan lagi.
Akibat Tergugat tidak menerbitkan ijin LC yang dimohonkan oleh Penggugat, mengakibatkan Penggugat dilaporkan oleh investor perkebunan kelapa sawit dengan dugaan penggelapan dana / modal yang ditanamkan kepada Penggugat untuk keperluan perkebunan kelapa sawit. Padahal semua ini adalah akibat dari tidak diterbitkannya ijin LC oleh Tergugat sehingga Penggugat tidak dapat melakukan penanaman kelapa-kelapa sawit yang telah disiapkan oleh Penggugat, demikian Penggugat menuturkan.
Perkara laporan Pemasok Modal tersebut terhadap Penggugat saat ini masih dalam pemeriksaan Mahkamah Agung RI. Selanjutnya Penggugat menerima Surat dari Tergugat yang dilampirkan keputusan Tergugat, berupa Surat Keputusan Bupati Berau Nomor 549 Tahun 2014 tanggal 18 Agustus 2014 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Berau Nomor 468 Tahun 2009 tentang Pemberian Ijin Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit.
Penggugat mengirimkan surat keberatan kepada Tergugat. Namun hingga Penggugat mengajukan gugatan ini, Tergugat tidak memberikan tanggapan atas keberatan Penggugat tersebut.
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda telah mengambil putusan, yaitu Putusan Nomor 32/G/2014/PTUN.SMD., tanggal 04 Maret 2015 yang amarnya sebagai berikut:
1. Menolak gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp276.000,00. (dua ratus tujuh puluh enam ribu Rupiah);
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara diatas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Maret dengan Putusan Nomor 127/B/2015/PT.TUN.JKT., tanggal 19 Agustus 2015, dengan pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa kalaupun Penggugat/Pembanding dianggap tidak memenuhi persyaratan lainnya maupun tidak memenuhi realisasi tahapan pembangunan kebun, maka tidak terpenuhinya persyaratan lainnya maupun tidak terpenuhinya realisasi tahapan pembangunan kebun ataupun adanya bibit kelapa sawit yang membesar (menjadi rimbun) sehingga terkesan kurang terawat tersebut adalah merupakan konsekuensi logis akibat dari tindakan Tergugat/Terbanding yang tidak menerbitkan Izin Pembukaan Lahan atau Land Clearing (LC) walaupun telah dimohonkan oleh Penggugat/Pembanding;
- Menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 32/G/2014/Maret.SMD. tanggal 04 Maret 2015, yang dimohon banding tersebut;
MENGADILI SENDIRI :
- Mengabulkan gugatan Penggugat/Pembanding untuk seluruhnya;
- Menyatakan batal Surat Keputusan Tergugat/Terbanding Nomor 549 Tahun 2014 tanggal 18 Agustus 2014 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Berau Nomor 468 Tahun 2009 tentang Pemberian Ijin Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit seluas ± 2.900 Ha di Kampung Sukan Tengah Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau kepada PT. Indo Alam Makmur;
- Memerintahkan Tergugat/Terbanding untuk mencabut: Surat Keputusan Tergugat/Terbanding Nomor 549 Tahun 2014 tanggal 18 Agustus 2014 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Berau Nomor 468 Tahun 2009 tentang Pemberian Ijin Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit seluas ± 2.900 Ha di Kampung Sukan Tengah Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau kepada PT. Indo Alam Makmur.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mengemukakan fakta hukum yang diperoleh dalam peninjauan lapangan oleh pihak pemerintah, dan menemukan:
1. Berdasarkan ketersediaan bibit di lapangan yaitu sebanyak ± 92.600 bibit sementara rata-rata jumlah kebutuhan bibit di lapangan per hektar sekitar 136 pokok (dengan pola tanam segitiga sama sisi dengan ukuran 9 x 9 x 9 m), dari jumlah bibit tersebut hanya mampu dilakukan penanaman pada areal seluas ± 680 Ha dari areal yang dimohon seluas ± 1.420 ha sehingga berdasarkan ketersediaan bibit bahwa bibit yang tersedia masih belum mencukupi untuk luas yang dimohon;
2. Sebelum melaksanakan kegiatan pihak pemegang ijin terlebih dahulu berkonsultasi dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Berau sesuai ketentuan yang berlaku untuk masalah potensi/tegakan kayu;
3. Untuk areal yang dipengaruhi oleh pasang-surut apabila tidak layak untuk ditanami agar di-enclave dan tidak melakukan pembukaan lahan pada kawasan yang menurut fungsinya dilindungi ketentuan yang berlaku;
4. Untuk sungai akan di-enclave ± 200 meter dari pinggir sungai / sempadan sungai sebagai areal konservasi;
5. Apabila di dalam areal yang diberikan ijinnya terdapat lahan masyarakat kepada pihak perusahaan terlebih dahulu dapat menyelesaikannya dengan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku / melalui musyawarah meskipun peruntukannya nantinya sebagai lahan kemitraan / plasma;
6. Pihak perusahaan agar secepatnya menyampaikan data Calon Petani Plasma (CPP) yang penentuan CPP-nya berkoordinasi dengan Pihak Kampung, Kecamatan, Koperasi, dan Dinas Perkebunan Kabupaten Berau yang kemudian untuk disahkan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Berau mengingat ijin yang diberikan termasuk areal kemitraan / plasma meskipun telah ada MoU antara Koperasi dengan PT Indo Alam Makmur.
Kenyataanya Penggugat tidak melaksanakan semua saran yang diperintahkan Tim Pelaksana Peninjauan Lokasi baik secara konkrit di lapangan dan secara formal pun tidak ada surat tanggapan atau klarifikasi dari Penggugat maupun penyampaian secara lisan yang menyatakan bahwa Penggugat telah melaksanakan saran yang diperintahkan.
Dengan demikian tidak diberikan atau tidak diterbitkannya ijin pembersihan lahan/ijin land clearing bukanlah disebabkan karena kesalahan Tergugat, melainkan karena kelalaian Penggugat yang tidak melaksanakan kewajiban yang diperintahkan kepadanya sebagai syarat penerbitan ijin pembersihan lahan / ijin land clearing.
Terhadap permohonan kasasi yang diajukan Tergugat, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebelum tiba pada amar putusannya sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, karena Judex Facti telah keliru dan salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 15 Tahun 2009 khususnya Pasal 10 angka 1, 4 dan 6, Pasal 33 jis Pasal 55 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/Ot.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan Diktum ke lima Kabupaten Bupati Berau Nomor 468 Tahun 2009 dihubungkan dengan fakta di sidang Pengadilan, terbukti Termohon Kasasi tdak dapat memenuhi kewajiban yang dicantumkan dalam surat izin semula dan kemudian Pemohon Kasasi telah memperingatkan Termohon Kasasi, akan tetapi tetap tidak diindahkan, sehingga menurut Judex Juris sikap Pemohon Kasasi menerbitkan surat keputusan objek sengketa dinilai sudah tepat dan benar sebagaimana dipertimbangan Judex Facti Tingkat I, oleh karena itu harus tetap dipertahankan;
Kronologis:
1. Tanggal 28 Maret 2008 : Permohonan Izin Lokasi (P-2);
2. Tanggal 2 Mei 2008 : Terbit Izin Lokasi (P-3);
3. Tanggal 21 Agustus 2009 : Terbit Izin Usaha (P-5);
4. Tahun 2010 Terbit Perpanjangan Izin Lokasi (P-9);
5. Tanggal 18 Mei 2011 : Persetujuan Bupati untuk pembukaan lahan Pembibitan (P-6);
6. Tanggal 15 September 2009 : Peringatan I (T.5);
7. Tanggal 10 Maret 2010 : Peringatan II (T.8);
8. Tanggal 27 Juli 2011 : Laporan Hasil Pemeriksaan Lapangan dan saran yang harus dilakukan oleh Perusahaan Termohon Kasasi (T.10);
9. Tanggal 19 Maret 2014 Peringatan III (T,12);
“Berdasarkan kronologis tersebut, pada tahun 2010 Termohon Kasasi sudah pernah memperoleh perpanjangan izin Lokasi (vide P.9), bahkan pada tanggal 18 Mei 2011 telah mendapat persetujuan untuk membuka lahan pembibitan, akan tetapi apabila diperhatikan progres kegiatan perusahaan Termohon Kasasi sebagaimana yang dilaporkannya setiap 3 (tiga) bulan (vide bukti P-18) terlihat kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam perpanjangan izin usaha (P-5). Hal ini tebukti dari rasio jumlah pegawainya hanya 2 (dua) orang dan buruh lepas 18 (delapan belas) orang, bibit yang baru ditanam sejumlah 92.400 bibit dengat target kegiatan usaha diatas luas area 30 Ha. Bahwa berdasarkan fakta tersebut, menurut Judex Juris bahwa Termohon Kasasi tidak serius untuk melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit, sehingga sikap Pemohon Kasasi sudah tepat mengeluarkan Keputuan Tata Usaha Negara objek sengketa, karena dinilai sebagai upaya untuk mengontrol kelestarian hutan yang berdampak pada pembangunan yang berwawasan lingkungan sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : BUPATI BERAU;
“Menimbang, bahwa oleh sebab itu Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 127/B/2015/PT.TUN.JKT, tanggal 19 Agustus 2015 yang membatalkan Putusan Pengailan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 32/G/2014/PTUN.SMD, tanggal 04 Maret 2015 tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan. Selanjutnya Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini sebagaimana disebut dalam amar putusan di bawah ini;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim Agung telah membaca dan mempelajari Jawaban Memori Kasasi, namun tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan alasan kasasi dari Pemohon Kasasi;
MENGADILI,
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : BUPATI BERAU tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 127/B/2015/PT.TUN.JKT, tanggal 19 Agustus 2015 yang membatalkan Putusan Pengailan Tata Usaha Negara Samarinda Nomor 32/G/2014/PTUN.SMD, tanggal 04 Maret 2015;
MENGADILI SENDIRI :
Menolak gugatan Penggugat;
- Menghukum Termohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat pengadilan, yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah).”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.