BPSK Tidak Berwenang Sidangkan Sengketa Nasabah Debitor, Sekalipun Debitor adalah Konsumen Lembaga Keuangan / Pembiayaan

LEGAL OPINION
Question: Saya dengar Badan Penyelesaian Sengeketa Konsumen (BPSK) tak berwenang memutus sengketa antara nasabah debitor dengan lembaga keuangan, apa benar? Bukankah nasabah debitor juga termasuk konsumen yang dilindungi UU Perlindungan Konsumen?
Brief Answer: Dari berbagai praktik putusan Mahkamah Agung RI, dinyatakan bahwa BPSK dinyatakan tak berwenang memutus sengketa antara nasabah terhadap lembaga keuangan, meski dari pengamatan SHIETRA & PARTNERS berbagai putusan arbitrase BPSK cukup komprehensif.
Sebagai alternatif lembaga penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang diakui dalam praktik, ialah lembaga alternatif penyelesaian sengketa (mediasi maupun arbitrase) yang bernaung dibawah Otoritas Jasa Keuangan yang memiliki yurisdiksi atas masing-masing jenis bidang jasa keuangan baik perbankan maupun non perbankan.
PEMBAHASAN:
Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi:
“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui Lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.”
Sementara itu diatur lebih lanjut dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2010:
“Setiap konsumen yang dirugikan atau ahli warisnya dapat mengajukan gugatan kepada Pelaku Usaha di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tempat berdomisili Konsumen atau pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terdekat.
Adapun  Pasal 52 UU Perlindungan Konsumen, telah ditentukan bahwa yang menjadi tugas dan wewenang BPSK adalah:
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; [Note SHIETRA & PARTNERS: dalam praktik ketentuan ini telah diamputasi oleh Lembaga Yudikatif, karena BPSK dinyatakan tidak berwenang membatalkan perjanjian yang sekalipun mengandung klausula baku yang berat sebelah.]
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.”
Sebagai ilustrasi kasus, dalam putusan Mahkamah Agung RI perkara perdata register Nomor 613 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 tanggal 25 November 2015, sengketa antara:
- PT. FIRST INDO AMERICAN LEASING CABANG PEKANBARU, selaku Pemohon Kasasi, dahulu Pemohon Keberatan; melawan
- HATLAN RIZAL, S.E., sebagai Termohon Kasasi, dahulu Termohon Keberatan.
Pemohon Keberatan telah mengajukan keberatan terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Nomor 31/Pts/BPSK/VIII/2014, tanggal 30 September 2014, yang memiliki pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Bahwa menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1 sampai dengan P.5 Majelis mempertimbangkan jelas telah terjadinya suatu pengikatan antara konsumen dan pelaku usaha, maka dalam gugatan Penggugat/Pemohon dapat diterima;
“Menimbang, bahwa setelah Majelis berpendapat dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor C037S020012009341 adanya kecacatan, kecacatan tersebut semakin nyata apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 7 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:
a. Telah beriktikad buruk dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur;
c. Tidak memperlakukan atau melayani Konsumen secara benar dan jujur”;
“PUTUSAN:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Memerintahkan kepada Tergugat PT First Indo American Finance untuk mengembalikan 1 (satu) unit kendaraan bermotor Mobil Ford Everest 2.5 XLT BM.1095.DN kepada Penggugat/Pemohon seketika;
3. Memerintahkan kepada Penggugat untuk membayar tunggakan keterlambatan 9 (sembilan) bulan + denda selama 2 (dua) tahun sebesar Rp49.293.720,00 (empat puluh sembilan juta dua ratus sembilan puluh tiga ribu rupiah);”
Terhadap keberatan tersebut, Pengadilan Negeri Pekanbaru telah memberikan Putusan Nomor 208/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Pbr. tanggal 4 Februari 2015 yang amarnya sebagai berikut:
Menolak permohonan keberatan dari Pemohon tersebut.”
Pemohon Keberatan mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa terlepas dari alasan-alasan kasasi, Judex Facti telah salah menerapkan hukum;
“Bahwa perselisihan atau sengketa yang timbul dari Perjanjian Pembiayaan tidak termasuk kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Sengketa Perjanjian Pembiayaan atau Perjanjian Kredit harus diadili oleh Pengadilan Negeri pada pemeriksaan tingkat pertama bukan pada tingkat keberatan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT FIRST INDO AMERICAN LEASING CABANG PEKANBARU tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 208/Pdt.Sus-BPSK/2015/PN Pbr. Tanggal 4 Februari 2015 yang menolak permohonan keberatan Pemohon serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara a quo dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I:
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT FIRST INDO AMERICAN LEASING CABANG PEKANBARU tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 208/Pdt.Sus BPSK/2015/PN Pbr. Tanggal 4 Februari 2015;
MENGADILI SENDIRI
Menyatakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak berwenang mengadili perkara a quo;”
Dalam perkara terpisah, yakni putusan Pengadilan Negeri Tanjungbalai register Nomor 32/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.Tjb tanggal 15 Agustus 2016, sengketa antara:
- PT. SINAR MITRA SEPADAN FINANCE, selaku  Pemohon Keberatan, semula Pelaku Usaha pada pemeriksaan BPSK; melawan
- ABDUL HAKIM SITORUS, sebalu Termohon Keberatan.
Pemohon Keberatan mengajukan keberatan Terhadap Putusan Arbitrase BPSK Kabupaten Batu Bara No. 277/Arbitrase/BPSK-BB/V/2016, yang telah memutuskan:
“MENGADILI :
1. Mengabulkan permohonan Konsumen seluruhnya.
2. Menyatakan ada kerugian dipihak konsumen.
4. Menyatakan Pelaku Usaha yang tidak pernah memberikan perjanjian yang mengikat diri antara Konsumen dan Pelaku Usaha seperti Salinan/foto copy Perjanjian Pembiayaan Konsumen, Polis Asuransi, Akta Jaminan Fidusia dan Sertifikat Fidusia adalah Perbuatan Melawan Hukum dan bertentangan dengan Undang Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
5. Menyatakan Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan penyerahan hak milik secara fidusia yang telah dibuat dan ditandatangani serta disepakati bersama antara konsumen dengan pelaku usaha adalah batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
6. Menyatakan Pelaku Usaha yang telah melakukan penarikan kendaraan yang menjadi (Barang Jaminan) atas fasilitas pembiayaan yang telah diberikan oleh Pelaku Usaha kepada Konsumen dengan objek sengketa berupa 1 (satu) unit mobil merk Mitsubishi Fuso FE 74 HDV Crane, warna Kuning, Tahun pembuatan 2011, nomor rangka ... , Nomor mesin ... Nomor Polisi ... adalah Perbuatan Melawan Hukum dan bertentangan dengan:
1. Bertentangan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia, karena Pelaku Usaha dalam mengambil/menarik unit kendaraan yang menjadi (barang jaminan) atas fasilitas pembiayaan yang telah diberikan oleh Pelaku Usaha kepada Konsumen dengan hanya menggunakan tenaga internal dan collector yang seharusnya menggunakan tenaga Kepolisian Republik Indonesia.
2. Bertentangan dengan Bahagian V HIR dimulai dari Pasal 195 Tentang menjalankan putusan atau bahagian IV RBg yang dimulai dari asal 200 Tentang menjalankan putusan karena Pelaku Usaha telah melakukan pengambilan/penarikan unit kendaraan yang menjadi (barang jaminan) atas fasilitas pembiayaan yang telah diberikan Pelaku Usaha kepada Konsumen dengan hanya menggunakan tenaga dari internal dan Debt Collector yang seharusnya pelaksanaannya melalui perantara Pengadilan Negeri yaitu dengan cara mengajukan gugatan secara perdata dan selanjutnya ditindak lanjuti dengan permohonan pelaksanaan putusan Pengadilan (Eksekusi).
3. Bertentangan dengan Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus Buku II Edisi 2007 Mahkamah Agung RI Jakarta 2008 hlm. 93-94 Tentang Prosedur dan Tatacara Eksekusi Jaminan Fidusia karena Pelaku Usaha telah melakukan pengambilan/penarikan unit kendaraan yang menjadi (barang jaminan) atas fasilitas pembiayaan yang telah diberikan Pelaku Usaha kepada Konsumen dengan hanya menggunakan tenaga dari internal dan Debt Collector yang seharusnya pelaksanaannya sesuai dengan prosedur dan tatacara eksekusi Jaminan Fidusia.
4. Bertentangan dengan Yurisprudensi Mahkamah agung RI Nomor 2356 K/Pdt/2008 Tanggal 18 Februari 2009 yang pada pokoknya menyatakan bahwa : suatu perjanjian yang merupakan Misbruik van Omstandinggheiden dapat mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan karena tidak lagi memenuhi unsur-unsur Pasal 1320 KUHperdata yaitu tidak ada kehendak bebas, karena Pelaku Usaha telah melakukan pengambilan/penarikan unit kendaraan yang menjadi (barang jaminan) atas fasilitas pembiayaan yang telah diberikan Pelaku Usaha kepada Konsumen dengan hanya menggunakan tenaga dari internal dan Debt Collector yang seharusnya menggunakan tenaga Kepolisian RI (PERKAPOLRI) Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia dan/atau dengan mengajukan gugatan secara perdata dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan permohonan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri (eksekusi) yang tata caranya diatur dalam Bagian V HIR dimulai Pasal 195 Tentang menjalankan Putusan atau Bagian IV RBg yang dimulai dari Pasal 200 Tentang Menjalankan Putusan.
5. Bertentangan dengan Pasal 32 UU No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang menyatakan: Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan pasal 31 BATAL DEMI HUKUM.
7. Menghukum pelaku usaha untuk mengembalikan 1 (satu) unit mobil merk Mitsubishi Fuso FE 74 HDV Crane, warna Kuning, Tahun pembuatan 2011, nomor rangka ..., Nomor mesin ... Nomor Polisi ... atas fasilitas pembiayaan yang telah diberikan Pelaku Usaha kepada Konsumen yaitu kepada Konsumen dengan kondisi unit kendaraan (barang jaminan) sebelum ditarik/diambil oleh Pelaku Usaha.
8. Menghukum Pelaku Usaha untuk menghapus biaya bunga dan denda tunggakan yang menjadi keterlambatan pembayaran angsuran per bulannya, penarikan dan Pegudangan.
9. Menghukum Pelaku Usaha untuk membayar uang denda sebesar Rp. 1.000.000. (satu juta rupiah) setiap harinya, apabila lalai atau tidak mau mematuhi keputusan pada butir 7 dan 8 tersebut diatas, terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap (inkracht).”
Pemohon keberatan terhadap putusan BPSK tersebut merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara No. 651 K/Pdt.SUS-BPSK/2013 Tgl 5 Maret 2014, Putusan MA No. 274 K/Pdt.SUS-BPSK/2014 Tgl 17 Februari 2015, dan Putusan MA No. 572 K/Pdt.Sus-BPSK/2014 Tgl 18 November 2014 yang menyatakan BPSK tidak mempunyai kewenangan dalam memeriksa dan mengadili hubungan perjanjian pembiayaan konsumen yang apabila terjadi wanprestasi menjadi kewenangan Pengadilan Umum.
Terhadap keberatan yang diajukan Pemohon, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, ... apabila menilik ketentuan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah ditentukan bahwa yang menjadi tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan di dalamnya tidak memberikan kewenangan untuk membatalkan suatu perjanjian, adapun wewenang untuk membatalkan suatu perjanjian itu sendiri ada pada pengadilan negeri melalui gugatan perdata, sehingga oleh karenanya terhadap perjanjian pembiayaan konsumen No. 9018917486/PK/05/14 tersebut harus dinyatakan sah dan mengikat secara hukum sepanjang belum ada putusan dari pengadilan negeri;
“Menimbang, bahwa oleh karena cikal bakal sengketa ini muncul dilatarbelakangi oleh adanya hubungan hukum perjanjian (perjanjian pembiayaan konsumen) dan ingkar janji/wanprestasi dari salah satu pihak in casu konsumen Abdul Hakim Sitorus yang tidak melakukan pembayaran sebagaimana diperjanjikan, maka berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 42K/Pdt.Sus/2013, Putusan mahkamah Agung No: 94K/Pdt.Sus/2014 dan Putusan Mahkamah Agung No: 208K/Pdt.Sus/2012 yang mengandung kaedah hukum bahwa BPSK tidak berwenang untuk mengadili sengketa perdata tentang Wanprestasi (ingkar janji) karena terhadap sengketa perdata yang berkaitan dengan wanprestasi bukan termasuk dalam ruang lingkup tugas dan kewenangan BPSK untuk menyelesaikannya sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 52 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo Pasal 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No: 350/MPP/Kep/12/2001;
“Menimbang, bahwa oleh karena BPSK Kabupaten Batu Bara tidak berwenang mengadili perkara sengketa konsumen yang didasarkan atas adanya wanprestasi sebagaimana pada Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Batu Bara No. 277/Arbitrase/BPSK-BB/V/2016 Tanggal 27 Juni 2016 tersebut dalam perkara ini tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan, dan Majelis Hakim akan mengadili sendiri perkara a quo;
“Menimbang, bahwa oleh karena Majelis Hakim telah menyatakan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kabupaten Batubara dibatalkan, maka Majelis Hakim berpendapat terhadap pokok keberatan Pemohon Keberatan terhadap Putusan Arbitrase BPSK Kabupaten Batu Bara No. 277/Arbitrase/BPSK-BB/V/2016, selain dan selebihnya tidak akan dipertimbangkan lagi karena bukan kewenangan Majelis Hakim dalam perkara Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini, akan tetapi haruslah melalui pengajuan gugatan perdata, demikian juga terhadap jawaban Termohon Keberatan tentang pelaksanaan pelelangan terhadap barang yang dijadikan jaminan yang dibebani dengan Hak Tanggungan, bukan wewenang Majelis Hakim dalam perkara Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ini, akan tetapi melalui gugatan perdata;
MENGADILI :
DALAM POKOK KEBERATAN
- Menerima dan mengabulkan permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan;
- Menyatakan perjanjian pembiayaan konsumen No. 9018917486/ PK/05/14 sah dan mengikat secara hukum;
- Membatalkan Putusan Arbitrase BPSK Batu Bara No. 277/ARBITRASE/BPSK-BB/V/2016;
MENGADILI SENDIRI :
Menyatakan BPSK pemerintah Kabupaten Batu Bara tidak berwenang mengadili perkara sengketa konsumen No. 277/ARBITRASE/BPSK-BB/V/2016.”
Dalam perkara terpisah lainnya, putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara Nomor 777 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 tanggal 26 Januari 2016, Majelis Hakim Agung membuat pertimbangan hukum senada, sebagai berikut:
“Bahwa sesuai fakta persidangan Pemohon Kasasi/Termohon Keberatan adalah debitur atas perjanjian pembiayaan pembelian 1 (satu) unit mobil Colt Diesel sehingga bukan konsumen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK;
“Bahwa selain itu fakta persidangan menunjukkan bahwa pokok perkara a quo adalah mengenai pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen dimana terbukti Pemohon Kasasi/Termohon Keberatan setelah menerima fasilitas pembiayaan tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian pembiayaan yang dibuat antara Pemohon Kasasi/Termohon Keberatan dengan Termohon Kasasi/Pemohon Keberatan sehingga sengketa a quo adalah sengketa pelaksanaan perjanjian (ingkar janji) bukan sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 sehingga BPSK in casu BPSK Kabupaten Batu Bara tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara a quo;
“Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka telah benar BPSK Kabupaten Batu Bara tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara a quo;”
Dalam putusan Mahkamah Agung RI lainnya tingkat kasasi Nomor 753 K/Pdt.Sus-BPSK/2015 tanggal 14 Desember 2015, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa, alasan Pemohon Keberatan dapat dibenarkan, karena senyatanya materi/substansi masalah utang piutang yang dijamin dengan Hak Jaminan Fidusia sesuai Akta Jaminan Fidusia Nomor 253 tanggal 12 Desember 2014 atas Perjanjian Pokok berupa Perjanjian Pembiayaan Konsumen tanggal 16 Desember 2011, yang merupakan wewenang Pengadilan Negeri;
“Bahwa, karenanya terdapat kekeliruan dalam penerapan hukum oleh Judex Facti (Pengadilan Negeri), sebab terbukti penyelesaian tersebut bukan merupakan kewenangan BPSK karena terkait hubungan hukum pinjam meminjam yang tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan, sehingga Termohon Keberatan telah wanprestasi;
“Bahwa, dengan demikian BPSK harus dinyatakan tidak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa ini.”
Begitupula putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi Nomor 353 K/Pdt.Sus-BPSK/2014 tanggal 18 Agustus 2014, Majelis Hakim Agung membuat pertimbangan hukum serupa, sebagai berikut:
“Bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 7 November 2013 dan kontra memori kasasi tanggal 28 November 2013 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Negeri Brebes telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa terlepas dari alasan kasasi, BPSK tidak berwenang mengadili perkara a quo pada tingkat pertama;
- Bahwa perkara a quo terkait wanprestasi dalam perjanjian kredit yang diikat dengan dengan Hak Tanggungan;
- Perkara a quo mestinya diperiksa atau diadili oleh Pengadilan Negeri sebagai tingkat pertama bukan pada tingkat keberatan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.