LEGAL
OPINION
Question: Semisal korporasi asing membuat kesepakatan
dengan perusahaan lokal di Indonesia, dimana kerjasama itu akan dilaksanakan di
Indonesia, apakah bisa pihak korporasi asing itu meng-klaim bahwa hukum negara
dari korporat asing itu berlaku pula sebagai percampuran aturan hukum dalam
hubungan kerjasama itu?
Brief Answer: Biasanya kontrak dagang internasional mengatur
perihal pilihan hukum yang mengatur dan menafsirkan (choise of law). Namun bila tiada pemilihan / pengaturan mengenai pilihan
hukum negara yang berlaku dan mengikat para pihak, sekalipun salah satu pihak
ialah korporat asing, selama perikatan perdata dilangsungkan dalam teritori
Indonesia, maka hukum Negara Indonesia yang berlaku dan mengatur para pihak
berdasarkan asas kedaulatan teritori.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI perkara gugatan perdata tingkat kasasi
register Nomor 1700 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, menjadi pembelajaran
yang “mahal” bagi korporast asing agar mengetahui dan patuh serta menghormati
hukum yang berlaku di Negara Indonesia, bukan mau menang sendiri dengan
membawa-bawa hukum negeri asalnya.
Sikap keras kepala dan pemaksaan hukum negara asing hanya akan
menimbulkan kerugian bagi pihak asing itu sendiri. Sengketa ini terjadi antara:
- MARUBENI CORPORATION, badan
hukum Jepang selaku Pemohon Kasasi, dahulu merupakan Pembanding, yang
pada tingkat Pengadilan Negeri merupakan Penggugat; melawan
- PT. SWEET INDOLAMPUNG, selaku
Termohon Kasasi, dahulu Terbanding sekaligus Tergugat.
Perkara tingkat tinggi melibatkan pengusaha besar dalam perampokan
terhadap negara secara sistematis oleh modus perusahaan nominee yang diposisikan sebagai kreditor terhadap perusahaan lain (nominee pula) yang dijadikan debitor
kemudian diserahkan oleh Salim Group kepada negara untuk dilelang eksekusi guna
memulihkan uang negara (BLBI), kemudian dibeli oleh pemenang lelang yang kini perseroan
bekas milik Salim Group tersebut digugat, dimana Tergugat diklaim memiliki
total jumlah kewajiban sebesar ¥3,525,030,379 dan US$7,925,765.18 kepada Penggugat
(yang notabene juga milik Salim Group) berdasarkan 2 (dua) Perjanjian
Penjaminan (Contracts for Undertaking
Guarantee) yang gagal dibayar oleh Tergugat kepada Penggugat.
Penggugat mendalilkan, selaku kontraktor dan juga supplier mengadakan
kerja sama dengan Tergugat sehubungan dengan pendirian pabrik gula dan penyediaan
mesin-mesin beserta peralatan yang diperlukan oleh pabrik gula Tergugat.
Kerjasama di antara Penggugat dan Tergugat tersebut di atas dirumuskan dalam 2
(dua) buah kontrak, yaitu:
a. Kontrak A (disebut juga
A-Contract atau Supply Contract) tertanggal 11 Juni 1993, dimana dalam kontrak
tersebut Tergugat memiliki kewajiban sebesar US$50,000,000 (lima puluh juta
dolar Amerika) untuk melakukan pembayaran atas penyediaan mesin-mesin dan
peralatan oleh Penggugat sebagai supplier kepada Tergugat.
b. Kontrak B (disebut juga
B-Contract dan Construction Contract) tertanggal 1 Juli 1993, dimana dalam
kontrak tersebut Tergugat memiliki kewajiban sebesar US$27,500,000 (dua puluh
tujuh juta lima ratus ribu dolar Amerika) untuk melakukan pembayaran atas jasa
pembangunan pabrik gula yang dilakukan oleh Penggugat untuk pabrik gula milik
Tergugat.
Penggugat kemudian memfasilitasi Tergugat untuk meminjam uang kepada
Marubeni Europe P.L.C. (dahulu bernama Marubeni U.K. P.L.C.) Pinjaman tersebut
dituangkan dalam 2 (dua) buah Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreements) yaitu dalam Akta Nomor 136 sejumlah
US$50,000,000.00 dan Akta Nomor 138 sebesar US$27,500,000 pada tanggal 17 Juli
1993.
Sehubungan dengan pinjaman Tergugat kepada Marubeni Europe P.L.C.,
Tergugat meminta Penggugat untuk memberikan jaminan (corporate guarantee) kepada Marubeni Europe P.L.C. Penggugat lalu
memberikan 2 (dua) buah Surat Jaminan (Letter
of Guarantee) tertanggal 17 Juli 1993, masing-masing untuk pinjaman
sejumlah US$50,000,000.00 dan US$27,500,000.00.
Penggugat hanya mau memberikan jaminan kepada Marubeni Europe P.L.C.
apabila Tergugat memberikan jaminan kembali kepada Penggugat bahwa Tergugat
akan melakukan kewajibannya kepada Marubeni Europe P.L.C. berdasarkan 2 (dua)
Perjanjian Pinjam-Meminjam dan Tergugat memberikan jaminan tertentu, sehingga
dibuatlah 2 (dua) buah Perjanjian Penjaminan (Contract for Undertaking Guarantee) antara Penggugat dan Tergugat
tertanggal 17 Juli 1993 untuk pinjaman sejumlah US$50,000,000.00 dan
US$27,500,000.00, dimana perjanjian-perjanjian penjaminan tersebut kemudian
diamandemen sebanyak 3 kali yaitu pada tanggal 14 April 1997, 5 Juni 1998 dan
27 Oktober 1999.
Berdasarkan 2 (dua) surat jaminan dan diperolehnya 2 (dua) Perjanjian
Penjaminan serta Amandemen-amandemennya oleh Penggugat dari Tergugat, maka
Penggugat berkedudukan sebagai penjamin dari pinjaman Tergugat kepada Marubeni
Europe P.L.C. dan Penggugat menjamin bahwa Tergugat akan menyelesaikan segala tanggung
jawab yang berhubungan dengan pinjaman yang dimiliki oleh Tergugat kepada
Marubeni Europe P.L.C..
Pada tanggal 31 Oktober 1995 Penggugat telah menyelesaikan pembangunan
pabrik gula milik Tergugat, sehingga kewajiban Penggugat sebagai kontraktor
sebagaimana tertuang dalam kontrak A dan kontrak B telah dilaksanakan.
Selanjutnya Tergugat yang harus melaksanakan kewajibannya untuk membayar
pinjaman kepada Marubeni Europe P.L.C. (Note SHIETRA & PARTNERS: ini
merupakan salah satu modus praktik transfer
pricing, dimana bukan kontraktor yang menerima pembayaran jasa dan barang,
dimana bisa jadi PPh badan hukum di Jepang jauh lebih tinggi daripada PPh badan
hukum di Eropa.)
Tergugat kemudian tidak membayar angsuran kelima, dimana tunggakan
tersebut jatuh tempo pada tanggal 30 April 1998. Oleh karena Tergugat tidak
membayar angsuran kelima, maka pada tanggal 5 Juni 1998, Marubeni Europe PLC
dengan mempertimbangkan keadaan ekonomi di Asia Tenggara sedang dilanda krisis
moneter sehingga kebanyakan perusahaan pada saat itu tidak dapat membayar
hutangnya, memberikan penyelesaian jalan keluar melalui Perjanjian Pembiayaan Kembali
Pertama (First Refinancing Agreement)
antara Marubeni Europe PLC dengan Tergugat sebagai pembiayaan kembali untuk pembayaran
bunga dan cicilan hutang pokok Tergugat.
Tergugat tidak membayar angsuran keenam yang jatuh tempo pada bulan
Oktober 1998 dan angsuran ketujuh yang jatuh tempo pada bulan April 1999,
selain itu Tergugat juga tidak melakukan pembayaran pinjaman berdasarkan
Perjanjian Pinjam Meminjam Pembiayaan Kembali Pertama tanggal 5 Juni 1998 yang
jatuh tempo pada bulan Oktober 1998.
Maka pada tanggal 27 Oktober 1999, Marubeni Europe PLC dengan
mempertimbangkan kembali keadaan ekonomi di Asia Tenggara sedang dilanda krisis
moneter sehingga kebanyakan perusahaan pada saat itu tidak dapat membayar
hutangnya, memberikan penyelesaian jalan keluar melalui Perjanjian Pembiayaan Kembali
Kedua (Second Refinancing Agreement)
kepada Tergugat sebagai pembiayaan kembali untuk pembayaran angsuran keenam dan
ketujuh berdasarkan 2 (dua) Perjanjian Pinjam Meminjam (Loan Agreement) tertanggal 17 Juli 1993 dan pembayaran terhadap
pinjaman berdasarkan Perjanjian Pembiayaan Kembali Pertama.
Pada tanggal yang sama yaitu tanggal 27 Oktober 1999, Penggugat kembali
mengeluarkan Surat Jaminan (Letter of
Guarantee) dalam kaitannya dengan kedua Perjanjian Pembiayaan Kembali Kedua
(Second Refinancing Agreement) yang
diberikan oleh Penggugat kepada Marubeni Europe P.L.C. dan pada tanggal
tersebut Tergugat juga mengamandemen 2 (dua) Perjanjian Penjaminan antara Tergugat
dan Penggugat.
Sejak tanggal 29 November 2001, Tergugat, yang tadinya dimiliki oleh PT
Holdiko Perkasa, menjadi milik PT Garuda Panca Artha berdasarkan lelang BPPN
beserta PT Holdiko Perkasa. Perubahan kepemilikan tersebut tidak mengakibatkan
hak dan kewajiban Tergugat berubah. Hal ini dapat dilihat dari Nomor Pokok
Wajib Pajak Tergugat yang tidak pernah berubah, Laporan Hutang Luar Negeri
Tergugat kepada Bank Indonesia sejak tahun 1993, yakni sejak timbulnya
kewajiban Tergugat, sampai dengan periode bulan Agustus 2006, maupun
korespondensi PT Garuda Pancaarta ke Penggugat yang menyatakan bahwa PT Garuda
Pancaarta sebagai pemilik baru menyadari mengenai adanya kewajiban melakukan
pembayaran kepada Penggugat, demikian klaim Penggugat.
Karena Tergugat tak membayar hutangnya, pada tahun 2003 Penggugat melakukan pembayaran seluruh
jumlah kewajiban Tergugat kepada Marubeni Europe P.L.C., Tergugat tetap gagal
melaksanakan kewajibannya kepada Penggugat. Sehubungan dengan kegagalan
Tergugat dalam melaksanakan kewajibannya kepada Penggugat, maka Penggugat telah
mengirim beberapa somasi kepada Tergugat.
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian memberikan
putusan Nomor 63/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pst. tanggal 1 Maret 2010 yang amarnya
sebagai berikut:
“Dalam Pokok Perkara:
“Menolak gugatan Penggugat
untuk seluruhnya;”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan
Putusan Nomor 410/PDT/2010/PT.DKI.JKT tanggal 31 Maret 2011.
Yang menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri sehingga menolak
gugatan Penggugat, antara lain:
“Menimbang, bahwa demikian pula
dengan pihak penandatanganan dari Marubeni Corporation menurut Tergugat juga
tidak sah, karena bahwa orang yang bernama Tetsuo Nishizaka yang mewakili
Penggugat (Marubeni Corporation) dalam perjanjian berupa A Contract atau Supply
Contract tanggal 11 Juni 1993 (vide bukti P-1a) B Contract atau Construction
Contract (bukti P-2a) dengan PT Sweet Indolampung, yang pada waktu itu masih
dimiliki oleh Keluarga Salim sampai kehadirannya mewakili pihak Penggugat bukanlah
sebagai Direktur Penggugat, karena berdasarkan Anggaran Dasar Marubeni
Corporation dalam kurun waktu 1993 Tetsuo Nishizaka tidak pernah tercantum
sebagai Direktur Marubeni Corporation (Penggugat) dan tidak ada Surat Kuasa
tertulis untuk menandatangani A Contract atau Supply Contract tanggal 11 Juni
1993 dan B Contract atau Construction Contract (bukti T-58a), dan dengan
demikian penandatanganan yang dilakukannya dalam Perjanjian tersebut adalah
hanya berkapasitas sebagai pribadi;"
"Menimbang, bahwa untuk
pihak dari Marubeni Corporation yang diwakili orang yang bernama Tetsuo
Nishizaka dalam Perjanjian berupa A Contract atau Supply Contract tanggal 11
Juni 1993 (vide bukti P-1a) dengan PT Sweet Indolampung. Seorang ahli yang
dihadirkan oleh Penggugat dan mengaku bernama Junya Naito ahli hukum dari
Jepang dan menurut pengakuannya sebagai seorang Profesor dan yang berprofesi
sebagai pengacara di Jepang menerangkan bahwa menurut Hukum Jepang seseorang
untuk mewakili suatu perusahaan bisa berdasarkan kuasa secara tertulis, kuasa
lisan atau kuasa tersirat, apabila perusahaan yang diwakili mengakui dan
melaksanakan perjanjian yang dibuat atas kuasa lisan atau kuasa tersirat, maka
perjanjian yang dibuatnya tetap sah secara hukum;
"Menimbang, bahwa terlepas
dari wakil/kuasa pihak Marubeni Corporation sah atau tidak menurut Hukum
Jepang, tapi berdasarkan Hukum Perjanjian (KUHPerdata) dan Undang Undang Nomor
1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang berlaku saat itu, Perjanjian
berkaitan dengan perbuatan hukum mengenai A-Contract atau Supply Contract yang dilakukan
Benny Setiawan Santosa yang bertindak untuk dan atas nama PT Sweet Indolampung
dengan Marubeni Corporation. Demikian pula dengan Daddy Hariadi yang bertindak
untuk dan atas nama PT Sweet Indolampung dengan Marubeni Corporation dalam
Perjanjian B-Contract atau Construction Contract adalah melanggar Pasal 82 dan
Pasal 89 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, karena Benny Setiawan Santosa dan
Daddy Hariadi bukan Anggota Direksi dan tidak mendapat kuasa secara tertulis
dari Dean Gusman selaku Direksi yang sah untuk bertindak untuk dan atas nama
serta yang berhak mewakili PT Sweet Indolampung, oleh karenanya perbuatan hukum
yang dilakukan oleh Benny Setiawan Santosa dalam menandatangani A Contract atau
Supply Contract dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh Daddy Hariadi yang bertindak
untuk dan atas nama serta mewakili PT Sweet Indolampung dalam menandata ngani
B-Contract atau Construction Contract dengan Marubeni Corporation (Penggugat)
dan juga 2 (dua) Perjanjian Jaminan Contract for Undertaking Guarantee tanggal
17 Juli 1993 (bukti P-14a dan P-15a) adalah cacat hukum, tidak sah dan tidak
mengikat kepada PT Sweet Indolampung. Demikian pula perbuatan hukum yang
dilakukan Tetsuo Nishizaki dalam menandatangani Perjanjian A Contract atau
Supply Contract juga cacat hukum menurut Hukum Perseroan Terbatas yang
berlaku di Indonesia sebagaimana pertimbangan hukum tersebut diatas, karena
Tetsua Nishizaki bukan Direksi dari Marubeni Corporation dan juga tidak mendapat
kuasa yang sah;
“Menimbang, bahwa sebagaimana
dalam pertimbangan hukum dalam ad.1 bahwa 2 (dua) Perjanjian Penjaminan
(Contract for Undertaking Guarantee) masing-masing tertanggal 17 Juli 1993
(bukti P-14a dan P-15a) adalah merupakan Perjanjian Accessoir dari Perjanjian
Pokok berupa A Contract atau Supply Contract (bukti P-1a) dan B Contract atau Construction
Contract (bukti P-2a) dimana Perjanjian Pokok dinyatakan cacat hukum dan batal
demi hukum sehingga dianggap tidak pernah ada, bahkan 2 (dua) Perjanjian
Penjaminan (Contract for Undertaking Guarantee tersebut yaitu bukti P-14a dan
P-15a) juga cacat hukum, karena tidak pernah ditandatangani Direktur PT Sweet
Indolampung (Tergugat), maka Perjanjian Accessoir lainnya antara lain
berupa Loan Agreement (bukti P-3a dan P-4a) dan 2 (dua) Perjanjian Penjaminan (Contract
for Undertaking Guarantee) masing-masing tertanggal 17 Juli 1993 (bukti P-14a
dan P-15a) beserta Amandemennya tertanggal 14 April 1997 (P-16a, P-17a, 5 Juni
1998 (p-18a, P-19a) dan 27 Oktober 1999 (P-20a, P-21a) dan Perjanjian Accessoir
lainnya sebagaimana bukti P-16a sampai dengan P-26a, P-41a sampai dengan P-45a,
P-48a sampai dengan P-56a, P-57a sampai dengan P-86a secara hukum juga batal
demi hukum;
“... , dengan demikian Tergugat
tidak mungkin melakukan wanprestasi atas perjanjian-perjanjian yang secara
hukum telah dinyatakan batal demi hukum, apalagi Penggugat bukanlah sebagai
kreditur dari Tergugat dan tidak ada bukti pencairan pinjaman dan transfer
pinjaman dari Marubeni UK PLC kepada Tergugat sebab bukti yang menurut versi
Penggugat sebagai bukti pencairan pinjaman yaitu bukti-bukti P-39 dan P-40
ternyata hanya berupa foto copy yang tidak diakui oleh Tergugat;
“Menimbang, bahwa dengan alasan
tersebut diatas, oleh karena Penggugat tidak mampu membuktikan bahwa telah
melakukan wanprestasi, maka petitum Nomor 2 yang menyatakan "Tergugat melakukan
perbuatan ingkar janji (wanprestasi) terhadap Perjanjian Penjaminan (Contract
for Undertaking Guarantee) tertanggal 17 Juli 1993 (bukti P-14,P-15) beserta
Amandemennya tertanggal 14 April 1997 (P-16,P-17), 5 Juni 1998 (P-18, P-19) dan
27 Oktober 1999 (P-20, P-21)" wajib dinyatakan ditolak;
“Menimbang, bahwa oleh karena
Tergugat tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka petitum Nomor 2 tentang
Tergugat harus dihukum membayar ganti kerugian baik secara materiil atau
immateriil, petitum Nomor 5 agar putusan ini dapat dijatuhkan secara merta
tidak perlu dipertimbangkan lagi dan wajib secara hukum dinyatakan ditolak
pula."
Adapun yang menjadi pertimbangan Pengadilan Tinggi dalam putusannya ialah
sebagai berikut:
"Menimbang, bahwa berdasar
pertimbangan-pertimbangan diatas Majelis Hakim tingkat banding berpendapat,
Penggugat/Pembanding Marubeni Corporation tidak dapat membuktikan
Tergugat/Terbanding PT Sweet Indolampung wanprestasi kepada
Penggugat/Pembanding Marubeni Corporation seperti didalilkan oleh
Penggugat/Pembanding dalam perkara a quo;
“Menimbang, bahwa dengan
pertimbangan diatas Majelis Hakim tingkat banding dapat menyetujui dan
mempertahankan pertimbangan putusan Majelis tingkat pertama pada halaman 349
dan 350;
“Menimbang, bahwa atas dasar
pertimbangan diatas Majelis Hakim tingkat banding sependapat dengan Majelis
Hakim tingkat pertama yang telah menolak tuntutan Penggugat/Pembanding dalam
petitum gugatannya pada angka 2 karena tuntutan tersebut tidak berdasar alasan
sah menurut hukum;
"Menimbang, bahwa atas
dasar pertimbangan diatas Majelis Hakim tingkat banding juga berpendapat,
Penggugat/Pembanding Marubeni Corporation tidak dapat membuktikan dipersidangan
bahwa Tetsuo Nishizaka (disebut sebagai General Manager Of Plant Division dalam
Surat Kuasa berupa foto copy yang tidak dicocokkan dengan aslinya), dan Shuichi
Ohkita (tanpa menyebutkan kapasitasnya dan tanpa Surat Kuasa) memiliki wewenang
secara hukum bertindak untuk dan atas nama Marubeni Corporation
(Penggugat/Pembanding) menandatangani surat bukti P-1a/P-1b dan P-2a/P-2b;
“Tetsuo Nishizaka dan Shuichi
Ohkita masing-masing tidak terbukti bertindak untuk dan atas nama Marubeni
Corporation (Penggugat/Pembanding) dalam menandatangani Kontrak A dan
Kontrak B.”
Penggugat yang ditolak gugatannya dalam dua tingkat pengadilan,
mengajukan kasasi, dimana atas hal tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan
hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi
dari Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan karena Judex Facti telah
mempertimbangkan bukti bukti kedua belah pihak dan telah melaksanakan Hukum
Acara dengan benar dalam memutus perkara ini, putusan Judex Facti sudah tepat
dengan pertimbangan sebagai berikut;
“Bahwa sesuai fakta yang diperoleh
dipersidangan Penggugat tidak dapat membuktikan tentang keabsahan Contract for
Undertaking Guarantee 1 dan Contract for Undertaking Guarantee 2 (CUG 1 dan CUG
2), disebabkan yang bertandatangan dari pihak Tergugat bukan pihak yang
berwenang karena Daddy Hariadi tidak berhak mewakili PT Indolampung Perkasa
dikarenakan yang bersangkutan bukan Direktur/atau penerima kuasa dari Perseroan
tersebut, sehingga Perjanjian tersebut cacat hukum dan batal demi hukum,
sehingga tidak mempunyai akibat hukum apapun terhadap pihak Tergugat a quo,
oleh karena Perjanjian cacat hukum dan batal demi hukum maka tidak ada wanprestasi
yang dilakukan Tergugat;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan
kasasi dari Pemohon Kasasi MARUBENI CORPORATION tersebut.”
Ketika pengusaha tamak tidak mampu membawa mati harta kekayaannya, yang
tersisa hanyalah karma buruk yang akan berbuah dikehidupan dirinya selanjutnya.
Hendaknya kerap kali kita renungkan, harta sebanyak apapun takkan kekal bersama
kita, terlebih kekayaan diperoleh dengan cara-cara kotor penuh tipu-muslihat.
…
© SHIETRA & PARTNERS Copyright.