Resiko Menjadi Direksi Boneka (Nominee) pada Badan Hukum Perseroan Terbatas

LEGAL OPINION 
Question: Saya hendak ditunjuk atasan sebagai direktur suatu badan hukum. Hanya saja penunjukkan tersebut sebenarnya bukan bersumber dari keinginan saya. Saya hanya akan dipinjam nama sebagai direktur, sementara pengendali sebenarnya ialah pemilik dari groub company tempat saya bekerja. Adakah konsekuensi atau resiko hukum terhadap posisi hukum seorang direktur suatu perseroan terbatas?
Brief Answer: Pajak terutang menjadi beban tanggung jawab renteng bagi direksi perseroan (sekalipun direksi boneka alias nomine belaka). Sekalipun hukum perseroan terbatas menyatakan tanggung jawab terbatas para perseronya, namun hukum perpajakan memiliki karakter yang bersifat renteng sekaligus mampu menjerat pemegang saham mayoritas serta pengendali perseroan yang menjadi wajib pajak penunggak.
Untuk itu, sekalipun Anda secara realitanya tidak mengendalikan perseroan sebagai direksi, namun pencantuman nama Anda dalam anggaran dasar perseroan seketika membuat posisi hukum Anda rentan ketika perseroan berhadapan dengan masalah hukum perpajakan.
Untuk itu pastikan Anda tidak menjadi korban “pinjam nama” demikian, serta pastikan pula nama Anda tidak tercantum baik dalam akta pendirian maupun dalam akta perubahan Direksi sebagai personifikasi badan hukum tersebut.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan memutus sengketa gugatan perdata register Nomor 413/PDT.G/2010/PN.JKT.PST tanggal 21 Juni 2011, sengketa antara:
- SUTARGI KOKASIH, selaku Penggugatl melawan
- PT. POREXINA DASA UTAMA selaku Tergugat I;
- PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA c.q. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA c.q. DIREKTUR JENDERAL PAJAK c.q. KEPALA KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA PUSAT c.q. KEPALA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA GAMBIR EMPAT, selaku Tergugat II.
Pada tahun 2006 Penggugat bekerja pada Tergugat I sebagai manajer pemasaran PT. Porexina Dasa Utama yang bertugas terima order import dan deliver barang. Namun tanpa sepengetahuan ataupun persetujuan dari Penggugat, Tergugat I dalam laporan pajaknya telah mencantumkan nama Penggugat sebagai Direktur Tergugat I sehingga akibatnya Penggugat bertanggung jawab atas hutang pajak Tergugat I.
Tindakan Tergugat I dinilai merupakan Perbuatan Melawan Hukum, karena Penggugat bukan sebagai Direktur Tergugat I sebagaimana temyata pada Akta Berita Acara Rapat PT. Porexina Dasa Utama tahun 2003.
Pada pertengahan bulan Juni 2010, Penggugat menerima surat dari Tergugat II perihal Himbauan Pelunasan Utang Pajak, yang isi pokoknya Tergugat II memperingatkan agar Penggugat segera melunasi utang pajak atas nama Tergugat I yang sampai dengan per tanggal 15 Juni 2010 berjumlah Rp.3.193.549.522,-.
Dasar diterbitkan surat tersebut oleh Tergugat II adalah oleh karena Penggugat sebagai Direktur Tergugat I sebagaimana tercantum pada lampiran V SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2007 (1771-V) atas nama Tergugat I.
Dalam surat tersebut, Tergugat II mengancam akan melakukan tindakan penagihan aktif terhadap Penggugat yang meliputi penyitaan atas barang barang milik Penggugat, Pemblokiran Rekening Bank Penggugat serta Pencegahan dan/atau Penyanderaan terhadap diri Penggugat (gizeling).
Ancaman tersebut diatas ternyata direalisasi Tergugat II dengan melakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan Penggugat yang berada di Bank tempat Penggugat membuka rekening. Pemblokiran yang dilakukan oleh Tergugat II atas harta kekayaan Penggugat semata-mata karena tindakan Tergugat I yang mencantumkan Penggugat sebagai Direktur Tergugat I dalam Iaporan pajaknya.
Dengan demikian Penggugat meminta Pengadilan untuk memerintahkan Tergugat II agar mengeluarkan surat kepada Bank untuk mengangkat blokir atas harta kekayaan Penggugat di Bank, berupa giro maupun rekening tabungan.
Namun pihak kantor pajak mengajukan tangkisan, bahwasannya kompetensi absolut atau yang menjadi yurisdiksi peradilan yang berwenang mengadili sengketa pajak ialah Pengadilan Pajak bukan Pengadilan Negeri. Meski demikian, Majelis Hakim menjatuhkan putusan sela yang menyatakan
“... sesuai pasal 134 HIR Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus menjatuhkan Putusan Sela mengenai Eksepsi kewenangan tersebut dan putusan mana telah diucapkan pada tanggal 11 Januari 2011 sebagai berikut:
1. Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara ini;
3. Memerintahkan kedua belah pihak untuk melanjutkan pemeriksaan pokok Perkara;”
Selanjutnya atas pokok perkara gugatan, Majelis Hakim membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa intisari gugatan Penggugat adalah keberatan terhadap pencantuman nama Penggugat sebagai Direktur Tergugat I (PT. POREXINA DASA UTAMA) sehingga Penggugat ditagih oleh Tergugat II (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Empat ) atas hutang pajak sebesar Rp. 3.193.549.522.- (tiga milyar seratus sembilan puluh tiga juta lima ratus empat puluh sembilan ribu lima ratus dua puluh dua rupiah) dan oleh Tergugat II telah melakukan pemblokiran atas aset aset milik Penggugat;
“Menimbang, bahwa yang menjadi obyek sengketa atau perselisihan yang didalilkan oleh Penggugat dalam perkara ini adalah: Perbuatan Melawan Hukum oleh Tergugat I (badan hukum privat) karena telah mencatumkan nama Penggugat sebagai Direktur Tergugat I (PT. POREXINA DASA UTAMA) dalam laporan Pajak SPT Tahunan PPH Badan Tahun 2007 (1771-V) sehingga berakibat Penggugat telah ditagih oleh Tergugat II (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Empat ) atas hutang pajak Tergugat I sebesar Rp. 3.193.549.522.- dan oleh Tergugat II telah melakukan pemblokiran aset-aset milik Penggugat.
“Menimbang, bahwa hal-hal yang diakui oleh Tergugat I bahwa benar Penggugat tidak tercantum dalam akta Pendirian dari Tergugat I (PT. POREXINA DASA UTAMA) yang duduk sebagai direksi adalah Sdr. Koko Roekadjat dan sdr.Imam Busyro dengan komposisi saham Roekadjat memiliki 250 saham dan sdr. Busyro 250 saham sebagaimana dalam akte Pendirian PT.Porexina Dasa Utama Akta Notaris Saal Bumela No. 59 Tanggal 26 Nopember 1999 dan kemudian pada tahun 2003 telah terjadi perubahan Direksi dari Imam Busyro pemegang 250 saham kepada sdr. Abdul Kholiq dengan akta Notaris tanggal 11 Pebruari 2003;
“Menimbang, bahwa hal-hal yang diakui oleh Tergugat II bahwa Tergugat I memiliki utang pajak per tanggal 15 Juni 2010 sebesar Rp. 3.193.549.522,-(tiga milyar seratus Sembilan puluh tiga juta lima ratus empat puluh Sembilan ribu lima ratus dua puluh dua rupiah);
“Menimbang, bahwa hal yang dibantah oleh Tergugat I bahwa sesungguhnya pengurus/Direksi tidak pernah menyetor modal ke Perusahaan karena semuanya disetor oleh Penggugat dan para Direksi tersebut tak lebih sebagai tenaga accounting/Pembukuan karena semua kewenangan Direksi diambil alih oleh Penggugat;
“Menimbang, bahwa hal yang tidak dibantah oleh Tergugat I bahwa Tergugat I tanpa sepengetahuan Penggugat telah mencantumkan nama Penggugat sebagai Direktur pada Tergugat I pada Laporan Pajak;
“Menimbang, bahwa hal yang dibantah oleh Tergugat II bahwa Penggugat adalah sebagai penanggung pajak karena telah tercantum sebagai direktur dalam SPT Tahunan PPH Pasal 21 Form 1721-A1;
“Menimbang, bahwa persoalan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaads) yang digugat oleh Penggugat sebagaimana dikemukakan di atas adalah hanya terhadap Tergugat I karena telah mencantumkan dalam laporan pajaknya nama Penggugat, yang berakibat Penggugat dibebani hutang pajak oleh Tergugat II dan oleh Penggugat menuntut agar beban pajak tersebut menjadi tanggungjawab Tergugat I;
“Menimbang, bahwa berdasarkan akta Pendirian PT.Porexina Dasa Utama Akta Notaris Saal Bumela No. 59 Tanggal 26 Nopember 1999 dan akta perubahan Direksi dari Imam Busyro pemegang 250 saham kepada sdr. Abdul Kholiq dengan akta Notaris tanggal 11 Pebruari 2003 yang diakui oleh Tergugat I, Penggugat adalah bukan Direksi dan bukan pula sebagai Komisaris atau pemegang saham atas PT. Porexina Dasa Utama;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti Akta Otentik berupa Akta Notaris yang dibuat oleh Notaris Tahun 1999 dan akta Notaris tahun 2003 di atas dan pengakuan Tergugat I bahwa Penggugat bukan Direksi dan bukan sebagai pemegang saham dalam perusahaan tersebut, namun Tergugat I telah mencantumkan nama Penggugat sebagai Direktur pada Tergugat I pada Laporan Pajak dalam SPT Tahunan PPH Pasal 21;
“Menimbang, bahwa Akta Pendirian PT. Porexina Dasa Utama dan Perubahan Direksi dalam akta Notaris merupakan akta otentik sesuai ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, dan memiliki bukti sempurna sesuai ketentuan Pasal 1870 KUHPerdata, sah sebagai suatu perjanjian bagi kedua belah pihak yang berjanji sesuai ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan mengikat sebagai undang-undang bagi pihak berjanji sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata;
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Imam Busyro bahwa saksi adalah sebagai Direktur Utama PT.Porexina Dasa Utama sejak didirikan pada tahun 2000 dan sdr. Koko Roekadjat sebagai Direktur II, kemudian pada tahun 2003 saksi digantikan oleh sdr. Abdul Choliq sebagai Direktur Utama;
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Imam Busyro terdapat hal yang kontradiksi dan tidak logis, dimana saksi menyatakan bahwa modal perusahaan yang disetor oleh saksi adalah berasal dari Penggugat tetapi pembagian keuntungan lebih besar untuk saksi Imam Busyro yakni sebesar 60 % x (100%-20%) sedangkan untuk Penggugat lebih kecil yakni sebesar 40 % x (100% - 20%), dan selain itu saksi menyatakan bahwa uang yang ia terima tersebut adalah sebagai gaji, hal ini tidak logis karena besarnya gaji lazimnya menetap per bulan, dan tidak didasarkan pada besar kecilnya keuntungan kecuali pembagian bonus, karenanya keterangan saksi sdr. Imam Busyro (mantan pendiri/Direktur PT. Porexina Dasa Utama) dinilai tidak dapat melumpuhkan kekuatan akta otentik pendiriian dan akta otentik perubahan susunan pengurus PT. Porexina Dasa Utama tersebut;
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Drs Muji Haryaka bahwa saksi adalah bekerja sebagai karyawan Penggugat tetapi banyak mengerjakan untuk kepentingan PT. Porexina Dasa Utama dan yang melakukan laporan pajak dan mencatat lalu lintas barang adalah sdr. Choliq;
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi Imam Busyro ternyata saksi selaku Direktur dan telah mendapatkan penghasilan yang lebih besar dari penghasilan Penggugat selaku manajer Pemasaran dan dari keterangan saksi Drs. Muji Haryaka ternyata yang melakukan pelaporan pajak adalah sdr. Choliq, dengan demikian tidak terdapat bukti yang dapat melumpuhkan kekuatan akta otentik Pendirian PT. Porexina dan akta perubahan pengurus perusahaan tersebut, karenanya dalil-dalil sangkalan Tergugat I harus dikesampingkan;
“Menimbang, bahwa dalam Akta Pendirian PT. Porexina Dasa Utama dan Perubahan Direksi dalam akta Notaris tercantum hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri PT. Porexina Dasa Utama tersebut, demikian pun mengenai kewajiban Direksi dan tanggung jawab direksi sesuai ketentuan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas;
“Menimbang, bahwa gugatan Penggugat terhadap Tergugat I adalah perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata adalah sebagai berikut : a). bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, b). melanggar hak subyektif orang lain, atau melanggar tata susila, atau c). bertentangan dengan azas patutan, ketelitian serta sikap hati-hati dalam pergaulan hidup masyarakat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan unsur-unsur perbuatan yang terdapat dalam uatan Pasal 1365 KUHPerdata di atas, apakah pada Tindakan Tergugat I terdapat perrbuatan melanggar hukum dapat dilihat dari fakta hukum sebagai berikut:
• bahwa Tergugat I tidak membantah bahwa tanpa sepengetahuan Penggugat telah mencantumkan nama Penggugat sebagai Direktur pada Tergugat I pada Laporan Pajak dalam SPT Tahunan PPH Pasal 21;
• Bahwa dalam akta pendirian dan akta perubahan pengurus badan hukum PT. Porexina Dasa Utama tercantum hak-hak dan kewajiban serta tanggungjawab pihak-pihak personifikasi badan hukum tersebut sesuai ketentuan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diganti dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
“Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur sebagai berikut:
"Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar."
• Bahwa akta Pendirian dan Perubahan susunan Pengurus adalah akta perjanjian otentik yang berkekuatan sempurna yang mengikat kepada kedua belah pihak berjanji dan pihak ketiga harus menghormati perjanjian tersebut, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata;
• Bahwa nama Penggugat tidak tercantum baik dalam akta pendirian maupun dalam akta perubahan Direksi sebagai personifikasi badan hukum tersebut;
“Menimbang, bahwa karena ternyata personifikasi Tergugat I tanpa sepengetahuan Penggugat telah mencantumkan nama Penggugat sebagai Direktur pada Tergugat I pada Laporan Pajak dalam SPT Tahunan PPH Pasal 21 Form 1721-A1 maka perbuatan tersebut jelas bertentangan dengan wewenang dan tanggung jawab Tergugat I dalam hal ini sdr. Imam Busyro dan Choliq selaku pengurus atau personifikasi badan hukum PT. Porexina Dasa Utama tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 2007 dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata;
“Menimbang, bahwa dengan mengacu pada pengertian unsur-unsur dan syarat perbuatan melanggar hukum di atas maka tindakan Tergugat I mencantumkan nama Penggugat sebagai Direktur pada Tergugat I pada Laporan Pajak dalam SPT Tahunan PPH Pasal 21 Form 1721-A1 adalah melawan hak orang lain atau Tergugat I dinyatakan telah melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaads) terhadap Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata;
“Menimbang, bahwa karena Tergugat I telah terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum terhadap Penggugat, maka tindakan Tergugat II yang telah membebani Penggugat sebagai Penanggung pajak atas hutang Pajak Tergugat I sebesar Rp. 3.193.549.522.- harus dinyatakan tidak sah karena Penggugat bukan sebagai Pengurus, dan bukan sebagai pemegang saham mayoritas atau pengendali pada PT. Porexina Dasa Utama, dengan demikian pembebanan pajak oleh Tergugat II pada Penggugat tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 28 dan Pasal 32 UU KUP dan sekaligus telah menimbulkan kerugian pada Penggugat;
“Menimbang, bahwa karena Tergugat I telah terbukti melakukan perbuatan melanggar hukum terhadap Penggugat, dan Penggugat telah dirugikan karena dibebani hutang pajak oleh Tergugat II, maka telah menimbulkan perutangan (verbintenissen) bagi Tergugat I untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat atas hutang pajak yang dibebankan oleh Tergugat II kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa mengenai ganti rugi dimaksud karena pembebanan hutang Pajak atas nama Tergugat I kepada Penggugat, ternyata dilakukan oleh Tergugat II sebatas penyitaan berupa pemblokiran harta kekayaan Penggugat di Bank ... , maka Tergugat II harus tunduk dan patuh serta harus mengangkat pemblokiran atas harta kekayaan Penggugat di Bank ... tersebut;
“Menimbang, bahwa mengenai bukti-bukti TII-40/TI-3 berupa Pernyataan sdr. Abdul Kholiq dan TII-41/TI berupa surat klarifikasi yang diajukan oleh Tergugat II, adalah berupa akta dibawah tangan dan sifatnya sepihak, bukti-bukti ini tidak dapat melumpuhkan akta otentik sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, karenanya bukti TII-40/TI-3 dan TII-41 ini harus dikesampingkan, sedangkan bukti-bukti lain sebagian besar berupa peraturan perundang-undangan sepanjang terkait dengan gugatan Penggugat dipandang telah terserap dengan pertimbangan-pertimbangan di atas;
“Menimbang, bahwa terhadap keterangan saksi Heru Budi Kusumo, SE dan saksi Matheus Hermanus menerangkan bahwa sejak berdirinya PT. Porexina Dasa Utama yang menandatangani dokumen pajak adalah Direktur bukan Penggugat, namun Penggugat pernah dihimbau untuk melunasi tunggakan pajak dan rekeningnya telah diblokir karena nama Penggugat pernah ada di SPT, dan terhadap pencantuman nama Penggugat pada SPT tersebut tanpa setahu Penggugat sebagaimana telah dipertimbangkan di atas dan telah dinyatakan sebagai perbuatan melanggar hukum oleh Tergugat I, sehingga pembebanan Pajak kepada Penggugat adalah tidak sah dan penyitaan atas harta kekayaan Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat II harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum dan tidak sah;
M E N G A D I L I :
Dalam Eksepsi;
- Menolak eksepsi Tergugat II untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara;
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat bukan sebagai Direktur Tergugat I (PT. Porexina Dasa Utama;
3. Menyatakan Tergugat I (PT. Porexina Dasa Utama) telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena telah mencantumkan Penggugat sebagai Direktur (PT. Porexina Dasa Utama) dalam berkas pajaknya;
4. Menyatakan Tergugat I (PT. Porexina Dasa Utama) bertanggung jawab atas hutang pajaknya pada Tergugat II yang sampai dengan per tanggal 15 Juni 2010 berjumlah Rp.3.193.549.522,- (tiga milyar seratus sembilan puluh tiga juta lima ratus empat puluh sembilan ribu lima ratus dua puluh dua rupiah);
5. Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum Surat Permintaan Pemblokiran Rekening Sutargi Kosasih No. 8912/WJP.06/KP.13/2010 tanggal 2 Agustus 2009 yang ditujukan kepada PT. Bank ... dan Surat Perintah Melaksanakan penyitaan No. SIT-005/M/WJP.06/KP.1304/2010 tanggal 2 Agustus 2010 atas nama Giro dan tabungan milik Sutargi Kosasi;
6. Memerintahkan kepada Tergugat II untuk mengeluarkan surat kepada Bank ... untuk mengangkat blokir atas harta kekayaan Penggugat di Bank ... yaitu:
1 Giro milik Penggugat di Bank ... , dengan Rekening Nomor: 285-3051233;
2 Tabungan milik Penggugat di Bank ... , dengan Rekening Nomor: 285-1163133;
3 Tabungan milik Penggugat di Bank ... , dengan Rekening Nomor: 308-0126386;
7 Menghukum Tergugat II untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 10.000.000,-(sepuluh juta rupiah) per hari atas keterlambatan pemenuhan putusan ini;”
SHIETRA & PARTNERS kerap menjumpai praktik direksi “boneka” demikian. Hal ini biasa menjadi praktik kotor korporat dalam bentuk grub usaha, dimana karyawannya ditunjuk sebagai direktur ataupun komisaris tanpa kehendak bebas untuk menolak. Bahkan, penulis menemukan fakta salah satu perseroan terbatas di Jakarta, menjadikan supir pribadi sang pemilik usaha dipakai namanya sebagai Direktur Utama.
Secara pribadi SHIETRA & PARTNERS berpendapat, dalam Undang-Undang tentang Perbankan revisi berikutnya, perlu diakomodasi hak-hak penggugat yang dinyatakan menang oleh pengadilan, dimana definisi “rahasia nasabah penyimpan dan simpannya” tidak berlaku bagi nasabah yang terjerat kasus gugatan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap dan dihukum untuk membayar ganti-rugi kepada penggugat, serta diakomodasinya hak bagi Penggugat untuk mengajukan blokir atas rekening milik tergugat, atau perlu seketika mendebet nominal saldo rekening sebesar perintah pengadilan yang menjalankan eksekusinya.
Dengan demikian diharapkan tiada lagi putusan pengadilan yang “menang diatas kertas” terlebih praktik direksi “boneka”.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.