LEGAL OPINION
Question: Apakah ada ancaman pidana penjara bagi pengusaha yang tidak memenuhi hak normatif pekerjanya? Semisal memberi upah dibawah Upah Minimum yang ditetapkan pemerintah, apakah ada ancaman saksi pidana, serta bagaimana praktiknya di pengadilan?
Brief Answer: Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur sanksi pidana berupa ancaman hukuman penjara bagi pelaku usaha yang menerapkan upah bagi buruh / pekerjanya dibawah Upah Minimum yang ditetapkan pemerintah tanpa memiliki izin penangguhan kenaikan UMP / UMK / UMR / UMS. Baik regulasi maupun praktik peradilan telah menerapkan ketentuan pidana ini.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Pengadilan Negeri Malang register perkara pidana Nomor 69/Pid.Sus/2012/PN.MLG tanggal 20 November 2012 dimana H. SLAMET YASIN menjadi Terdakwa, yang oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dihadapkan ke persidangan dengan dakwaan alternatif, yakni:
DAKWAAN KESATU: Terdakwa pada tanggal 14 Pebruari 2010 sampai dengan tanggal 0l Maret 2010 telah “Membayar upah lebih rendah dari upah mininum sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 89” yang dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:
Terdakwa selaku pemitik UD Shanty Dewi dengan bidang usaha pakaian jadi telah memperkerjakan 16 (enam belas) karyawan diantaranya saksi BASTIAN, CHANDRA, SANTO, REIHAN dan saksi FIKI dengan masa kerja bervariasi antara 8 (delapan) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun, semenjak para karyawan mulai bekerja para karyawan tersebut belum menerima upah dengan nilai sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan nominal UMK (Upah Minimum Kota) khususnya untuk kota Malang.
Alasan terdakwa dengan tidak memberikan upah sebagaimana dengan ketentuan UMK Kota Malang adalah karena para karyawan tidak bisa memenuhi target produksi sebagaimana yang telah tentukan oleh pihak perusahaan UD Shanty Dewi.
Sedangkan bagi karyawan, target tersebut diatas tidak rasional, terlebih dengan kondisi mesin dan jam istirahat yang kurang sehingga tidak mungkin terpenuhi, dan apabila karyawan tidak memenuhi target maka terdakwa memotong gaji setiap karyawan sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) perhari.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 90 ayat (1) jo. pasal 185 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
ATAU
DAKWAAN KEDUA: Terdakwa pada tanggal 14 Pebruari 2010 sampai dengan 0l Maret 2010 bertempat di UD Shanty Dewi Kota, “Dengan tidak memberikan waktu istirahat dan cuti tahunan kepada pekerja/buruh" yang dilakukan terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut:
Semenjak para karyawan mulai bekerja, pihak perusahaan dalam hal ini Terdakwa selaku pimpinan perusahaan sama sekali tidak pemah memberikan cuti tahunan kepada para karyawan.
Alasan Terdakwa dengan tidak memberikan cuti tahunan kepada para karyawan adalah karena para karyawan tidak bisa memenuhi target produksi sebagaimana yang telah tentukan oleh pihak perusahaan UD Shanty Dewi.
Sedangkan bagi karyawan teradap target tersebut diatas cukup besar, terlebih dengan kondisi dan jam istirahat yang kurang sehingga tidak mungkin terpenuhi dan apabila karyawan tidak memenuhi target maka terdakwa memotong gaji setiap karyawan sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) perhari.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 79 ayat (1) dan (2) huruf e jo. pasal 187 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
ATAU
DAKWAAN KETIGA: Terdakwa pada tanggal 14 Pebruari 2010 sampai dengan tanggal 01 Maret 2010 bertempat di UD Shanty Dewi Kota Malang "Dengan tidak mengikutsertakan karyawan dalam program jaminan sosial tenaga kerja” yang dilakukan terdakwa dengan cara berikut:
Alasan terdakwa dengan tidak mengikutsertakan karyawan dalam program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) adalah karena para karyawan tidak bisa memenuhi target produksi sebagaimana yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan UD Shanty Dewi.
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 4 ayat (1) jo pasal 29 ayat (l) Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Terhadap tuntutan JPU, Majelis Hakim kemudian membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
1. Bahwa terdakwa sebagai pemilik/penanggungjawab perusahaan, hal mana pengertian “Pengusaha" sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Umum pada pasal 1 angka (5) huruf a Undang-undang Rl Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu : Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
2. Bahwa yang dimaksud hubungan kerja ada 3 unsur yaitu adanya :
1. Perintah,
2. Pekerjaan dan
3. Upah,
3. bahwa mengenai perjanjian kerja bisa lisan dan bisa tertulis, karyanan bekerja tanpa adanya perjanjian kerja tertulis sudah sah menurut hukum berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
4. bahwa perjanjian kerja bisa tertulis dan lisan sudah sah terjadinya hubungan kerja dibuktikan dengan adanya upah tiap bulannya yang tertera dislip gaji (sebagaimana bukti-bukti surat yang dijadikan barang bukti dipersidangan berupa slip gaji karyawan selalu ada tanda tangan terdakwa selaku pimpinan);
5. bahwa yang dimaksud “upah” dalam UU Rl No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Ketentuan umum pasal 1 angka 30 bahwa: upah adalah: hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjagan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan / atau jasa yang telah atau akan dilakukan;
6. upah minimum yang termasuk kedalam Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh, sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan pasal 38 ayat (3) Undang-undang RI No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang meliputi yang ditentukan dalam pasal 89 ayat (1) huruf b yaitu: Upah minimum sebagaimana dlmaksudkan dalam pasal 89 ayat (3) huruf a dapat tediri atas (b) upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten kota pada ayat (3) ditentukan bahwa : 3) upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubemur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Propinsi dan atau Bupati Walikota.”
7. Bahwa, untuk karyawan pada UD Shanti Dewi sudah bekerja bertahun tahun walaupun tidak ada hitam diatas putih hanya lisan saja dan terus menerus bekerja sudah sah menjadi karyawan;
9. bahwa terdakwa memberikan upah, melakukan pemotongan upah akibat perbuatan karyawannya (in casu saksi-saksi) yang diawali dengan surat peringatan dan jika karyawan tidak memenuhi target maka akan dipotong sesuai slip gaji yang ditunjukkan di persidangan;
10. bahwa pada tahun 2010, ada permasalahan antara karyawan termasuk Bastian, Fiki, Susanto, candra Wijaya karena ingin ada peningkatan upah sesuai UMK kota Malang;
11. bahwa karyawan bordir di UD Shanty Dewi dulunya berjumlah 11 orang (bekerja antara tahun 2000 sampai tahun 2010), namun 3 orang telah mengundurkan diri, sehingga sisanya masih lagi 8 orang;
14. bahwa mengani pasal 4 ( mengenai kenaikan gaji atau upah yang sesuai dengan UMK Kota Malang sebesar Rp. 1.006.263,- belum bisa dibayar oleh terdakwa dan menjadi utang terdakwa kepada karyawannya;
15. bahwa gaji / upah yang diterima karyawan UD Shanty Dewi naik menjadi Rp. 800.000,- ( delapan ratus ribu rupiah ) sejak tanggal 15 Pebruari 2010 sampai dengan tanggal 28 Pebruari 2010;
16. bahwa disamping upah buruh juga menerima bonus jika mencapai target, padahal bonus yang diberikan terdakwa mengenai bonus dalam ketentuan peraturan ketenagakerjaan bukan merupakan komponen UMK dan bonus adalah penbayaran yang dibayar pengusaha apabila karyawan mengalami keuntungan, jadi wajibnya 8 jam keria sehari itu adalah yang UMK yang berlaku kalau bonus memenuhi target atau perusahaan sudah memberikan untung seperti bonus lebaran sehingga masalah upah tidak ada kaitannya dengan bonus, akan tetapi terdakwa mencantumkan bonus seperti bagian dari upah.
17. Bahwa jika diterapkan UMK kota Malang Rp. 1.006.268 maka dari gaji sejumlah Rp. 800.000,- sejak bulan Pebruari 2010, maka sisanya yang lagi Rp. 200.000,- adalah merupakan utang dari Terdakwa kepada karyawannya;
18. Bahwa, dalam ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menentukan bahwa majikan tidak boleh atau dilarang membayar upah dibawah ketentuan UMK vide pasal 9l ayat (1), apabila ada perjanjian kerja / perburuhan yang menentukan upah dibawah UMK dianggap batal atau batal demi hukum;
19. Bahwa hukum pidana mempersoalkan unsur niat tidak membayar upah yang sesuai dengan UMK tersebut, ada niat untuk itu dan diwujudkan niat tersebut dalam bentuk tidak pernah membayar upah sejumlah nilai UMK, sehingga yang dilihat berapa nilai riil nominal yang dibayarkan, bukan yang diperjanjikan, kalau riil yang dibayarkan Rp. 800.000,- berarti telah melanggar ketentuan pasal 90 ayat (1) UU Rl l\lo. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
20. apabila perusahaan tidak mampu membayar upah sesuai UMK yang ditentukan yakni sebesar Rp. 1.006. 263,- harus mengajukan izin penangguhan untuk menyatakan bahwa dirinya atau perusahaan tidak mampu untuk membayar upah sesuai UMK dan setelah dilakukan audit maka pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja memperkenankan kepada perusahaan tersebut untuk membayar dibawah UMK;
22. Bahwa, dalam ketentuan undang-undang no. 13 Tahun 2003 menentukan bahwa majikan tidak boleh atau dilarang membayar upah dibawah ketentuan UMK vide pasal 9l ayat (1), apabila ada perjanjian kerja / perburuhan yang menentukan upah dibawah UMK dianggap batal atau batal demi hukum, dan Undang-Undang No.l3 Tahun 2003 melindungi : Buruh dari eksploitasi upah, dari kepesertaan Jamsostek dan campur tangan perusahaan ketika mengintervensi sikap buruh, negara dalam Pasal 185 memberikan criminal policy yaitu kebijakan kriminal untuk semua pelanggaran tersebut diatas termasuk pidana, karena hampir seluruh kasus perburuhan sekitar 60 sampai 80 persen permasalahan yang muncul antara pengusaha dan buruh adalah masalah upah, dan ada upaya dari negara atau pemerintah apabila perusahaan tidak mampu harus mengajukan izin penangguhan untuk menyatakan bahwa dirinya atau perusahaan tidak mampu untuk membayar upah sesuai UMK dan setelah dilakukan audit maka pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja memperkenankan kepada perusahaan tersebut untuk membayar dibawah UMK;
“Menimbang, ... Majelis akan mempertimbangkan dakwaan Kesatunya yaitu: sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 90 ayat (1) jo pasal 185 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, adapun unsur-unsur pasal ini adalah sebagai berikut:
1. pengusaha;
2. Dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 89;
“Bahwa yang dimaksud dengan "Pengusaha" sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Umum pada pasal 1 angka (5) huruf a Undang-undang Rl Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu: Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
“Bahwa, pengertian dilarang sebagaimana istilah dalam Kamus Besar Bahasa lndonesia , Tim prima pena, Gita Media Press, Jakarta, hat. 481-482 bahwa; Dilarang yang memiliki 'kata dasar Larang, melarang (kk), yaitu "mencegah untuk tidak melakukan, menyuruh untuk tidak melakukan sesuatu, tidak boleh mengerjakan sesuatu“ lebih lanjut Dilarang identik dengan kata Larangan (kb) yang memiliki makna kata bahwa : "sesuatu yang dilarang, aturan yang mencegah atau membatasi sama sekali agar tidak dilanggar;
“Sementara pengertian membayar upah sebagaimana ketentuan mengenai istilah upah dalam UU Rl Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Ketentuan umum pasal 1 angka 30 bahwa: “upah adalah: hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjagan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan / atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”
“Sedangkan unsur upah minimum yang termasuk kedalam Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh, sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan pasal 38 ayat (3) Undang-Undang RI No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang meliputi yang ditentukan dalam pasal 89 ayat (1) huruf b yaitu: Upah minimum sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas: upah minimum, dihubungkan dengan pasal 89 ayat 1, maka upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat 3 huruf a terdiri dari a. ... , b. Upah minimum berdasarkan pada sektor pada wilayah propinsi atau kabupaten/ kota dan dalam ayat 3 dari pasal 89 berbunyi: 3) upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubemur;
“Menimbang, bahwa sebagaimana pendapat ahli bahwa sebenarnya masih ada jalan lain yang bisa melindungi terdakwa jika memang benar-benar kondisi perusahaan terdakwa “tidak baik” sehingga tidak merugikan hak-hak karyawan dan itu tidak dilaksanakan yaitu sebagaimana terungkap pada fakta hukum angka 23 yaitu:
- Bahwa, dalam ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menentukan bahwa majikan tidak boleh atau dilarang membayar upah dibawah ketentuan UMK, ... , dan ada upaya dari negara atau pemerintah apabila perusahaan tidak mampu harus mengajukan izin penangguhan untuk menyatakan bahwa dirinya atau perusahaan tidak mampu untuk membayar upah sesuai UMK dan setelah dilakukan audit maka pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja memperkenankan kepada perusahaan tersebut untuk membayar dibawah UMK;
“Dari frase tersebut dan tidak hanya sekedar pendapat ahli, di dalam praktek sangat memungkinkan untuk dilaksanakan hal demikian yaitu ada semacam niat baik (bukan siasat menghindar dari Pengusaha), apabila merasakan adanya beban cukup berat bila dihadapkan pada kondisi “masih tetap ingin menyelamatkan perusahaan karena pertimbangan isi perut karyawan dan keluarganya akan tetapi kondisi mengharuskan membayar upah sesuai UMK.
“Sekali lagi hal ini, ada itikad baik Pengusaha sangat diperlukan dan tentunya karyawan sendiri juga menyadari bahwa kondisi tidak baik perusahaan, hubungan tetap terjalin harmonis dalam suasana perburuhan.
“Menimbang, bahwa selama persidangan Majelis hakim tidak menemukan adanya usaha atau tindakan Terdakwa melakukan seperti apa yang disampaikan ahli di persidangan dan sangat memungkinkan untuk dilaksanakan dalam prakteknya, namun harus dilandasi kondisi yang faktual dan itikad baik dari Pengusaha.
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum tersebut, Majelis Hakim berpendapat terhadap uraian unsur pasal ini telah memenuhi rumusan bahwa Dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 89, telah terbukti.
“Menimbang, bahwa dengan terbuktinya semua unsur dari pasal yang dimaksud pada dakwaan alternatif kesatu sebagaimana yang telah dikonstatir di dalam fakta-fakta hukumnya maka Majelis berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dibidang ketenagakerjaan, sehingga dakwaan alternatif lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi,
“Menimbang, bahwa kondisi terdakwa baik dari usia, kesehatan dan tidak bisa dipungkiri bahwa antara terdakwa bersama karyawan (incasu termasuk saksi-saksi pelapor) yang telah didengar keterangannya di persidangan ikut bersama-sama dalam suka dan duka bersama-sama menjalankan usaha di UD Shanty Dewi, terjalin ada ikatan bathin, sepanjang persidangan Majelis hakim tidak melihat adanya rasa sakit hati, bermusuhan diantara wajah pelapor dan terdakwa, juga mengingat bahwa apakah pantas terdakwa yang dalam usia tergolong senja dikurung dalam dinginya tembok penjara sehingga menjadikan hukuman apa yang pantas dijatuhkan akibat kesalahan yang telah terbukti dilakukan sebagaimana dalam amar putusan nanti;
“Menimbang, bahwa adapun maksud dari pemidanaan atas diri terdakwa adalah bertujuan mendidik dan sebagai penjeraan terhadap terdakwa untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi;
“Menimbang, bahwa selama persidangan digelar, Majelis Hakim tidak mendapatkan referensi tentang usaha sejenis, dengan kata lain apakah hanya perusahaan yang dipimpin oleh terdakwa saja yang ada di kota Malang membayar upah belum sesuai UMK kota Malang sebesar Rp,1.006.263 (satu juta enam ribu dua ratus enam puluh tiga rupiah) dan apakah pihak Instansi terkait sudah memberikan penyuluhan kepada pemilik perusahaan yang sejenis atau yang lain jika menghadapi kesulitan keuangan dapat mempergunakan haknya sesuai ketentuan UU untuk melakukan penundaan/penangguhan pembayaran upah sesuai UMK yang berlaku dan bagaimana persyaratan tekhnisnya untuk melakukan upaya tersebut;
“Menimbang, bahwa sebelum sampai pada penjatuhan hukuman, maka perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan:
Hal-hal yang memberatkan:
• Terdakwa tidak ikut mendukung program pemerintah untuk melindungi kaum buruh dan upaya peningkatan kesejahtraan kaum buruh padahal mereka adalah asset perusahaan yang sangat berharga;
Hal-hal yang meringankan:
• Terdakwa sudah lanjut usia;
• Terdakwa menyadari itu sebagai suatu kesalahan karena belum mampu membayar upah buruh sesuai UMK;
• Terdakwa menyesal, sopan dan belum pernah dihukum;
“MENGADILI :
1. Menyatakan terdakwa H. SELAMET YASIN terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana KETENAGAKERJAAN;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan ketentuan pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali dikemudian hari ada perintah lain dalam putusan hakim, bahwa terpidana sebelum waktu percobaan selama 1 (satu) tahun berakhir telah bersalah melakukan sesuatu tindak pidana;
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.