PHK karena Tidak Mencapai Target Kerja oleh Perusahaan

LEGAL OPINION 
Question: Salah seorang staf marketing kami telah berkali-kali luput mencapai target yang ditetapkan manajemen. Apakah perusahaan dapat memutus hubungan kerja dengan staf kami tersebut dengan alasan tak berhasil mencapai target sebagaimana fungsi pokok tugasnya?
Brief Answer: Bisa, dengan disertai kompensasi sesuai hukum yang berlaku—terlebih bila pekerja / karyawan tersebut secara diam-diam menyetujui pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan menerima uang kompensasi tersebut.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register perkara No. 577 K/Pdt.Sus-PHI/2015 tanggal 26 Oktober 2015, antara:
- EEP (inisial), selaku Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA Tbk., sebagai Termohon Kasasi, semula Penggugat.
Tergugat bekerja pada Penggugat terhitung sejak tanggal tahun 2012. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Tergugat ditempatkan sebagai Business Manager pada Kantor Cabang Pembantu (KCP) milik Penggugat.
Oleh karena kinerja Tergugat tidak membaik dan KCP yang dipimpinnya terus mengalami kerugian melebihi target yang ditoleransi, akhirnya Area Branch Manager yang menjadi atasan Iangsung Tergugat, setelah melakukan penyelidikan membuat memorandum yang pada pokoknya meminta persetujuan untuk mengakhiri hubungan kerja Tergugat, dengan atasan:
- Tergugat jarang sekali memberi pembinaan kepada anak buahnya;
- Tergugat sering keluar kantor pada siang hari dan tidak kembali ke kantor pada sore harinya Tergugat sering tidak melaksanakan perintah atasan dan progress Tergugat sering tidak sesuai dengan komitmen awal
KCP yang dipimpin Tergugat selalu mengalami kerugian, yang pada akhir Desember 2012 Rp 1,11 milyar. Maka Penggugat menyetujui PHK Tergugat dan karena itu Area Branch Manager Penggugat yang menjadi atasan langsung Tergugat, memanggil Tergugat dan mengingatkan Tergugat atas janjinya untuk mengundurkan diri bila KCP terus merugi, jika tidak mampu memperbaiki kinerjanya dan mengejar target capaian yang sudah ditentukan untuknya.
Namun Tergugat menolak untuk mengundurkan diri dan memilih untuk diakhiri hubungan kerjanya oleh Penggugat dengan tujuan untuk mendapatkan pesangon. Mengingat Tergugat tidak bersedia memenuhi janjinya untuk mengundurkan diri melainkan ingin diakhiri hubungan kerjanya oleh Penggugat, akhirnya atas dasar kinerja yang buruk serta tidak pula memiliki kemauan untuk memperbaiki kinerjanya sekalipun telah berulangkali dilakukan pembinaan, Penggugat memanggil Tergugat untuk melakukan perundingan bipartite, meski Tergugat tidak ingin hubungan kerjanya diakhiri.
Menyikapi pendirian Tergugat yang selalu berubah, Penggugat menyimpulkan bahwa Tergugat memiliki kepribadian yang labil, hal mana makin menguatkan keputusan Penggugat untuk mengakhiri hubungan kerja Tergugat dan kepadanya diberikan hak-hak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yakni sebagai berikut:
a. Pesangon 2 x Pasal 156 ayat (2): 4 bulan Upah x Rp 12.409.000 = Rp 49.636.000,00
b. Uang Penghargaan Masa Kerja: Rp -
c. Uang Penggantian Hak : 15 persen x 49.636.000 = Rp 7.475.400,00
Total: Rp 49.636.000 + Rp 7.475.400 = Rp 57.081.400,00
Pada tanggal 12 Februari 2014 akhirnya Penggugat memutuskan mengakhiri hubungan kerja Tergugat, apalagi setelah Penggugat mendapatkan laporan serta bukti tentang tindakan dan sikap Tergugat yang ternyata selalu mengintimidasi Area Branch Manager Penggugat yang menjadi atasan langsung Tergugat, yang disebabkan karena Area Branch Manager Penggugat tersebut memberikan penilaian atas kinerja Tergugat dan termasuk memberikan rekomendasi atas PHK Tergugat.
Mengingat PHK terhadap Tergugat tidak dapat lagi dihindari, Penggugat selanjutnya memberikan kompensasi kepada Tergugat sebesar Rp 57.081.400;00 melalui transfer bank dan telah diterima oleh Tergugat, yang dibuktikan dengan penarikan uang kompensasi tersebut oleh Tergugat dari tabungannya dan kemudian menutup tabungannya pada Penggugat, dengan demikian Penggugat menganggap bahwa PHK antara Penggugat dan Tergugat telah dapat diselesaikan, namun ternyata pada tanggal 14 Mei 2014 Penggugat menerima panggilan sidang mediasi dari instansi ketenagakerjaan Kota Bekasi.
Dalam perundingan mediasi di hadapan Mediator dari Disnaker, Pengguggat menjelaskan bahwa PHK telah final, oleh karena Tergugat telah menerima kompensasi yang diberikan, hal mana juga telah diakui oleh Tergugat, namun Mediator tetap melanjutkan mediasi dan kemudian mengeluarkan anjuran yang pokoknya sebagai berikut:
1. Pihak PT. Bank lntemasional Indonesia Tbk, mempekerjakan kembali pekerja Sdr. EEP terhitung tanggal 15 September 2014;
2. ... dst
Anjuran Mediator tersebut ditolak oleh Penggugat, sehingga berlanjut pada gugatan PHK di PHI. Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Hubungan Industrial Bandung memberikan putusan Nomor 198/Pdt.Sus.PHI/2014/PN.Bdg tanggal 7 Mei 2015, yang pertimbangan hukum serta amarnya sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Tergugat telah membuat surat pernyataan bermaterai yang menyatakan bersedia mengundurkan diri jika tidak memenuhi target yang telah ditentukan perusahaan, dan bahwa kinerja Tergugat tidak kunjung membaik dan juga masih terus merugi sampai akhir bulan Oktober 2013, untuk akhir Desember 2012 KCP Kalimas membukukan kerugian Rp 1,11 Milyar dengan BKPI YTD sebesar 202,11 (NI) dan Oktober 2013 rugi Rp 1.306.633.291,00 dengan BKPI YTD sampai akhir September 2013 sebesar 275,76 (NI) dan Penggugat pun telah melakukan beberapa kali one on one coaching namun tetap tidak ada perbaikan kinerja Tergugat, serta Tergugat pun telah menerima uang pesangon dari Penggugat, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena perusahaan sampai dengan akhir bulan Oktober 2013 tetap merugi, seharusnya Tergugat konsisten dengan isi surat pernyataan bermaterai yang telah dibuat sendiri oleh Tergugat, jika perusahaan tetap rugi maka Tergugat berbesar hati dan secara sukarela menyatakan pengunduran diri dari tugas dan tanggung jawab Tergugat di perusahaan;
“Menimbang, bahwa petitum angka 3 gugatan Penggugat memohon menyatakan sah uang pesangon yang diberikan serta yang diterima oleh Tergugat Rp 57.081.400,00 (lima puluh tujuh juta delapan puluh satu ribu empat ratus rupiah), oleh karena Majelis Hakim telah menyatakan karena Tergugat dalam proses persidangan tidak pernah mengembalikan lagi uang pesangon kepada Penggugat sehingga sesuai dengan Pasal 1360 KUH-Perdata secara diam-diam Tergugat telah menyetujuinya, maka petitum angka 3 gugatan Penggugat dapat dikabulkan;
DALAM POKOK PERKARA
1. Menyatakan gugatan Penggugat dikabulkan seluruhnya;
2. Menyatakan sah pemutusan hubungan kerja Tergugat terhitung sejak tanggal 12 Februari 2014;
3. Menyatakan sah uang pesangon yang diberikan serta yang diterima oleh Tergugat Rp57.081.400,00 (lima puluh tujuh juta delapan puluh satu ribu empat ratus rupiah);”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan tersebut Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum dan amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 28 Mei 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 1 Juli 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa terbukti Pemohon Kasasi / Tergugat tidak dapat memenuhi kesepakatan bersama tentang target yang harus dipenuhi oleh Tergugat sehingga patut dan adil hubungan kerja diputus dengan memperoleh kompensasi.
“Bahwa Pemohon Kasasi / Tergugat tidak keberatan dan telah menerima uang pesangon dan hak-hak lainnya yang diberikan oleh Termohon Kasasi/Penggugat;
M E N G A D I L I
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.