KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Pengadilan Hubungan Industrial Mengadili Sengketa Hubungan Kerja, Bukan Ganti-Rugi

LEGAL OPINION
Question: Jika karyawan kami telah merugikan perusahaan karena fraud yang dilakukan olehnya, kami pecat, lantas karyawan tersebut menggugat kami ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), apakah saat menghadapi gugatan mantan karyawan kami tersebut dapat kami ajukan gugatan balik secara paralel terhadap dirinya untuk membayar ganti-rugi atas fraud yang telah dilakukan olehnya?
Brief Answer: Dapat diajukan gugatan balik, namun bukan dalam bentuk gugatan rekonvensi, akan tetapi gugatan dalam nomor register perkara terpisah yang diajukan ke hadapan Pengadilan Negeri yang memiliki yurisdiksi atas domisili dari mantan karyawan yang akan digugat. PHI hanya memiliki kompetensi absolut untuk memeriksa dan memutus sengketa hubungan industrial, bukan hubungan perbuatan melawan hukum keperdataan berupa ganti-rugi, tidak terkecuali ketika perusahaan menggugat ganti-rugi terhadap karyawannya.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan PHI Jakarta sengketa hubungan industrial register perkara Nomor 266/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.JKT.PST tanggal 10 Maret 2016, karyawan (selaku Penggugat) yang memprotes pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan (sebagai Tergugat), sementara itu disaat bersamaan perusahaan mengajukan gugatan balik (rekonvensi) terhadap karyawannya ini di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Gugatan di PHI merupakan buntut dari perselisihan antara Penggugat dengan Tergugat, yakni perselisihan PHK yang berawal dari adanya PHK yang dilakukan oleh Tergugat kepada Penggugat, yang menurut Penggugat PHK tersebut tidak sesuai dengan prosedur hukum.
Menurut Tergugat, PHK terhadap Penggugat dilakukan karena dari laporan investigasi, ditemukan menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi dengan melakukan penyimpangan terhadap penggunaan keuangan perusahaan terkait dengan biaya operasional perusahaan sehingga merugikan Tergugat.
Untuk selengkapnya dapat disimak dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim berikut:
“Menimbang, bahwa merujuk bukti Surat Keputusan PHK No. ... tertanggal ... , diperoleh fakta bahwa Tergugat telah melakukan PHK terhadap Penggugat terhitung sejak tanggal ... atas dasar hasil investigasi Tim Manajemen Kantor Pusat Jakarta di Banjarmasin;
“Menimbang, bahwa sebagaimana disebutkan dalam angka (6) dalil gugatannya, Penggugat menyatakan bahwa dalam menjalankan pekerjaanya, Penggugat diberikan hak untuk mengajukan permohonan kepada Tergugat atas biaya koordinasi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang memberikan jasa pengamanan operasional kapal-kapal milik Tergugat. Hal mana juga dibenarkan oleh saksi ... selaku Asisten Manager di perusahaan Tergugat yang menyatakan bahwa biaya operasional diusulkan oleh Penggugat;
“Menimbang, bahwa perihal kewenangan Penggugat tersebut juga sesuai dengan keterangan yang tercantum dalam Laporan Hasil Audit Investigatif (vide bukti T/PR-5) yang menyebutkan, Dana Operasional adalah bagian dari biaya operasional yang dikeluarkan perusahaan Tergugat kepada pihak-pihak yang membantu keamanan, kelancaran dan keselamatan pelayaran kapal-kapal tug boat/tunda dengan resiko kecelakaan kandas, tabrakan, tenggelam atau kebakaran serta resiko force majeur, yang diajukan dan diterimakan setiap bulan kepada Penggugat selaku Pjs. Kepala kantor Perwakilan Banjarmasin bersama Finance, dimana biaya operasional tersebut harus disalurkan sesuai dengan rincian yang diajukan dan dipertanggungjawabkan secara profesional dan sesuai fakta;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Penggugat selaku Pjs. Kepala Kantor Perwakilan Banjarmasin memang diberi kepercayaan penuh oleh Tergugat untuk menentukan besaran biaya operasional berupa biaya koordinasi kepada pihak-pihak terkait sehubungan dengan operasional perusahaan Tergugat. Biaya operasional tersebut harus sesuai dengan rincian yang diajukan dan harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesional serta sesuai dengan faktanya;
“Menimbang, bahwa dari hasil Laporan Hasil Audit Investigatif (vide bukti T/PR-5), diperoleh fakta bahwa telah dilakukan Audit Investigasi oleh Internal Auditor Tergugat yang dilakukan dari tanggal ... sampai dengan ... dengan tujuan untuk menyelesaikan dengan tuntas dan jelas adanya permasalahan, indikasi tindak kecurangan (fraud) yang terjadi di Kantor Perwakilan Tergugat Banjarmasin selama periode 1 Januari 2013 s/d 30 September 2014, dan berdasarkan keterangan saksi Sdr. ... di dalam persidangan dimana saksi adalah pihak yang telah melakukan internal audit tersebut berikut laporan hasil audit yang telah dilakukan oleh saksi (yang diserahkan di dalam persidangan);
“Menimbang, bahwa merujuk isi Laporan Hasil Audit Investigatif (vide bukti T/PR-5), yang dibuat berdasarkan bukti-bukti, dokumen-dokumen, data informasi, wawancara/interview dengan institusi terkait serta petugas lapangan juga pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan operasional perusahaan Tergugat, diperoleh beberapa fakta sebagai berikut:
• Bahwa dana operasional berupa dana koordinasi dan dana polairud/KRI yang telah ditransfer oleh Kantor Pusat Tergugat ke kantor perwakilan Banjarmasin selama tahun 2013 adalah sebesar Rp. 3.054.000.000,- (tiga milyar lima puluh empat juta rupiah) dan selama tahun 2014 adalah sebesar Rp. 2.297.500.000,- (dua milyar dua ratus sembilan puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah);
• Bahwa dalam kurun waktu audit mulai 1 Januari 2013 sampai 30 September 2014 ditemukan fakta telah terjadi kecurangan pada pengelolaan dana operasional yang dilakukan oleh Penggugat selaku Pjs. Kepala kantor perwakilan Banjarmasin bekerjasama dengan Finance Oprs. perwakilan Banjarmasin. Dari temuan (dalam Bab III) pada transaksi kantor perwakilan Banjarmasin, terdapat suatu daftar “alokasi dana operasional rutin bulanan” yang disusun, dibuat dan ditandatangani sendiri oleh Penggugat selaku Pjs. Kepala Kantor Perwakilan Banjarmasin sebagai acuan pengeluaran yang dilakukannya. Dari pengeluaran tersebut terdapat 8 (delapan) pengeluaran ke alamat aksi (Kapolres Marahaban, Polair Res Batola, Polair Res Banjarmasin, Polair Res Kotabaru, Polair Res Batulicin, Polair Res HSU, KRI dan Polair) berjumlah Rp. 110.000.000,- (seratus sepuluh juta rupiah) yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Penggugat selaku perencana, pelaksana dan penanggungjawab penyaluran tersebut;
• Bahwa tindakan Penggugat tersebut telah dilakukan selama 20 bulan sejak bulan Januari 2013 sampai dengan bulan September 2014, sehingga keseluruhan total berjumlah Rp. 2.200.000.000,- (dua milyar dua ratus juta rupiah);
• Bahwa Penggugat dengan memberikan tulisan tangan dan ditandatangani sendiri oleh Penggugat pada blanko Memo Pengajuan Dana serta blanko Permohonan Dana Operasional Rutin pada tanggal 2 Januari 2013 telah bermaksud meyakinkan managemen adanya pembentukan 5 (lima) Polair Res yang baru di Banjarmasin sejak tahun 2012 yang meminta jatah bulanan masing-masing Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) setiap bulan, dengan harapan dan tujuan agar terhitung mulai bulan Januari dan seterusnya akan berlaku penambahan anggaran sebesar Rp. 75.000.000,-(tujuh puluh lima juta rupiah) setiap bulan;
• Bahwa dalam temuan hasil audit, ... selaku Finance Opers. Banjarmasin menyatakan telah menyerahkan dana-dana koordinasi untuk 8 (delapan) pengeluaran ke alamat aksi terkait (Kapolres Marahaban, Polair Res Batola, Polair Res Banjarmasin, Polair Res Kotabaru, Polair Res Batulicin, Polair Res HSU, KRI dan Polair) secara tunai melalui ... dan ... juga melalui Penggugat, dimana dana yang diserahkan melalui Penggugat tidak diberikan tanda terima oleh Penggugat meskipun sudah diminta dengan alasan akan ditandatangani di kantor Jakarta dan berkas akan dikirim;
• Bahwa berdasarkan investigasi langsung yang dilakukan oleh auditor pada tanggal 12-13 November 2014 dengan mendatangi kelima Polair Res yang baru di Banjarmasin, Polair Res Wilayah (Batola, HSU, Banjarmasin, Batulicin dan Kotabaru) diperoleh fakta tidak pernah ada pihak dari ke-5 (lima) Polair Res yang baru di Banjarmasin, Polair Res Wilayah (Batola, HSU, Banjarmasin, Batulicin dan Kotabaru) yang meminta jatah bulanan ke Kantor Perwakilan Tergugat di Banjarmasin; (Note SHIETRA & PARTNERS: Meski absurb jadinya bila aparatur pelaku koruptif mengakui perbuatannya terhadap seorang investigator.)
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-perrtimbangan tersebut diatas, secara fakta diketahui bahwa permohonan dana operasional Kantor Perwakilan Tergugat Banjarmasin selama periode 1 Januari 2013 s/d 30 September 2014 telah diberikan oleh kantor pusat Tergugat berdasarkan usulan dan permintaan yang diajukan oleh Penggugat melalui memo permohonan dana yang ditulis tangan disertai alokasi yang ditandatangani Penggugat, dengan tambahan catatan tulisan tangan oleh Penggugat “adanya penambahan 5 (lima) Polres yang meminta jatah bulanan” (vide bukti T/PR-10.A dan T/PR-10.B). Namun pengeluaran dana operasional tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Penggugat selaku perencana, pelaksana dan penanggungjawab penyaluran dana, yang kemudian berdasarkan hasil insvestigasi yang dilakukan oleh Internal Auditor Tergugat, terbukti tidak pernah ada pihak dari ke-5 (lima) Polair Res yang baru di Banjarmasin, Polair Res Wilayah (Batola, HSU, Banjarmasin, Batulicin dan Kotabaru) yang meminta jatah bulanan ke Kantor Perwakilan Tergugat di Banjarmasin. Hal ini juga dinyatakan oleh ... selaku Kasat Polair Polres Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan dan ... selaku Kasat Polair Polres Tanah Tumbu di Batu Licin Provinsi Kalimantan Selatan (vide bukti T/PR-6.A dan T/PR-6.B), dan juga diterangkan oleh saksi ... di dalam persidangan yang menyatakan bahwa dana untuk aparat/Polres yang diminta oleh Penggugat ke Pusat ternyata tidak disampaikan ke pihak-pihak yang bersangkutan, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan bahwa memang nyata-nyata telah terjadi penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Penggugat dalam pengajuan dana operasional berupa dana koordinasi untuk 5 (lima) Polair Res yang baru di Banjarmasin, Polair Res Wilayah (Batola, HSU, Banjarmasin, Batulicin dan Kotabaru) yang faktanya terbukti dana tersebut tidak dipergunakan sebagaimana rencana alokasi dana operasional yang diajukan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan Penggugat dalam halaman 3 angka (8) dalil gugatannya, pada tanggal 24 November 2014 Penggugat diminta oleh Tergugat untuk membuat klarifikasi tertulis mengenai biaya koordinasi di Banjarmasin. Disamping itu Penggugat juga mengakui bahwa pada tanggal 3 Desember 2014 diminta oleh Tergugat untuk berangkat ke Banjarmasin untuk melakukan klarifikasi bersama namun Penggugat meminta waktu untuk berdiskusi dulu dengan keluarga;
“Menimbang, bahwa sebagaimana disampaikan oleh saksi ... di dalam persidangan, sebelum proses mediasi Penggugat telah dipanggil sebanyak 3 x untuk klarifikasi berkaitan dengan dana operasional namun Penggugat menolaknya. Dengan fakta tersebut diatas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa sesungguhnya Penggugat memang tidak berkeinginan dan menolak untuk memberikan klarifikasi dan pertanggungjawaban terhadap pengeluaran dana/biaya koordinasi yang dipertanyakan oleh Tergugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa sesungguhnya apabila Penggugat beriktikad baik untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana koordinasi yang menjadi kewenangannya tentunya Penggugat tidak akan menolak dan menghindar untuk memberikan klarifikasi tertulis atas penggunaan biaya koordinasi di Banjarmasin tersebut. Dengan penolakan Penggugat untuk memberikan klarifikasi tertulis, hal ini membuktikan bahwa Penggugat memang tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan dana koordinasi tersebut khususnya terhadap penyaluran dana untuk 5 (lima) Polair Res yang baru di Banjarmasin, Polair Res Wilayah (Batola, HSU, Banjarmasin, Batulicin dan Kotabaru) yang pada kenyataanya memang tidak dipergunakan dan disalurkan sebagaimana permohonan alokasi dana yang diajukan dan dilaporkan Penggugat kepada Tergugat. Akibat penyalahgunaan kewenangan Penggugat dalam pengajuan dan penyaluran dana koordinasi selama periode sejak 1 Januari 2013 sampai dengan 20 September 2014 tersebut nyata-nyata telah merugikan Tergugat dan juga merusak nama baik serta kredibilitas Tergugat dimata institusi terkait;”
Meski Majelis Hakim menemukan fakta hukum terjadinya kesalahan oleh karyawan yang merugikan perusahaan (Penggugat Rekonvensi), namun Majelis Hakim PHI menolak untuk mengabulkan gugatan balik (rekonvensi) dari perusahaan untuk meminta ganti-rugi dari karyawannya ini, dengan pertimbangan yang berbunyi:
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim tidak dapat mengabulkan petitum Penggugat Rekonvensi angka (7) untuk menghukum Tergugat Rekonvensi membayar ganti kerugian kepada Penggugat Rekonvensi sebesar Rp. 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta rupiah) dikarenakan tuntutan mengenai ganti kerugian bukanlah merupakan kewenangan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa dan memutusnya melainkan merupakan kewenangan Pengadilan Negeri, karenanya petitum tersebut harus ditolak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, beralasan hukum oleh karenanya gugatan Penggugat Rekonvensi harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.