Petitum Gugatan Lawan BPN / Kantor Pertanahan yang Wajib Dirumuskan agar Tidak Menang Diatas Kertas

LEGAL OPINION
GUGATAN BARU DENGAN PETITUM BARU SERTA DASAR ALASAN BARU, TIDAK DINYATAKAN NEBIS IN IDEM DENGAN PUTUSAN SEBELUMNYA YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP
Question: Keluarga kami sedang menghadapi masalah tanah. Tampaknya BPN telah berkolusi dengan pihak lawan sehingga tanah kami dinyatakan tumpang tindih dengan sertifikat ganda. Apakah bila hal ini kami sengketakan di pengadilan, dapat membuat BPN dinyatakan melanggar hukum dan membuatnya jera? Maksud kami, bagaimana sih, pandangan para hakim atas praktik BPN yang kacau selama ini?
Brief Answer: Jika digugat dengan tujuan membuat jera BPN (Badan Pertanahan Nasional), tampaknya BPN cukup “tebal muka” untuk mengerti “malu”. Namun dari berbagai sengketa pertanahan di pengadilan, para hakim sudah cukup mahfum atas sikap “tak tahu aturan” kalangan pejabat Kantor Pertanahan. Pembahasan dibawah ini akan memberi pemahaman akan hal penting yang wajib diperhatikan ketika warga masyarakat hendak menggugat BPN agar putusan dapat dieksekusi sehingga tidak menjadi “menang diatas kertas”.
Bila Anda hendak menggugat pembatalan hak atas tanah yang tumpang-tindih dengan hak atas tanah Anda disertai dengan perintah agar Kantor Pertanahan mendaftarkan permohonan peralihan hak atas tanah milik Anda, terdapat dua poin rumusan petitum (pokok permintaan) dalam gugatan yang tidak boleh luput untuk dirumuskan:
- Menyatakan seluruh bukti-bukti hak orang lain yang ada diatas tanah milik Penggugat selama ini, yang diajukan berdasarkan permohonan Tergugat dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak daripadanya, yang diterbitkan Kantor Pertanahan, adalah tidak sah dan batal demi hukum berikut seluruh turutannya;
- Menghukum Tergugat dan Kantor Pertanahan untuk mencabut dan/atau membatalkan seluruh bukti-bukti hak yang diterbitkan atas nama orang lain dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak daripadanya diatas Objek Sengketa, dari register pencatatan hak yang disediakan untuk itu.
PEMBAHASAN:
Putusan Pengadilan Negeri Bekasi register perkara Nomor 432/Pdt/G/2014/PN.Bks tanggal 15 Mei 2015 yang memeriksa dan mengadili perkara perdata sengketa tanah ini menjadi penting untuk disimak sebelum mengajukan gugatan terkait hak atas tanah. Sengketa ini terjadi antara:
- Ny. PURNAMI, selaku Penggugat; melawan
- Yayasan Kesejahteraan Karyawan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, selaku Tergugat I; dan
- Pemerintah RI cq Kementerian Dalam Negeri cq Badan Pertanahan Nasional cq Kantor Pertanahan Kota Bekasi, selaku Tergugat II.
Penggugat mengklaim sebagai pemilik sebidang tanah seluas ± 23.754 m2, yang terletak di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat sesuai Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 56/Pdt.G/2006/PN.Bks jo. putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 336/Pdt/2006/PT.Bdg jo. putusan Mahkamah Agung No. 1928K/Pdt/2007 jo. putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 247PK/Pdt/2010 tanggal 28 April 2011.
Walaupun putusan dimaksud diatas telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), namun tidak dapat dieksekusi oleh pengadilan oleh karena amarnya tidak menyatakan seluruh bukti-bukti hak yang ada diatasnya (yang tidak diketahui Penggugat saat mengajukan gugatan terdahulu), tidak dinyatakan “tidak sah dan/atau batal demi hukum”—sehingga dijadikan alasan oleh Tergugat II untuk menolak putusan tersebut dijadikan sebagai dasar hukum untuk mengajukan permohonan hak atas tanah miliknya oleh Penggugat, dengan alasan bahwa diatas tanah tersebut ada hak orang lain.
Bukti-bukti hak yang diterbitkan Tergugat II atas nama orang lain, selama ini tidak diketahui Penggugat, padahal sebelum gugatan terdahulu diajukan, Penggugat terlebih dahulu sudah berusaha memperoleh informasi dari Tergugat II apakah diatas tanah milik Penggugat ada diterbitkan hak atas nama orang lain, namun ketika itu jawaban yang diperoleh, “tidak ada hak orang lain”.
Ketika proses gugatan terdahulu sedang berlangsung, Tergugat II sudah dipanggil secara sah dan patut agar hadir di pengadilan dalam perkara No. 56/Pdt.G/2006/PN.Bks, dalam kedudukannya selaku Turut Tergugat, namun tidak pernah hadir sehingga dianggap oleh pengadilan telah melepas haknya untuk membantah klaim Penggugat.
Tindakan dan perbuatan Tergugat I dan II yang lalu menembitkan ulang hak diatasnya tanpa sepengetahuan Penggugat selaku pemilik yang sah, adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum oleh karenanya sangat beralasan apabila Tergugat II diperintahkan mencabut dan/atau membatalkan seluruh bukti-bukti hak yang pernah diterbitkan diatas tanah milik Penggugat dengan tanpa hak, untuk kepentingan Tergugat I dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak daripadanya.
Adapun yang menjadi pokok permintaan (petitum) Penggugat dalam gugatannya, antara lain:
- Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap tanah milik Penggugat;
- Menyatakan seluruh bukti-bukti hak orang lain yang ada diatas tanah milik Penggugat selama ini, yang diajukan berdasarkan permohonan Tergugat I dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak daripadanya, yang diterbitkan Tergugat II, adalah tidak sah dan batal demi hukum berikut seluruh turutannya;
- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk mencabut dan/atau membatalkan seluruh bukti-bukti hak yang diterbitkan atas nama orang lain dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak daripadanya, dari register pencatatan hak yang disediakan untuk itu;
Dengan berbagai cara pihak Kantor Pertanahan selaku Tergugat berkilah tanpa menunjukkan rasa malu, menyesal, maupun bersalah. Majelis Hakim yang memeriksa perkara, kemudian membuat pertimbangan hukum sebelum tiba pada amar putusan, dengan rincian yang sangat penting untuk dicemati sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah mempelajari gugatan Penggugat, substansi perkara ini merupakan penambahan petitum yaitu: “Menyatakan seluruh bukti bukti hak orang lain yang ada diatas tanah milik Penggugat selama ini, yang diajukan berdasarkan permohonan Tergugat I dan/ atau pihak ketiga yang mendapat hak daripadanya yang diterbitkan Tergugat II adalah tidak sah dan batal demi hukum berikut seluruh turutannya”, yang sebelumnya tidak dimuat dalam perkara perdata No. 56/Pdt.G/2006/PN.Bks jo putusan PT. Bandung No.336/Pdt/2006/PT.Bdg jo Mahkamah Agung RI No.1928K/Pdt/2007 jo. putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 247/PK/Pdt/2010;
“Menimbang, bahwa dalam butir 5 amar putusan perkara No.56/Pdt.G/2006/PN.Bks., berbunyi: “Menghukum Tergugat dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak dari padanya untuk menghentikan segala aktifitas yang dilakukan terhadap tanah hak milik para Pengugat terhitung sejak gugatan didaftarkan sampai putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap”, maka tuntutan Penggugat dalam perkara ini merupakan kelanjutan dari perkara sebelumnya yang tidak dapat dieksekusi;
“Menimbang, bahwa sengketa dalam perkara ini berupa penambahan petitum sebagaimana diuraikan diatas, bukan menyangkut pembatalan sertifikat seperti didalilkan Tergugat I, majelis hakim berpendapat keberatan tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kewenangan mengadili, sehingga tidak diputus dalam putusan sela;
“Menimbang, bahwa maka penambahan petitum sebagaimana diminta Penggugat berlandaskan pada putusan pengadilan terdahulu, maka harus diajukan di Pengadilan Negeri Bekasi sebagai pengadilan yang telah memutus dalam perkara semula;
“Menimbang, bahwa dalam gugatan Penggugat telah disebutkan luas dan tempat dimana tanah sengketa berada yakni di Desa Jatimekar, Kec. Jatiasih d/h dikenal Kec.Pondok Gede, Kab Bekasi Jawa Barat;
“Menimbang, bahwa dalam perkara terdahulu telah dilakukan pemeriksaan setempat dan telah diletakkan sita jaminan seperti termuat dalam berita acara pemeriksaan setempat dan berita acara sita jaminan. Adanya perbuatan hukum tersebut membuktikan objek perkara sangat jelas, bukanlah fiktif seperti didalilkan Tergugat I;
“Menimbang, bahwa menurut pasal 1917 KUHPerdata, suatu perkara tidak dapat diajukan lagi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Tuntutan yang sama;
b. Alasan yang sama;
c. Pihak-pihak yang sama;
“Menimbang, bahwa tuntutan perkara perdata No.432/Pdt.G/ 2014/PN.Bks salah satu diantaranya adalah “Menyatakan seluruh bukti-bukti hak orang lain yang ada diatas tanah milik Penggugat selama ini yang diajukan berdasarkan permohonan Tergugat I dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak dari padanya, yang diterbitkan Tergugat II adalah tidak sah dan batal demi hukum berikut seluruh turutannya”, tuntutan mana tidak dimuat dalam perkara No.56/Pdt.G/2006/PN.Bks jo No.336/Pdt/2006/PT.Bdg jo. No.1928K/ Pdt/2007 jo. No.247/PK/Pdt/2010. Adanya perbedaan tuntutan ini menyebabkan pemeriksaan perkara aquo tidak termasuk dalam pengertian Nebis in idem;
 “Menimbang, bahwa Tergugat II mendalilkan permohonan Penggugat yang berbunyi: “Menyatakan seluruh bukti-bukti hak orang lain yang ada diatas tanah milik Penggugat selama ini yang diajukan berdasarkan permohonan Tergugat I dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak dari padanya, yang diterbitkan Tergugat II adalah tidak sah dan batal demi hukum berikut seluruh turutannya” berarti menyangkut keputusan tata usaha negara yang merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara;
“Menimbang, bahwa substansi perkara aquo merupakan pembatalan hak milik diatas tanah Penggugat sebagaimana dimenangkan Penggugat melalui putusan-putusan tersebut dimuka, bukan menyangkut pembatalan sertifikat, Pengadilan Negeri Bekasi sebagai sebagai pengadilan negeri yang telah memeriksa perkara terdahulu berwewenang mengadili perkara ini;
“Menimbang, bahwa hakikat perkara ini adalah sebagai berikut: Bahwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi No.56/Pdt.G/2006 /PN.Bks jo. putusan PT. Bandung No.336/Pdt/2006/PT. Bdg jo. putusan Mahkamah Agung RI No.1928K/Pdt/2007 jo. putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 247/PK/Pdt/2010, Penggugat dinyatakan sebagai pemilik sebidang tanah seluas + 23.754 m2, yang terletak di Desa Jati Mekar, Ke. Jatiasih d/h dikenal Kec. Pondok Gede, Kab. Bekasi, Jawa Barat;
“Bahwa ketika akan dieksekusi Tergugat II menolak putusan tersebut dengan alasan diatas tanah itu terdapat hak orang lain, atas penolakan tersebut, Penggugat menggugat lagi Tergugat I dan Tergugat II dengan memasukkan tuntutan dalam salah satu petitum gugatannya yakni “Menyatakan seluruh bukti bukti hak orang lain yang ada diatas tanah milik Penggugat selama ini yang diajukan berdasarkan permohonan Tergugat I dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak dari padanya, yang diterbitkan Tergugat II adalah tidak sah dan batal demi hukum berikut seluruh turutannya”;
“Menimbang, bahwa untuk membuktikan gugatannya Penggugat menyampaikan alat bukti tersebut dimuka;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti Penggugat bertanda P-1 berupa putusan Pengadilan Negeri Bekasi No.56/Pdt.G/2006/PN.Bks yang salah satu amarnya berbunyi : “Menyatakan tanah terletak di Desa Jatimekar Kec. Jatiasih d/h dikenal Kec. Pondok Gede, Kab. Bekasi, Jawa Barat seluas kurang lebih 23.754 m2 adalah milik Para Penggugat”;
“Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Negeri Bekasi No.56/Pdt.G/ 2006/PN.Bks, tersebut kemudian dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 336 Pdt/2006/PT.Bdg [bukti P-2], putusan Mahkamah Agung RI No. 1928 K/Pdt/2007 [bukti P-3] dan putusan Peninjauan Kembali No.247/PK/Pdt/2010 [bukti P-4], terbukti Penggugat sebagai pemilik sebidang tanah terletak di Desa Jatimekar Kec. Jatiasih d/h dikenal Kec. Pondok Gede, Kab. Bekasi, Jawa Barat dengan luas kurang lebih 23.754 m2;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-5, P-6, P-7, P-8, P-9, P-10, P-11, berupa pengangkatan sita jaminan tegoran [aanmaning], bukti-bukti ini membuktikan adanya usaha Penggugat untuk memohon eksekusi atas sebidang tanah seperti telah dimenangkannya berdasarkan putusan-putusan pengadilan diatas;
“Menimbang, bahwa dari bukti-bukti yang diajukan baik oleh Tergugat I dan II diatas, majelis hakim berpendapat bukti-bukti tersebut tidak dapat dipertimbangkan dalam perkara aquo, mengingat sengketa antara Penggugat dengan Tergugat I dan II dengan objek yang sama telah diputus oleh Pengadilan Negeri Bekasi No. 56/Pdt.G/2006/PN.Bks yang dikuatkan PT.Bandung No.336/Pdt/ 2006/ PT.Bdg jo putusan Mahkamah Agung RI No.1928K/Pdt/2007 jo. putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 247/PK/Pdt/ 2010. Bukti-bukti tersebut semestinya diajukan dalam perkara yang lain atau dalam perkara peninjauan kembali yang berwewenang untuk membatalkan putusan-putusan pengadilan sebagaimana diterangkan diatas;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka dalil-dalil sangkalan yang diajukan Tergugat I dan II dinyatakan tidak terbukti, karena itu dinyatakan ditolak;
“Menimbang, bahwa tujuan pokok perkara ini adalah penambahan petitum berupa “Menyatakan seluruh bukti-bukti hak orang lain yang ada diatas tanah milik Penggugat selama ini yang diajukan berdasarkan permohonan Tergugat I dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak dari padanya, yang diterbitkan Tergugat II adalah tidak sah dan batal demi hukum berikut seluruh turutannya”;
“Menimbang, bahwa amar ke-4 putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 56/Pdt.G/2014/PN.Bks jo. putusan PT. Bandung No.336/ Pdt/2006/PT.Bdg jo. putusan Mahkamah Agung RI No.1928K/Pdt/ 2007 jo. putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 247/PK/Pdt/2010 adalah:
• Menyatakan tanah terletak di Desa Jatimekar Kec. Jatiasih d/h dikenal Kec. Pondok Gede, Kab. Bekasi, Jawa Barat seluas kurang lebih 23.754 m2 adalah milik Para Penggugat;
“Menimbang, bahwa tanah sengketa telah dinyatakan sebagai milik Penggugat dan putusan-putusan pengadilan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi tidak dapat dieksekusi sebagai akibat sanggahan Tergugat II yang menyatakan diatas tanah itu ada hak orang lain;
“Menimbang, bahwa hak orang lain sebagaimana diajukan Tergugat II tidak pernah muncul dalam perkara semula, hak orang lain tersebut dimunculkan Tergugat II dalam perkara aquo, adanya fakta ini membuktikan dalil Penggugat yang menyatakan tidak mengetahui hak-hak tersebut ketika gugatan diajukan dipandang cukup beralasan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan Penggugat diatas, penambahan petitum sebagaimana tersebut diatas selayaknya dikabulkan;
“Menimbang, bahwa penambahan petitum dikabulkan, maka Tergugat I dan II dihukum untuk mencabut dan/atau membatalkan seluruh bukti-bukti hak yang diterbitkan atas nama orang lain dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak dari padanya, dari register pencatatan hak yang disediakan untuk itu;
“Menimbang, bahwa Tergugat I dan II menolak gugatan Penggugat padahal tanah sengketa telah dinyatakan sebagai milik Penggugat, perbuatan tersebut dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum;
M E N G A D I L I
DALAM EKSEPSI:
“Menolak eksepsi yang diajukan Tergugat I dan Terugat II;
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebahagian;
2. Menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap tanah milik Penggugat;
3. Menyatakan seluruh bukti-bukti hak orang lain yang ada diatas tanah milik Penggugat selama ini, yang diajukan berdasarkan permohonan Tergugat I dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak daripadanya, yang diterbitkan Tergugat II, adalah tidak sah dan batal demi hukum berikut seluruh turutannya;
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk mencabut dan/atau membatalkan seluruh bukti-bukti hak yang diterbitkan atas nama orang lain dan/atau pihak ketiga yang mendapat hak daripadanya, dari register pencatatan hak yang disediakan untuk itu;
5. Menghukum Para Tergugat membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp 511.000,- (lima ratus sebelas ribu rupiah);
6. Menolak gugatan selebihnya;”
Dari pengalaman penulis bersentuhan dengan pelayanan berbagai Kantor Pertanahan, tidak terkecuali Kantor Pertanahan Kota Bekasi, penulis menyatakan betapa Kantor Pertanahan dibawah lingkungan BPN merupakan lembaga yang paling kotor di Indonesia.
Betapa tidak, BPN dan berbagai Kantor Pertanahannya membidangi kebutuhan pokok setiap penduduk (yakni “papan” disamping “sandang dan pangan”), namun BPN dan berbagai Kantor Pertanahan diberikan kewenangan monopoli yang luar biasa tanpa pengawasan memadai dari pengawas yang independen sehingga cenderung bersifat korup. Adalah mengherankan sekaligus absurb bagaimana pemerintah dan otoritas presiden membiarkan praktik ini terus berlangsung.
Adapun modus yang terjadi, Kantor Pertanahan Bekasi berkolusi dengan pihak yang kalah, dimana ketika Penggugat mencabut sita jaminan guna eksekusi peralihan hak atas tanah miliknya, Kantor Pertanahan seketika membuat data-data yang direkayasa sehingga Penggugat terganjal dalam upaya eksekusi, karena selama ini Kantor Pertanahan memegang monopoli urusan pertanahan, sehingga hal tersebut mudah untuk mereka lakukan. Menghapus, menerbitkan, dan menggandakan hak secara sewenang-wenang, adalah hal yang sangat mudah dilakukan bagi kalangan internal Kantor Pertanahan. Karena memang praktis tak ada pengawasan.
Penulis mempersilahkan BPN ataupun Kantor Pertanahan manapun yang merasa tersinggung atas tulisan ini untuk menuntut pidana penulis atas pencemaran nama mereka. Nama yang sudah terkenal kotor di mata mata masyarakat apanya yang hendak dilindungi oleh hukum? Apakah selama ini BPN dan Kantor Pertanahan memiliki nama baik untuk dipertahankan? Nama baik seperti apa? Penulis siap untuk menguak berbagai modus dan bukti akan kotornya perilaku para petugas di instansi tersebut. Terutama pihak Tergugat II sebagaimana dimaksud pada kasus diatas.
Sudah saatnya masyarakat bersuara keras dan lantang. Bukan lagi era untuk bungkam dan memilih tunduk pada berbagai praktik menyimpang berbagai Kantor Pertanahan di tanah air. Dengan sesuka hati berbagai petugas Kantor Pertanahan menghilangkan berkas, menyatakan “ya” atau “tidaknya”. Menelantarkan, mengabaikan, atau kemudian membuat sertifikat ganda, dan hal hal absurb lainnya kerap dijumpai pada berbagai Kantor Pertanahan. Berbagai pungutan liar demi pungutan liar terjadi dalam skala masif dan bagai di-“pelihara”.
 Yang paling mengherankan dari kesemua itu, berbagai peraturan BPN yang diterbitkan sendiri oleh BPN kerap dilanggar oleh petugas BPN dan Kantor Pertanahan itu sendiri.
Adalah percuma melakukan pelaporan kepada Kantor Wilayah Pertanahan ataupun BPN Pusat (Kementerian Agraria dan Tata Ruang). Adapun hasilnya adalah kekecewaan baru karena dibengkalaikan laporan warga masyarakat atas praktik korup Kantor Pertanahan. Hanya akan membuang waktu serta emosi Anda bila Anda berasumsi melapor akan mendapat respon sebagaimana mestinya. BPN dan Kantor Pertanahan sangat miskin perihal itikad baik ataupun kepedulian.
Hanya pengadilan yang menjadi pintu terakhir untuk melawan diktatoriat dan monopoli sewenang-wenang para Kantor Pertanahan di tanah air.
Penjahat negara nomor satu bukanlah para koruptor yang kerap muncul di berita liputan pers. Namun adalah pelaku monopoli kebutuhan akan pertanahan yang merupakan kebutuhan pokok penduduk untuk kemudian dijadikan sebagai ajang berbagai korupsi dan kolusi. Masyarakat akan memilih untuk menyerah pada berbagai modus pemerasan ini, karena “papan” adalah kebutuhan pokok warga.
“Papan” adalah kebutuhan pokok, tak ada yang lebih kotor dan lebih jahat ketimbang pelaku penyalahguna kekuasaan yang memeras warga masyarakat dimana hal itu merupakan kebutuhan pokok penduduk. Sama artinya BPN dan Kantor Pertanahan telah merenggut “sandang” dan “pangan” yang merupakan kebutuhan pokok lainnya dari tangan warga negara. Bila KPK hendak mencari sarang “ikan tenggiri”, BPN dan Kantor pertanahan adalah tempatnya.
Mengapa BPN dan Kantor Pertanahan, bukan Kepolisian maupun Pengadilan? Ketiga institusi tersebut sama kotornya, namun perlu kita pahami bahwa BPN dan Kantor Pertanahan memegang monopoli terhadap aspek “papan” yang merupakan satu dari tiga kebutuhan pokok penduduk. Sesederhana itu.
Bila penulis menjadi presiden atau setidaknya Menteri Agraria, seluruh petugas dan pejabat BPN serta Kantor Pertanahan wajib hukumnya untuk dicopot, diganti, dan diregenerasi, sehingga metode pembersihan dari akar adalah hal yang paling logis untuk ditempuh. Seluruhnya dipecat, bukan hanya mutasi. Kolusi dan korupsi terjadi bukan dalam skala oknum di Kantor Pertanahan, namun telah menjadi “budaya” sekaligus “berjemaah”.
Oleh karena itu, siapkan strategi bila Anda hendak berperang melawan BPN / Kantor Pertanahan di meja hijau.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.