LEGAL
OPINION
Question: Adakah resiko bila kami hendak membeli piutang (cessie)? Maksudnya, apakah terdapat
resiko dalam praktik piutang yang kami beli tidak dapat tertagih bahkan setelah
menempuh proses litigasi?
Brief Answer: Resiko pembelian piutang selalu memiliki resiko
berganda, itulah sebabnya pembelian piutang mendapat diskonto sebagai bagian
dari resiko usaha pembelian piutang. Resiko akan meningkat bila debitor jatuh
dalam keadaan pailit, sebagaimana dapat diilustrasikan dalam ulasan kasus
dibawah ini. Cessie / subrogasi yang aman ialah pembelian "piutang yang memiliki perjanjian pokok sebagai dasar terbitnya hubungan hukum hutang-piutang tersebut" dari kreditor asal.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara prosedur renvoi
kepailitan register Nomor 653 K/Pdt.Sus/2011 tanggal 8 Juli 2013, antara:
- PT BIMA MANDALA DIRGA PRIMA,
sebagai Pemohon Kasasi, semula Pemohon; terhadap
- Kurator MUHAMMAD ISMAK, SH.,
MH., dan Kurator TIMOTIUS TUMBUR SIMBOLON, SH., sebagai Para Termohon Kasasi,
semula Para Termohon.
Termohon sebagai Tim Kurator PT. Prima Inreksa Industries (Dalam Pailit) dalam
Putusan Perkara No. 04/PKPU/2011/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 31 Mei 2011, pada
saat batas akhir verifikasi pajak dan pencocokan piutang, dalam daftar Kreditor
tidak memasukkan Pemohon sebagai Kreditor yang memiliki hak tagih (cessie) atas piutangnya.
Selain tidak memasukkan Pemohon sebagai Kreditor, Tim Kurator juga menolak/membantah
Pemohon sebagai Kreditor yang memiliki hak tagih. Pada waktu PKPU, Tim Pengurus
menolak Pemohon sebagai pihak Kreditor, yaitu pada saat dilakukan Rapat Verifikasi
dan Pencocokan Piutang, yang pada pokok suratnya menyatakan bahwa Tim Pengurus membantah
seluruh tagihan atau piutang tersebut, dengan alasan tagihan atas kreditor
semula tidak terdapat dalam pembukuan Debitur PKPU, sebagaimana dilaporkan
didalam Laporan Auditor Independen atas Laporan Keuangan Debitur, dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada utang-utang dari Debitur terhadap kreditor
dimaksud.
PT. Bima Mandala Dirga Prima didalam mengajukan piutang para Kreditor
tersebut mendalilkan telah menerima hak tagih dari ketujuh kreditor semula, tetapi
karena utang tersebut tidak ada dibukukan oleh Debitur PKPU, maka dengan sendirinya
tidak ada alas hak bagi PT Bima Mandala Dirga Prima untuk mengajukan tagihannya
untuk dan atas nama ketujuh perusahaan dimaksud.
Demikian juga pada waktu PKPU selain bukti atau dokumen tersebut di atas Pemohon
juga melengkapi dokumen pendukung seperti Surat Pengakuan Hutang dari PT Prima
Inreksa Industries (dalam PKPU) kepada Pemohon selaku pemegang Hak Tagih, bukti
atas seluruh transaksi atas adanya hutang tersebut, yaitu berupa Kwitansi dan
bukti transfer Bank yang tercatat dan terperinci pada Rekening Koran PT Prima
Inreksa Industries (Dalam Pailit). Laporan dari sebuah Kantor Akuntan Publik
menyebutkan, “Penjelasan Utang lain-lain”, yang menyatakan bahwa jumlah
tagihan/piutang tersebut adalah benar dan bersumber dari masing masing kreditor
semula.
Tim Kurator yang tidak memasukkan Pemohon sebagai Kreditor dalam daftar
bahkan membantah/menolak Pemohon sebagai Kreditor yang memiliki hak tagih
dengan alasan karena utang tersebut tidak ada dibukukan oleh Debitur
PKPU/Pailit, menjadi rancu mengingat seluruh transaksi atau adanya hutang
tersebut dapat dilihat, dan diperinci serta dapat dibuktikan pada Rekening
Koran PT Prima Inreksa Industries (Dalam PKPU), dan hutang tersebut tercatat
pada masing-masing piutang milik kreditor asal.
Kurator semestinya mencocokkan nama kreditor awal/semula, dengan akta
pembelian piutang, sehingga nama-nama dari kreditor asal dapat dicocokkan
dengan kreditor baru. Jika kurator meragukan piutang tersebut, yang bisa jadi akal-akalan
debitor, piutang tersebut tetap sah selama kurator tidak mengajukan gugatan actio pauliana terhadap kreditor yang
mengklaim memiliki piutang secara tidak patut.
Terlebih seluruh tagihan Pemohon tersebut setetah diklarifikasi telah
diakui oleh debitor, bahkan Kantor Akuntan/Auditor Independen yang mengaudit
Laporan Keuangan PT Prima Inreksa Industries (Dalam Pailit) tahun 2008-2009,
telah memberikan penjelasan atas pencatatan adanya tagihan dari Pemohon.
Total tagihan seluruhnya adalah sebesar USD 27.104.195,8 dan
Rp86.810.242.916;00. Seluruh perincian tersebut didukung dengan bukti-bukti
yang otentik dalam Rekening Koran debitor, yang terdapat dan dicatat pada
pembukuan masing masing Kreditor lainnya, didukung adanya bukti pelepasan hak kreditor
asal kepada Pemohon, serta adanya juga Surat Pengakuan Hutang yang telah diakui
oleh debitor, yang dalam setiap Rapat Verifikasi telah mengakui adanya hutang
tersebut, apalagi Pemohon sudah melengkapi bukti adanya surat dari Kantor
Akuntan/Auditor Independen yang mengaudit Laporan Keuangan debitor, telah
memberikan penjelasan atas pencatatan adanya tagihan dari Pemohon.
Tim Pengurus/Kurator menolak karena menilai adanya unsur afiliasi antara
debitor dan Pemohon. “Afiliasi” (affiliate) adalah suatu kondisi dimana
perseroan yang saling berhubungan (related)
yang satu dengan yang lain, sehingga terjadi “saling” control (common control) baik mengenai suara
maupun operasional. Affiliasi terjadi antara holding atau parent company
dengan subsidiary company maupun
dengan affiliate.
Terhadap permohonan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat telah memberikan putusan Nomor 04/PKPU/ 2011/PN.NIAGA.JKT.PST. jo. Nomor
04/PAILIT/2011/PN.NIAGA.JKT.PST., tanggal 9 Agustus 2011, dengan pertimbangan
hukum serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa pada saat
PKPU kemudian PT Prima Inreksa Industries dinyatakan Pailit (Bukti T-1 s/d T-4)
sampai dengan rapat pencocokan utang, tanggal 30 Juni 2011 Termohon (Tim
Kurator) menolak PT Bima Mandala Dirga Prima, tetap tidak memasukkan kedalam
Daftar Kreditur sebagai Kreditor yang memiliki Hak Tagih (Cessie) atas
piutangnya: PT Danau Mas Hitam, PT Unefeco, PT Pro Intertech Indonesia, PT Alam
Abadi Luhur, PT Kemang Citra Lestari, PT Dimas Drillindo dan City Glory
Associates Limited, terhadap PT Prima Inreksa Industries (Dalam Pailit);
“Menimbang selanjutnya setelah
Majelis Hakim mencermati bukti P-68 s/d P-207 menyangkut sejumlah uang yang
bersumber dari atas nama beberapa Perusahaan maupun atas nama pribadi, ternyata
transaksinya tidaklah jelas peruntukkannya, apakah diperoleh dari
pembayaran hasil jual beli produk PT Prima Inreksa Industries, apakah sebagai
penerimaan dari pinjaman atau utang, dan selain dari pada itu di persidangan
ternyata surat surat bukti tersebut tidak dapat ditunjukkan surat aslinya,
bukti mana dibantah kebenarannya oleh Termohon, maka bukti tersebut secara
hukum harus dikesampingkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 1888 KUHPerdata;
“... , namun menurut pendapat
Majelis hal itu kebenarannya harus ada data pendukung yang merupakan bagian
dari bukti Pembukuan Perseroan tersebut berupa Surat Kontrak atau Surat
Perjanjian antara PT Prima Inreksa Industries dengan ke-7 (tujuh) perusahaan
tersebut;
“Surat Pernyataan Pelepasan
Hak, masing-masing dari PT Alam Abadi Luhur, PT Danau Mas Hitam, PT Dimas Drillindo,
PT Kemang Citra Lestari, PT Pro Intertech Indonesia kepada PT Prima Inreksa
Industries, yang dibuat secara serentak pada tanggal 8 Juni
2007 (Bukti P-37 s/d P-41), Surat Pemberitahuan sekaligus Penegasan Kembali
atas Pelepasan Hak Tagih kepada PT Prima Inreksa Industries (Dalam Pailit), masing-masing
dari PT Danau Mas Hitam, PT Unefeco, PT Pro Intertech Indonesia, PT Alam Abadi
Luhur, PT Kemang Citra Lestari, PT Dimas Drillindo, kesemuanya dibuat
tertanggal 15 April 2011 (Bukti P-42 s/d P-47), hal ini telah sesuai dan
tidak bertentangan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian,
dan lagi pula jika "Quad Non" dianggap bukti tersebut di atas tidak
sempurna karena tidak adanya perjanjian pokok berupa perjanjian utang piutang;
“... , ternyata tidak didukung
dokumen keuangan berupa surat kontrak atau surat perjanjian pokok baik
perjanjian utang piutang (pinjaman) maupun transaksi lain dalam hubungan perdagangan,
yang ada hanya Rekening Koran Bank tahun 2009;
“M E N G A D I L I :
1. Menolak Keberatan/Renvoi Prosedure yang diajukan oleh Pemohon (PT
Bima Mandala Dirga Prima);
2. Memerintahkan Termohon (Tim Kurator PT Prima Inreksa Industries/Dalam Pailit)
untuk melanjutkan Pentahapan Penyelesaian Pailit;
3. Membebankan biaya perkara kepada Budel Pailit.”
Pemohon mengajukan kasasi, dan terhadap permohonan kasasi tersebut Mahkamah
Agung RI membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap
keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan
tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama
memori kasasi tanggal 16 Agustus 2011 dan kontra memori kasasi tanggal 24
Agustus 2011 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum
oleh karena sesuai dengan hasil pemeriksaan di persidangan, Pemohon tidak dapat
memberikan bukti sah dan kuat yang menunjukkan adanya kontrak berupa utang piutang
atau transaksi perdagangan lainnya antara PT Prima Inreksa Industri
(Perseroan dalam Pailit) dengan 7 (tujuh) Perusahaan yang didalilkan oleh
Pemohon telah dialihkan hak tagihnya kepada Pemohon, sehingga Pemohon dalam
perkara a quo tidak dapat membuktikan dalil permohonannya yaitu bahwa Pemohon
memiliki piutang terhadap PT Prima Inreksa Industri (dalam Pailit), sedangkan
Termohon dapat membuktikan dalil bantahannya bahwa sesuai dengan Laporan
Keuangan yang telah diaudit oleh akuntan independen (audited) PT Prima Inreksa
Industri (dalam Pailit) tidak memiliki utang pada Pemohon, sehingga Pemohon
bukan termasuk Kreditor PT Prima Inreksa Industri (dalam Pailit);
“Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan
hukum dan/atau undang-undang maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon
Kasasi PT BIMA MANDALA DIRGA PRIMA tersebut haruslah ditolak;
“M E N G A D I L I:
“Menolak permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi PT BIMA MANDALA DIRGA PRIMA tersebut;”
Pemohon sepenuhnya gagal memberikan penjelasan perihal perjanjian pokok
yang dimiliki kreditor asal, yang menjadi dasar hutang-piutang sehingga
tampaknya memang hanya akal-akalan debitor dengan grub usahanya.
Namun terlepas dari keruhnya sengketa renvoi
procedure diatas, terdapat sebuah kaedah yang dapat ditarik, bila piutang
dimiliki oleh affiliate company, maka
hutang tersebut tidak akan diakui kurator, dimana boedel pailit yang dilakukan
pemberesan oleh kurator akan menjadi hak pelunasan piutang para “kreditor murni”.
Kedua, pengakuan hutang tanpa dilandasi perjanjian pokok, maka hal
tersebut dapat diasumsikan sebagai modus “penyelundupan hukum” yang perlu
dicermati dan diwaspadai oleh kurator maupun hakim dalam memutus klaim piutang
demikian.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.