Pastikan Hitam Diatas Putih, Bahaya Janji Lisan

LEGAL OPINION
Question: Sebagai seorang pebisnis Tionghua, saya sering berbisnis dengan dasar kepercayaan. Apa resiko hukumnya bagi usaha saya?
Brief Answer: Hukum acara perdata (pembuktian di peradilan) mengedepankan dasar beracara secara formil, dalam arti titik tumpunya prosedural terhadap hal-hal yang bersifat simbolik, seperti akta-akta atau surat-surat dan dokumen-dokumen. Hakim dalam memeriksa perkara perdata tak dituntut untuk betul-betul yakin sebelum menjatuhkan amar putusan. Pihak seberang dapat berkilah telah mengikat diri dalam suatu hubungan kontraktual bila tiada “hitam diatas putih”. Semua berjalan lancar selama para pihak beritikad baik, namun menjadi masalah besar bagi Anda ketika pihak lawan mulai mengingkari janjinya secara lisan.
Hindari pemikiran bahwa Anda berbisnis dengan “kawan”, karena belum tentu “kawan” Anda akan juga memandang Anda sebagai “kawan”. Tidak tertutup kemungkinan “kawan” Anda hanya hendak memperalat Anda semata. Perlu kita sadari, sebagian besar tabiat masyarakat kita adalah “air susu balas air tuba”, sehingga dalam hukum kerapkali “berpikiran buruk” adalah relevan guna antisipasi kemungkinan terburuk agar tidak menyesal dikemudian hari. Setidaknya terdapat saksi mata langsung yang netral bila tidak memungkinkan secara tertulis.
PEMBAHASAN:
Memang hukum perikatan perdata mengakui perikatan kontraktual secara lisan, namun dalam era modern ini perikatan perdata secara lisan memiliki kandungan resiko yang tinggi, oleh karenanya dalam kontrak bisnis besar, selalu menggunakan akta notariel yang memiliki kekuatan pembuktian yang otentik. Lidah tak bertulang, demikian peribahasa berpesan.
Mengingat berbagai modus penipuan dan kejahatan yang kerap terjadi secara masif, pastikan bahwa perikatan perdata jenis hubungan hukum apapun, dilandasi oleh:
1. buat secara “hitam diatas putih”, apa yang diutarakan secara lisan anggap sebagai tidak pernah ada karena tidak dapat dijamin untuk dapat ditagih janjinya dikemudian hari;
2. semakin detail semakin baik;
3. ditandatangani oleh pihak yang berwenang mengikatkan diri;
4. Anda memegang atau diberi satu rangkap asli.
Dari keempat unsur tersebut, poin kesatu dan keempat disamping poin ketiga menjadi elemen paling krusial guna menjadi alat pembuktian sebagai asas prepared for the worse case.
Ketika pihak seberang tidak bersedia dan tidak berkenan memberi Anda satu rangkap asli surat perjanjian, seketika itu juga artikan bahwa pihak seberang memiliki itikad buruk untuk mengelabui Anda atau hendak mengambil untung dari pihak Anda tanpa mau dirinya sendiri dimintai pertanggungjawabkan.
Penulis (dahulu) kerap memberi bantuan hukum cuma-cuma. Namun apa yang kemudian terjadi? Ketika penulis suatu ketika balik meminta bantuan sepele dari klien yang sudah penulis berikan bantuan hukum secara cuma-cuma untuk memberi testimoni, klien tersebut justru berkata: “Saya tak mau diganggu!”
Air susu dibalas air tuba, dan itu kerap terjadi sehingga penulis tak lagi memberi pelayanan cuma-cuma. Pro bono telah menjadi sejarah bagi kami.
Meski demikian, kerap terjadi anomali dalam praktik di peradilan sebagaimana tercermin dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara gugatan perdata register Nomor 1574 K/Pdt/2011 tanggal 27 Februari 2012, antara:
- PEMERINTAH KOTA BEKASI, sebagai Pemohon Kasasi, semula Tergugat; melawan
- PT. HELGA PRIMA GENERAL CONTRACTOR, selaku Termohon Kasasi, semula Penggugat.
Penggugat selaku kontraktor pengadaan jasa, menggugat wanprestasi pihak Pemkot Bekasi selaku pengguna jasa. Hanya saja, yang menarik ialah dalil dalam gugatan Penggugat yang salah satu kutipannya berbunyi:
“Bahwa bentuk wanprestasi yang telah dilakukan oleh Tergugat bukanlah didasarkan atas Perjanjian secara tertuiis, melainkan perjanjian lisan atau lebih khusus lagi yaitu atas dasar suatu perikatan yang dilahirkan demi undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1357 KUHPerdata yang berbunyi "Pihak yang kepentingan-kepentingannya diwakiii oleh seorang lain dengan itikad baik, diwajibkan memenuhi perikatan-perikatan yang diperbuat oieh si wakil itu atas namanya, memberikan ganti rugi kepada si wakii itu tentang segala perikatan yang secara perseorangan dibuatnya, dan mengganti segala pengeluaran yang berfaedah atau perlu;
“Bahwa adapun alasan Tergugat yang tidak mau membayar prestasi yang sudah dikeluarkan oieh Penggugat sebesar Rp.1.990.501.800,- karena disebabkan ketakutan sebab prosesnya adalah melalui penunjukkan langsung, alasan tersebut adalah tidak berdasar karena Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pada Bab II tentang pemilihan Penyediaan Jasa, Bagian Ketiga tentang Pelaksanaan Konstruksi, Pasal 12 Ayat (1) butir a.5 berbunyi: ‘Penunjukkan langsung pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pada angka 3 berlaku untuk: a. Keadaan tertentu yaitu: (5) Pekerjaan lanjutan Pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya ....’
“Dan berdasarkan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 339/KPTS/M/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa dan Konstruksi oleh Instansi Pemerintah; pada Bab III Proses Pengadaan Jasa Konstruksi Huruf B, Angka 4 Butir b yang berbunyi: "Penunjukkan langsung dapat dilakukan untuk pekerjaan lanjutan yang sacara teknis merupakan kasatuan konstruksi yang sifat pertanggungannya terhadap kegagalan bangunan tidak dapat dipecah-pecah dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan sebelumnya, dengan persetujuan Menteri / Gubernur / Bupati / Walikota. Pekerjaan lanjutan tidak termasuk paket yang merupakan pekerjaan tahun jamak (multi years contract) yang sudah diprogramkan". Dengan berdasarkan 2 (dua) ketentuan tersebut, maka pelaksanaan pekerjaan yang telah kami lakukan adalah dibenarkan atau telah sesuai dengan peraturan yang ada. Selain itu terhadap permasalahan tersebut sudah dilakukan pemeriksaan oieh Kejaksaan Negeri Bekasi dalam waktu yang cukup panjang yang mana pada akhirnya hasil pemeriksaan Kejaksaan Negeri Bekasi tersebut membuktikan tidak adanya pelanggaran yang dilakukan.”
Terhadap gugatan pihak pengusaha, Pengadilan Negeri Bekasi kemudian menjatuhkan putusan No.258/Pdt/G/2009/PN-BKS tanggal 15 Juni 2010, dengan amar sebagai berikut :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebahagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) terhadap Penggugat;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian biaya yang dikeluarkan oleh Penggugat, kepada Penggugat yaitu sebesar Rp. 1.341.000.000,- (satu milyar tiga ratus empat puluh satu juta rupiah);
4. Menghukum Tergugat membayar kerugian berupa bunga sebesar Rp.80.460.000,- (delapan puluh juta empat ratus enam puluh ribu rupiah) setiap tahun terhitung sejak tanggal 4 Agustus 2009 sampai dengan putusan ini dilaksanakan;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.1.043.000,- (satu juta empat puluh tiga ribu rupiah);
6. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung dengan putusan No.280/PDT/2010/PT.Bdg. tanggal 13 Desember 2010. Selanjutnya Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan kutipan dalil sebagai berikut:
“Berangkat dari kondisi yang terjadi seperti ini maka banyak hal yang dapat terjadi dalam masalah/kasus serupa dimasa mendatang, suatu bentuk paling nyata yang dapat dijadikan contoh adaiah apabila ada sekelompok masyarakat yang melaksanakan kegiatan perbaikan jalan atau sejenisnya di lingkungan sekitar mereka tanpa ada kontrak atau apapun dengan pihak pemerintah, dengan mengacu atau mencontoh kepada kasus/persoalan yang sekarang ini dalam proses hukum yang saat ini berjalan bisa saja dengan dalih dan alasan yang sama mereka warga masyarakat beramai-ramai mengajukan permohonan pembayaran kepada pemerintah karena telah melakukan pekerjaan yang menyangkut kepentingan umum yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah.
“Bahwa yang dijadikan pertimbangan atas putusan Pengadilan Tinggi Bandung tersebut menurut kami tidak tepat karena nantinya akan dapat menjadi suatu preseden buruk/contoh yang tidak patut terutama dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah;
Disamping itu Termohon Kasasi seharusnya dapat memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi dengan ucapan lisan dari sdr.AHMAD ZURFAIH (Walikota saat itu) karena pada saat dia memerintahkan kepada Termohon Kasasi tersebut Sdr. AHMAD ZURFAIH berbuat dalam kapasitas orang pribadi ataukah selaku Walikota; (Note SHIETRA & PARTNERS: inilah argumentasi paling kuat, dimana dalam perjanjian tertulis terdapat bagian kepala kontrak yang disebut “konsiderans & komparasi”, yang mana akan menjelaskan sang penandatangan berkedudukan sebagai pejabat badan hukum ataukah semata sebagai atas nama pribadi.)
“Sehingga Termohon Kasasi sebagai salah seorang Pengusaha yang profesional harus menyadari bahwa setiap ada pelaksanaan kegiatan pekerjaan yang dilaksanakannya haruslah didasarkan adanya hubungan hukum yang diikatkan dalam Surat Perjanjian Kerja (hitam diatas putih) dan bukan berdasarkan perjanjian lisan. Sehingga pekerjaan proyek pematangan Iahan yang dilakukan Termohon Kasasi sudah harus disadari bahwa untuk proyek tersebut belum ada tersedia anggarannya. Dan hal tersebut merupakan kelalaian pihak Termohon Kasasi;
“Bahwa pertimbangan Majelis Hakim dalam putusannya yang mengatakan bahwa pada saat pelaksanaan pematangan Iahan Rusunawa Tahap kedua, tidak dibuatkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut secara tegas, karena pekerjaan pematangan Iahan Rusunawa tahap pertama dan tahap kedua adalah satu paket pekerjaan, perjanjian antara Termohon Kasasi dan Pemohon Kasasi dalam pekerjaan pematangan Iahan tahap pertama, masih berlaku diantara Termohon Kasasi dan Pemohon Kasasi yang berarti Termohon Kasasi dan Pemohon Kasasi secara diam-diam melanjutkan perjanjian sebagaimana pelaksanaan pematangan tahap pertama.
“ ... Termohon Kasasi mengerjakan pekerjaan pematangan yang diklaim sebagai pematangan lanjutan oleh Termohon Kasasi dikerjakan tidak ada dasar/alasan yang sah yang dapat dipertanggung-jawabkan secara hukum (tidak ada kontrak kerja maupun Surat Perintah Kerja).”
Sebagaimanapun Pemohon Kasasi beragumentasi (yang menurut SHIETRA & PARTNERS memang diakibatkan oleh kelemahan regulasi), Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti tidak salah menerapkan hukum;
“bahwa Terbukti Tergugat telah wanprestasi karena pekerjaan yang sudah direalisasikan oleh Penggugat dan belum dibayar oleh Tergugat atas pekerjaan proyek pematangan lahan Rusunawa sebesar Rp.1.341.000.000,- (satu milyar tiga ratus empat puluh satu juta rupiah) sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Judex Facti dengan tepat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PEMERINTAH KOTA BEKASI tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : PEMERINTAH KOTA BEKASI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.