Keberatan terhadap Sita Pidana Korupsi atas Objek Tanah sebagai Upaya Hukum Pihak Ketiga yang Beritikad Baik

LEGAL OPINION
Question: Bila seorang suami terkena pidana korupsi, maka apakah terhadap harta bawaan dari sang istri dapat disita dan dirampas oleh negara karena dianggap tersangkut paut kasus korupsi yang menjerat suami? Tanah milik sang istri didapat dari hibah orang tua, jauh sebelum korupsi sang suami terjadi.
Brief Answer: Harta bawaan tidak dapat disita pidana bila salah satu pasangan suami-istri terjerat tindak pidana korupsi. Untuk itu upaya hukum yang dapat diajukan oleh suami / istri yang memiliki harta bawaan tersebut ialah pengajuan “keberatan” dengan memerhatikan jangka waktu kadaluarsa hak pengajuan keberatan atas sita pidana ini, yakni paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung sengketa perdata tingkat kasasi register perkara Nomor 1948 K/Pdt/2015 tanggal 26 November 2015, antara:
- TRI SUBUH FAJARWATI, selaku Pemohon Kasasi, semula Pembanding, dan dahulu pada tingkat Pengadilan Negeri ialah sebagai Pelawan; melawan
- Mahkamah Agung RI cq. Pengadilan Tinggi Surabaya Cq. Pengadilan Negeri Bondowoso, dan Kejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Surabaya cq. Kejaksaan Negeri Bondowoso, selaku Para Termohon Kasasi, dahulu Para Terbanding, semula Para Terlawan.
Pelawan adalah istri dari H. Sunaryo. Pada saat perkawinan, orang tua Pelawan pada tahun 1990 telah memberikan uang kepada H. Sunaryo untuk membeli sebidang tanah pekarangan milik Hamidin sekeluarga dengan harga sebesar Rp2.300.000,00 yang mana jual-beli dilakukan di hadapan PPAT Kepala Wilayah Kecamatan Bondowoso dengan Akta Jual Beli Nomor 25/Bond/Ktln/1990, yang kemudian langsung dibangun sebuah bangunan rumah sebagai tempat tinggal bersama antara Pelawan dengan H. Sunaryo sampai sekarang.
Pada bulan Desember 2013 Terlawan II (Kejaksaan Negeri Bondowoso) kemudian menyita dengan memasang tulisan “bangunan ini disita dan dirampas oleh negara” dan ditindaklanjuti dengan melayangkan Surat tertanggal 13 Desember 2013 yang isinya memerintahkan kepada Terpidana H. Sunaryo berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1153 K/Pid/2005, tanggal 29 Agustus 2007 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 02/Pid/2004/PT.SBY., tanggal 10 September 2004, jo. Putusan Pengadilan Negeri Bondowoso Nomor 154/Pid.B/2002/PN.Bdw., tanggal 20 Oktober 2003 (Terlawan I), dimana salah satu amar putusannya menyatakan bahwa tanah pekarangan yang diatasnya berdiri sebuah bangunan rumah/kantor milik H. Sunaryo yang terletak di Jalan Saliwiryo Pranowo Nomor 07 A Bondowoso, dirampas untuk negara dan segera untuk dikosongkan.
Pelawan merasa keberatan atas penyitaan dan perintah pengosongan kemudian dirampas untuk negara berdasarkan Surat tertanggal 13 Desember 2013 yang dilakukan oleh Terlawan II terhadap objek sengketa berdasarkan perintah putusan dari Terlawan I sebab objek sengketa tersebut adalah pemberian orang tua Pelawan yang dibeli dari uang pribadi orang tua Pelawan, bukan dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh Terpidana H. Sunaryo, akan tetapi oleh Terlawan I dalam salah satu amar putusannya dimasukkan sebagai barang bukti yang dirampas untuk negara padahal senyatanya objek sengketa tersebut bukan didapat dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh H. Sunaryo akan tetapi didapat dari hasil beli uang pribadi orang tua Pelawan, sehingga penyitaan dan pengosongan yang dilakukan oleh Terlawan II selaku pelaksana putusan adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum maka penyitaan yang dilakukan oleh Terlawan II haruslah dicabut.
Pelawan berhak atas objek sengketa tersebut berdasarkan pemberian dari orang tua Pelawan yang diberikan kepada Pelawan dan H. Sunaryo untuk tempat tinggal bersama sebagai suami-istri, sehingga Pelawan berhak untuk mempertahankan objek sengketa dari penyitaan dan pengosongan yang dilakukan oleh Terlawan II untuk melaksanakan putusan dari Terlawan I yang sangat merugikan Pelawan.
Karena Pelawan adalah orang yang beriktikad baik dalam melakukan perlawanan ini atas dasar hak milik yang diberikan oleh orang tua Pelawan bukan pemberian dari H. Sunaryo dari hasil kejahatan yang dituduhkan kepadanya, karena perlawanan ini dilandasi dengan iktikad baik sehingga secara hukum harus dilindungi, maka dengan adanya penyitaan dan perintah pengosongan terhadap objek sengketa oleh Terlawan II dalam rangka melaksanakan putusan dari Terlawan I, Pelawan merasa dirugikan.
Dengan adanya perlawanan dari Pelawan terhadap objek sengketa, oleh karena objek perlawanan belum jelas status hukumnya apalagi pada saat perkara pidana terhadap H. Sunaryo di Pengadilan Negeri Bondowoso perkara terdaftar Nomor 154/Pid.B/2002/PN.Bdw., dimana H. Sunaryo didakwa melakukan tindak pidana korupsi dana KUT sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya menyatakan H. Sunaryo selaku Terdakwa telah mencairkan dana KUT pertama kali sebesar Rp500.000.000,00 pada tanggal 2 Oktober 2000, padahal senyatanya objek sengketa telah ada sebelumnya dengan cara membeli menggunakan uang pemberian orang tua Pelawan, yang mana H. Sunaryo atas persetujuan orang tua Pelawan membeli tanah pekarangan dari Hamidin sekeluarga pada tanggal 25 Januari 1990 seharga Rp2.300.000,00 sehingga objek sengketa tersebut bukan hasil dari kejahatan yang dituduhkan kepada H. Sunaryo, akan tetapi oleh Terlawan I dimasukkannya dalam amar putusannya sebagai barang bukti yang harus dirampas untuk negara sehingga di dalam putusan dari Terlawan I ada sesuatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata maka oleh sebab itu penyitaan dan perintah pengosongan terhadap objek sengketa tersebut oleh Terlawan II adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum, maka dengan demikian mohon agar Ketua Pengadilan Negeri Bondowoso memerintahkan agar pelaksanaan putusan dari Terlawan I oleh Terlawan II ditangguhkan atau ditunda hingga perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Adapun yang menjadi pokok tuntutan (petitum) Pelawan, antara lain:
1. Menyatakan secara hukum bahwa objek sengketa bukan hasil kejahatan dari H. Sunaryo dan harus dikeluarkan dari putusan Terlawan I sebagai barang bukti di dalam amar putusannya;
2. Memerintahkan kepada Terlawan II untuk mencabut penyitaan terhadap objek sengketa tersebut.
Pengadilan Negeri Bondowoso (Terlawan I) dalam tanggapannya menyatakan bahwa “Perlawanan dari Pelawan salah prosedur dan daluwarsa” meski secara implisit Terlawan I mengakui bahwa Objek Sengketa adalah milik Pelawan (istri dari H. Sunaryo) yang uang pembelian objek sengketa tersebut adalah pemberian dari orang tua Pelawan.
Terlawan I memaklumi keberatan Pelawan atas penyitaan atas tanah sengketa yang dilakukan oleh Terlawan II untuk melaksanakan isi putusan dari Terlawan I, oleh karena tanah sengketa bukanlah hasil dari kejahatan yang dilakukan oleh Terpidana H. Sunaryo (suami Pelawan), namun milik dari Pelawan dari hasil pemberian orang tuanya. Objek sengketa sudah dimiliki oleh Pelawan sebelum suaminya diproses perkara tindak pidana korupsi.
Namun, berdasarkan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan:
(1) Putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang bukan kepunyaan Terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beriktikad baik akan dirugikan;
(2) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk juga barang pihak ketiga yang mempunyai iktikad baik, maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan surat keberatan kepada pengadilan yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka untuk umum;
(3) Pengajuan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan;
(4) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Hakim meminta keterangan Penuntut Umum dan pihak yang berkepentingan;
(5) Penetapan Hakim atas surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung oleh Pemohon atau Penuntut Umum.
Penjelasan Resmi Pasal 19 Ayat (3) UU Tipikor menyebutkan:
“Apabila keberatan pihak ketiga diterima oleh Hakim setelah eksekusi, maka negara berkewajiban mengganti kerugian kepada pihak ketiga sebesar nilai hasil lelang atas barang tersebut.”
Dengan melihat ketentuan pasal tersebut, seharusnya Pelawan mengajukan keberatan dalam tenggang waktu yang ditentukan undang-undang dan bukan dengan mengajukan perlawanan (derden verzet), lagi pula apabila dihubungkan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam hal ini Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1153 K/Pid/2005, tertanggal 29 Agustus 2007, maka tenggang waktu untuk mengajukan keberatan dari Pemohon telah melewati batas waktu yang ditentukan.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Bondowoso kemudian menjatuhkan putusan, yaitu Putusan Nomor 02/Pdt.Plw/2014/PN.Bdw., tanggal 10 Juni 2014, dengan amar sebagai berikut:
Dalam Eksepsi :
- Mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh Terlawan I untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara :
- Menyatakan perlawanan dari Pelawan tidak dapat diterima."
Dalam tingkat banding atas permohonan Pelawan, putusan Pengadilan Negeri Bondowoso tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Putusan Nomor 438/PDT/2014/PT.SBY., tanggal 3 Februari 2015.
Menemui penolakan, Pelawan mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadap permohonan kasasi Pelawan, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tertanggal 10 April 2015 dan jawaban atas memori kasasi tertanggal 29 Mei 2015 dihubungkan dengan putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Surabaya yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bondowoso tidak salah dalam menerapkan hukum, karena telah benar bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi upaya hukum bagi pihak ketiga terhadap tindakan penyitaan atas barang miliknya adalah melalui pengajuan keberatan kepada pengadilan bukan melalui perlawanan sebagaimana terbukti dalam upaya perkara a quo, karena itu telah tepat dinyatakan bahwa perlawanan Pelawan dalam perkara a quo tidak dapat diterima;
“M E N G A D I L I:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: TRI SUBUH FAJARWATI, tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.