Keberatan atas Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

LEGAL OPINION
Question: Pemerintah saat ini sudah membuat surat penetapan lokasi untuk proyek pembebasan lahan, dan kebetulan tanah milik kami terkena sebagai obyek pembebasan. Pengadilan Negeri ataukah Pengadilan Tata Usaha Negara yang sebetulnya berwenang mengadili bila kami selaku pemilik tanah hendak mengajukan keberatan? Apakah terbuka peluang upaya hukum bila kami keberatan terhadap amar putusan pengadilan tingkat pertama?
Brief Answer: Bila yang menjadi keberatan Anda ialah surat keputusan “penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum”, yang menjadi kompetensi absolut (yurisdiksi peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus) ialah Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hanya saja perlu diingat, Mahkamah Agung RI (MA RI) telah membuat limitasi mengenai jangka waktu kadaluarsa pengajuan gugatan perihal penetapan lokasi, yakni paling lambat 30 hari kerja sejak diumumkan penetapan lokasi—bukan 90 hari sebagaimana pengaturan umum dalam UU PTUN). Kasasi dapat ditempuh bila salah satu/para pihak keberatan terhadap putusan PTUN, namun tertutup bagi upaya hukum Peninjauan Kembali.
PEMBAHASAN:
Pengadilan Negeri mungkin berwenang untuk sengketa besaran nilai ganti rugi pembebasan lahan, namun dalam ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, PTUN-lah yang berwenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus gugatan terhadap penetapan atas lokasi pembangunan untuk kepentingan umum.
Tampaknya penetapan besaran nilai ganti-rugi, dibedakan dengan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, sehingga yurisdiksi peradilannya pun dibedakan—meski SHIETRA & PARTNERS menilai keduanya sama-sama berbentuk surat keputusan pejabat tata usaha negara sehingga keduanya menjadi kompetensi absolut PTUN.
Berikut beberapa pengaturan penting dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pada Peradilan Tata Usaha Negara:
Pasal 1
Dalam Peraturan Mahkamah Agung ini yang dimaksud dengan :
1. Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
2. Gugatan adalah keberatan tertulis atas penetapan lokasi yang diajukan Penggugat ke pengadilan.
3. Penetapan Lokasi adalah penetapan atas lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang ditetapkan dengan keputusan Gubenur atau Bupati/Walikota yang mendapat delegasi dari Gubernur, yang dipergunakan sebagai izin untuk Pengadaan Tanah, perubahan penggunaan tanah, dan peralihan hak atas tanah dalam Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
4. Penggugat adalah Pihak yang Berhak terdiri atas perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang memiliki atau menguasai Objek Pengadaan Tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, yang meliputi:
a. Pemegang hak atas tanah;
b. Pemegang pengelolaan;
d. Pemilik tanah bekas milik adat;
e. Masyarakat hukum adat;
f. Pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik; (Note SHIETRA & PARTNERS: Artinya pemukim yang tinggal berdasarkan surat girik sekalipun berhak mengajukan gugatan.)
g. Pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan/atau
h. Pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah.
5. Tergugat adalah Gubernur yang menerbitkan penetapan lokasi atau Bupati/Walikota yang mendapat delegasi dari Gubernur untuk menerbitkan penetapan lokasi.
6. Hari adalah hari kerja.
7. Pengadilan ialah Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pasal 2
Pengadilan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan Sengketa Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Pasal 3
Pihak yang berhak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar penetapan lokasi dinyatakan batal atau tidak sah.
Pasal 4
Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 paling lambat 30 hari sejak diumumkan penetapan lokasi.
Pasal 5
(1) Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Penggugat atau Kuasanya paling sedikit dalam 5 (lima) rangkap yang memuat:
a. Identitas Penggugat
1. Dalam hal Penggugat orang, meliputi : nama, kewarganegaraan, tempat tinggal, dan pekerjaan Penggugat dan/atau Kuasa Hukumnya;
2. Dalam hal Penggugat Badan Hukum Perdata, meliputi: nama badan hukum perdata, alamat, identitas orang yang yang berwenang untuk mewakili badan hukum perdata tersebut di pengadilan, dan identitas Kuasanya apabila diwakili kuasa;
4. Dalam hal Penggugat Masyarakat Hukum Adat, meliputi : nama masyarakat hukum adat, tempat kedudukan masyarakat hukum adat, pimpinan masyarakat hukum adat;
b. Identitas Tergugat meliputi : nama, jabatan dan tempat kedudukan;
c. Penyebutan secara lengkap dan jelas penetapan lokasi yang digugat;
d. Uraian yang menjadi dasar gugatan:
1. Kewenangan pengadilan sebagaimana dimaksud Pasal 2;
2. Kedudukan hukum (legal standing) Penggugat;
3. Pengajuan gugatan masih dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diumumkannya penetapan lokasi;
4. Alasan-alasan gugatan berupa fakta-fakta keberatan Penggugat yang pada pokoknya menerangkan bahwa penerbitan penetapan lokasi oleh Tergugat melangggar peraturan perundang undangan dan asas asas umum pemerintahan yang baik.
e. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Penetapan Lokasi yang digugat;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut penetapan lokasi yang digugat. (Note SHIETRA & PARTNERS: sifat ketiga butir ini adalah kumulatif, sehingga wajib diartikan sebagai harus dimohonkan ketiga unsur ini dalam satu berkas gugatan bagian petitum.)
f. Gugatan ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasa hukumnya;
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri alat bukti pendahuluan.
Pasal 6
(1) Gugatan diajukan kepada pengadilan yang meliputi tempat kedudukan Tergugat.
(2) Panitera wajib melakukan penelitian administrasi gugatan dan memeriksa alat bukti pendahuluan yang mendukung gugatan, berupa:
a. Bukti yang berkaitan dengan identitas penggugat:
1. Dalam hal orang: fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya yang sah;
2. Dalam hal badan hukum perdata: fotocopy anggaran dasar, fotocopy keputusan mengenai pengangkatan orang yang menduduki organ yang berwenang mewakili badan hukum di pengadilan beserta fotocopy KTP atau identitas lainnya yang sah, dan fotocopy Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pengesahan badan hukum;
b. Fotocopy penetapan lokasi yang menjadi objek gugatan, dalam hal Penggugat telah memperoleh surat penetapan tersebut;
c. Fotocopy alat bukti surat untuk membuktikan Penggugat sebagai pihak yang berhak atas objek pengadaan tanah.
d. Daftar calon saksi dan/atau ahli, dalam hal Penggugat bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli;
(3) Dalam hal berkas gugatan dinilai lengkap, berkas gugatan dinyatakan diterima dengan memberikan Tanda Terima Berkas setelah panjar biaya perkara dibayarkan melalui bank yang ditunjuk untuk itu.
Pasal 9
(1) Panitera menyampaikan berkas perkara yang sudah diregistrasi kepada Ketua Pengadilan.
(5) Panitera memberitahukan Penetapan Sidang Pertama dan Jadwal Persidangan kepada Penggugat dan Tergugat, untuk Tergugat dilampiri salinan gugatan, paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan sidang pertama dan jadwal persidangan.
(6) Jadwal persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi pemeriksaan persidangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) sampai dengan putusan.
(7) Jadwal persidangan sebagaimana dimaksud ayat (4) bersifat mengikat, dan tidak ditaatinya jadwal tersebut menyebabkan hilangnya hak atau kesempatan bagi pihak yang bersangkutan untuk berproses kecuali ada alasan yang sah.
Pasal 10
(1) Panggilan sidang pertama disertai dengan:
a. Penetapan Hakim Ketua Majelis yang memuat jadwal persidangan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (3).
b. Perintah bagi Penggugat untuk melengkapi bukti bukti lain selain yang diuraikan dalam Pasal 5 ayat (2).
c. Perintah bagi Tergugat untuk menyampaikan bukti bukti surat/tulisan.
d. Perintah untuk mempersiapkan saksi dan/atau ahli yang diajukan dalam persidangan sesuai jadwal persidangan yang telah ditetapkan, dalam hal Penggugat dan/atau Tergugat bermaksud mengajukan saksi dan/atau ahli.
(3) Panggilan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus sudah dikirim kepada Penggugat dan Tergugat atau kuasanya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan. (Note SHIETRA & PARTNERS: maksud “harus sudah dikirim kepada Penggugat dan Tergugat” bukanlah tanggal pengiriman, namun tanggal penerimaan.)
(4) Panggilan sebagaimana dimaksud ayat (1) dianggap sah, apabila para pihak tersebut telah dikirim surat panggilan 3 (tiga) hari sebelum persidangan.
Pasal 11
(1) Pengadilan memutus diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya gugatan.
(2) Pemeriksaan sengketa penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan tanpa melalui proses dissmisal.
(3) Pemeriksaan persidangan dilakukan oleh Majelis tanpa melalui pemeriksaan persiapan.
(4) Dalam Sengketa Penetapan Lokasi pembangunan untuk kepentingan umum tidak dimungkinkan adanya permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa. (Note SHIETRA & PARTNERS: prosedur ini menyerupai small claim court, dimana permohonan provisionil tidak diperkenankan. Begitu pula tidak terdapat agenda acara replik ataupun duplik.)
(5) Pemeriksaan sengketa penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
a. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 :
a. Pemeriksaan Gugatan Penggugat;
b. Pemeriksaan Jawaban Tergugat;
c. Pemeriksaan bukti surat atau tulisan;
d. Mendengar keterangan saksi;
e. Mendengar keterangan ahli;
f. Pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik.
b. Pemeriksaan pokok gugatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dimulai dengan memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk menyampaikan pokok gugatannya.
Pasal 14
Alat bukti terdiri dari :
a. Surat atau tulisan;
b. Keterangan saksi;
c. Keterangan ahli;
d. Pengakuan para pihak;
e. Pengetahuan hakim; atau
f. Alat bukti lain berupa informasi elektronik atau dokumen elektronik.
Pasal 15
Saksi dan/atau ahli sebagaimana dimaksud Pasal 14 huruf b dan c dapat diajukan oleh para pihak atau dipanggil atas perintah pengadilan. (Note SHIETRA & PARTNERS: kaidah acara ini menarik, karena mengadopsi sub poena dalam sistem hukum common law, dimana pengadilan dapat menerbitkan perintah pemanggilan sebagai saksi. Disayangkan hukum acara perdata umum di Indonesia tidak mengadopsi kaedah yang serupa.)
Pasal 16
Termasuk informasi elektronik atau dokumen elektronik sebagaimana dimaksud Pasal 14 huruf f dapat berupa rekaman data atau informasi yang dilihat, dibaca, dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, atau angka yang memiliki makna.
Pasal 17
(1) Para Pihak dapat mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(2) Permohonan kasasi diajukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak putusan Pengadilan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum.
(3) Memori kasasi diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pernyataan kasasi.
(4) Pemberitahuan memori kasasi kepada Termohon Kasasi oleh Panitera dikirim paling lama 1 (satu) hari setelah memori kasasi tersebut diterima oleh kepaniteraan pengadilan.
(5) Dalam hal Termohon Kasasi mengajukan kontra memori kasasi diajukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak pemberitahuan dan penyerahan memori kasasi melalui Pengadilan.
(6) Pengiriman berkas kasasi paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterima memori/kontra memori kasasi.
(7) Pengiriman berkas (hard copy) didahului dengan pengiriman dokumen elektronik (soft copy).
(8) Pengiriman berkas (hard copy) ditujukan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui pos surat tercatat dengan kelengkapan berkas sebagaimana mestinya.
Pasal 18
Mahkamah Agung wajib memutus permohonan kasasi sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diregistrasi.
Pasal 19
Putusan kasasi merupakan putusan akhir yang tidak tersedia upaya hukum peninjauan kembali.
Pasal 21
Ketentuan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Mahkamah Agung ini.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.