Jual-Beli Tanpa BPKB Mobil / Kendaraan, adalah Itikad Buruk

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya apa yang dimaksud dengan “pembeli yang beritikad baik”?
Brief Answer: Sukar untuk mendefinisikan mengenai konsep “pembeli yang beritikad baik” ataupun “pihak luar / dalam yang beritikad baik”. Akan lebih mudah dipahami lewat contoh-contoh kasus sebagai ilustrasi, guna menggambarkan sifat hakekatnya yang kasuistik.
Adalah keliru hanya bertumpu pada makna “itikad baik”, karena konsep “pembeli yang beritikad baik” memiliki karakter makna yang berbeda dari sekadar “beritikad baik”.
“Itikad baik” dipahami sebagai suatu pola tindak yang memerhatikan asas kesetimpalan bagi para pihak dalam suatu hubungan perdata disamping sendi fairness dan gentle alias sikap ksatria yang bertanggung-jawab.
Namun, ketika kita berbicara mengenai “pembeli yang beritikad baik”, bisa jadi elemen frasa “itikad baik” terjadi pergeseran makna menjadi “tiada maksud buruk”. Sebagai contoh, pembeli lelang eksekusi hak tanggungan maupun objek jaminan fidusia, tidak tahu-menahu atas sengketa yang dihadapi debitor/pemberi jaminan terhadap pihak ketiga lainnya, maka dari itu pembeli yang beritikad baik wajib dilindungi oleh hukum.
Bisa jadi debitor membuat rekayasa kasus guna menghalangi proses eksekusi, sehingga pada prinsipnya lelang eksekusi terhadap agunan yang telah dibeli pemenang lelang tidak dapat dibatalkan, namun pihak yang (jika benar) dirugikan hanya dapat menuntut ganti-rugi dari pihak yang tidak beritikad baik.
PEMBAHASAN:
Perkara berikut menjadi salah satu ilustrasi mengenai “pembeli yang tidak beritikad baik”. Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi perkara perdata register Nomor 2492 K/Pdt/2010 tanggal 20 Oktober 2011 antara:
- PT BII FINANCE CENTER, selaku Pemohon Kasasi, semula Terbanding, dahulu pada tingkat Pengadilan Negeri sebagai Penggugat; melawan
- BAMBANG SUTRISNA, selaku Termohon Kasasi, semula Tergugat;
- Dra. NITA ERNAWATI, selaku Turut Termohon Kasasi, dahulu Turut Tergugat.
Penggugat merupakan lembaga pemberi fasilitas pembiayaan/kredit sebuah kendaraan bermotor, dimana Tergugat telah membeli kendaraan tersebut atas fasilitas pembiayaan kredit dari Penggugat.
Sebagaimana diatur Surat Persetujuan Pembiayaan yang dikeluarkan oleh Penggugat dimana objek kredit menjadi agunan yang diikat sempurna jaminan fidusia, Tergugat sudah melaksanakan seluruh syarat-syarat yang telah ditentukan untuk mendapat fasilitas pembiayaan kredit, namun pada saat angsuran kredit memasuki bulan ke-3, ternyata Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengangsur (cidera janji).
Berdasarkan informasi yang diperoleh Penggugat, keberadaan kendaraan objek kredit tersebut kini dibawah penguasaan Turut Tergugat yang diduga peralihan hak Obyek Jaminan Fidusia dari Tergugat kepada Turut Tergugat tidak beritikad baik karena tidak disertai dengan penyerahan surat surat bukti kendaraan yang sah (BPKB, faktur-faktur pembelian), yang sekarang ternyata surat-surat bukti kendaraan yang sah tersebut masih dalam penguasaan Penggugat, maka sudah selayaknya peralihan hak/jual beli obyek jaminan Fidusia tersebut batal, atau kepada siapa pun yang menguasai dan/atau memiliki kendaraan objek kredit. Bahkan Turut Tergugat kemudian mengajukan gugatan balik (rekonvensi) terhadap Penggugat.
SHIETRA & PARTNERS menguraikan, terhadap hak pemegang jaminan fidusia, selaku kreditor dapat saja melelang eksekusi objek agunan sewaktu-waktu (parate eksekusi). Namun regulasi dibidang parate eksekusi terhadap jaminan fidusia mewajibkan pemohon lelang eksekusi menguasai fisik objek fidusia agar dapat diserahkan kepada penguasaan pembeli lelang eksekusi. Untuk itulah poin utama dari gugatan ini ialah untuk mendapatkan penguasaan fisik objek fidusia ke dalam penguasaan fisik dari kreditor pemegang jaminan kebendaan.
Terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Semarang telah mengambil putusan, yaitu putusan No. 187/Pdt.G/2008/PN.Smg, tanggal 15 April 2009 yang amarnya sebagai berikut:
“Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat (PT BII Finance Center Cabang Semarang) adalah pemilik yang sah atas kendaraan bermotor roda empat Toyota Kijang Innova G warna Silver MTL tahun 2006 Nomor Rangka: MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994, Nomor Polisi: H 8428 PG, BPKB dan STNK atas nama Bambang Sutrisna;
3. Menyatakan Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi) kepada Penggugat untuk mana wajib mengembalikan mobil Toyota Kijang Innova dimaksud pada poin ke-2 di atas;
4. Menyatakan tidak sah penguasaan Turut Tergugat atas kendaraan roda empat/mobil Toyota Kijang Innova di maksud dalam poin ke-2 di atas;
5. Menghukum Tergugat (Bambang Sutrisna) dan Turut Tergugat (Dra. Nita Ernawati) atau siapa pun yang menguasainya untuk menyerahkan kepada Penggugat atas kendaraan roda empat/mobil Toyota Kijang Innova warna Silver MTL tahun 2006 Nomor Rangka: MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994 Nomor Polisi: H 8428 PG,beserta STNKnya atas nama Bambang Sutrisna, bila perlu dengan bantuan alat Negara (aparat hukum);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;”
Peradilan sesat memang terjadi di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam tingkat banding atas permohonan Turut Tergugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan putusan No. 263/Pdt/2009/PT.Smg, tanggal 26 Oktober 2009 yang amarnya sebagai berikut:
• Menerima permohonan banding Pembanding/Turut Tergugat;
• Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 15 April 2009 Nomor 187/Pdt.G/2008/PN.Smg, yang dimohonkan banding tersebut;
Mengadili Sendiri:
Dalam Konvensi:
Dalam Pokok Perkara:
• Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
• Menyatakan Tergugat melakukan perbuatan wanprestasi/cidera janji;
• Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya;
Dalam Rekonvensi:
• Mengabulkan gugatan rekonvensi untuk seluruhnya;
• Menyatakan Tergugat Rekonvensi telah melakukah perbuatan melawan hukum;
• Menyatakan sah dan berdasar hukum jual beli mobil Kijang Innova G Silver Metalik tahun 2006 No. Polisi: H 8428 PG antara Penggugat Rekonvensi dengan Djunaedi bin Djumadi (i.c. pemilik DJ Motor) pada tanggal 22 Maret 2006;
• Menyatakan mobil Kijang Innova G Silver Metalik tahun 2006 No. Polisi: H 8428 PG adalah milik sah dari Penggugat Rekonvensi;
• Menghukum Tergugat Rekonvensi untuk membuka blokir atas mobil Kijang Innova G Silver Metalik tahun 2006 No. Polisi: H 8428 PG;
• Menghukum Tergugat Rekonvensi atau siapa pun juga yang menguasainya untuk menyerahkan BPKB mobil Kijang Innova G Silver Metalik tahun 2006 No. PoIisi: H 8428 PG kepada Penggugat Rekonvensi;”
Penggugat selaku kreditor seketika mengajukan upaya hukum kasasi, dimana Mahkamah Agung kemudian membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti (Pengadilan Tinggi) telah salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
• Bahwa walaupun Turut Tergugat membeli mobil tersebut dari DJ Motor, dalam hal ini Djunaedi bin Djumadi, perusahaan jual beli mobil bekas, tapi ternyata mobil yang dibeli tersebut STNK-nya atas nama orang lain (Bambang Sutrisna)/Tergugat dan tidak disertakan dengan BPKB-nya, sehingga dengan demikian Turut Tergugat bukan pembeli yang beritikad baik;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT BII Finance Center dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 263/Pdt/2009/PT.Smg, tanggal 26 Oktober 2009 tersebut serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 187/Pdt.G/2008/PN.Smg, tanggal 15 April 2009 yang dianggap telah tepat dan benar yang pertimbangannya diambil alih oleh Mahkamah Agung sebagai pertimbangannya sendiri dan seluruh amarnya berbunyi seperti yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I:
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT BII FINANCE CENTER tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 263/Pdt/2009/PT.Smg, tanggal 26 Oktober 2009;
“MENGADILI SENDIRI:
Dalam Konvensi:
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Penggugat (PT BII Finance Center Cabang Semarang) adalah pemilik yang sah atas kendaraan bermotor roda empat Toyota Kijang Innova G warna Silver MTL tahun 2006 Nomor Rangka: MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994, Nomor Polisi: H 8428 PG, BPKB dan STNK atas nama Bambang Sutrisna;
3. Menyatakan Tergugat telah ingkar janji (wanprestasi) kepada Penggugat untuk mana wajib mengembalikan mobil Toyota Kijang Innova dimaksud pada poin ke-2 di atas;
4. Menyatakan tidak sah penguasaan Turut Tergugat atas kendaraan roda empat/mobil Toyota Kijang Innova di maksud dalam poin ke-2 di atas;
5. Menghukum Tergugat (Bambang Sutrisna) dan Turut Tergugat (Dra. Nita Ernawati) atau siapa pun yang menguasainya untuk menyerahkan kepada Penggugat atas kendaraan roda empat/mobil Toyota Kijang Innova warna Silver MTL tahun 2006 Nomor Rangka: MHFXW42G462061707, Nomor Mesin: 1TR6215994 Nomor Polisi: H 8428 PG, beserta STNK-nya atas nama Bambang Sutrisna, bila perlu dengan bantuan alat Negara (aparat hukum);
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
Dalam Rekonvensi:
- Menolak gugatan rekonvensi dari Penggugat Rekonvensi tersebut untuk seluruhnya;”
Sebenarnya petitum gugatan Penggugat selaku kreditor pemegang jaminan fidusia terdapat cacat formil dan subtansial yang rawan diajukan perlawanan oleh debitor karena fatal dalam merumuskan pokok permintaan dalam gugatan.
Asas larangan “milik beding” diatur baik dalam UU Hak Tanggungan maupun UU Fidusia, dimana kreditor tidak diperkenankan memiliki hak milik atas objek agunan. Yang dapat dimintakan hanyalah penguasaan fisik objek agunan untuk dilelang eksekusi oleh kreditor.
“Penguasaan” dalam konsep hukum, terbagi menjadi dua kategorisasi: penguasaan secara fisik, dan penguasaan secara yuridis. Bila kita merujuk kembali pada petitum gugatan maupun amar putusan MA RI dalam perkara tersebut diatas, konsepsi hukum “penguasaan” ini pada dasarnya telah dicampur-adukkan secara gegabah.
Satu kaedah yang dapat kita tarik dari perkara tersebut, ialah bahwa dituntutnya debitor yang telah menggelapkan objek jaminan fidusia (karena menjualnya pada pihak ketiga), tidak diartikan menghapus hak keperdataan Kreditor untuk mengajukan gugatan perdata terhadap sang debitor.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.