Dua Kali Pesangon bagi Pekerja yang Tidak Disertakan Program Pensiun

LEGAL OPINION
Question: Apa konsekuensi hukum bila selaku pengusaha tidak mengikutsertakan karyawan pada program pensiun maupun hari tua?
Brief Answer: Akan diwajibkan membayar dua kali nilai ketentuan pesangon normal, disamping terancam sanksi administratif bahkan ancaman sanksi pidana sebagaimana diatur hukum ketenagakerjaan.
PEMBAHASAN:
Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS):
“Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.”
Dari segi pidana, Pasal 55 UU BPJS:
Pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dari segi administrasi, Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial: “Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara wajib:
a. mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutinya; dan
b. memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya kepada BPJS secara lengkap dan benar.
Pasal 5 PP No. 86/2013:
(1) Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan setiap orang, selain pemberi kerja, Pekerja, dan penerima bantuan iuran yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda; dan/atau
c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Pasal 6 PP No. 86/2013:
(1) Pengenaan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 2 (dua) kali masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
(2) Sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai oleh BPJS.
Pasal 7 PP No. 86/2013:
(1) Pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya pengenaan sanksi teguran tertulis kedua berakhir.
(2) Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai oleh BPJS.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi pendapatan lain dana jaminan sosial.
Dari segi perdata, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 253 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 16 Mei 2016 yang mengadili sengketa hubungan industrial tingkat kasasi, antara:
- PT. SAAG UTAMA, selaku Pemohon Kasasi, dahulu merupakan Tergugat; melawan
- ADI PRIHANTO, selaku Termohon Kasasi, dahulu merupakan Penggugat.
Sengketa bermula dengan latar belakang dimana Penggugat telah bekerja pada Tergugat dengan masa kerja selama 9 tahun 10 bulan. Penggugat menekankan pelanggaran yang dilakukan Tergugat atas ketentuan Pasal 167 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ("UUK"), yakni apabila perusahaan/pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka perusahaan wajib memberikan kepada pekerja:
- Uang Pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UUK;
- Uang Penghargaan Masa Kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UUK, dan
- Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UUK;
Maka Penggugat selaku pekerja tetap mempunyai hak atas kompensasi PHK Pensiun dengan perhitungan:
Uang Pesangon : Rp22.500.000,00 9 x 2 = Rp405.000.000,00
Uang Penghargaan: Rp22.500.000,00 x 4 = Rp 90.000.000,00
Sub. Total= Rp495.000.000,00
Uang Penggantian Hak: Rp495.000.000,00 x 15% = Rp 74.250.000,00
Total keseluruhan = Rp569.250.000,00
Kompensasi PHK pensiun berupa pesangon tidak pernah dibayarkan, dengan berdalih masih membutuhkan keterampilan Penggugat, sehingga hubungan kerja tetap berlanjut yakni Penggugat setelah memasuki usia pensiun langsung dikontrak kerja oleh Tergugat dengan masa kontrak selama 2 (dua) tahun berdasarkan Surat Pemberitahuan dari Tergugat, dan setelah berakhir Tergugat kembali memperpanjang kontrak kerja Penggugat selama 1 (satu) tahun dan atau sampai dengan tanggal 24 Januari 2015.
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta telah memberikan putusan Nomor 212/Pdt.SusPHI/2015/PN.Jkt.Pst., tanggal 14 Desember 2015 yang amarnya sebagai berikut:
“Dalam Pokok Perkara:
a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
b. Menyatakan Tergugat telah melanggar Pasal 167 ayat (5) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
c. Menghukum Tergugat untuk membayar kompensasi PHK karena memasuki usia pensiun kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus yang keseluruhannya berjumlah sebesar Rp469.250.000,00 (empat ratus enam puluh sembilan juta dua ratus lima puluh ribu rupiah);
d. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;”
Tergugat mengajukan kasasi dengan panjang lebar berteori serta mendalilkan, dimana dalam amar putusannya, Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 8 Januari 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 3 Februari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa putusan Judex Facti sudah tepat dan benar (Judex Facti tidak salah menerapkan hukum), karena Judex Facti telah mempertimbangkan bukti-bukti kedua belah pihak dan telah melaksanakan hukum acara dengan benar dalam memutus perkara ini serta putusan Judex Facti tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang;
- Bahwa gugatan Penggugat/Termohon Kasasi adalah tentang tuntutan kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja karena Termohon Kasasi telah memasuki usia pensiun sejak tanggal 15 Januari 2015 (bukti P-2/T-1) dengan masa kerja 9 tahun, 10 bulan dan 6 hari, sehingga berlaku ketentuan Pasal 167 ayat (5) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan ternyata Tergugat/Pemohon Kasasi telah membayar sebagian kompensasi tersebut kepada Penggugat/Termohon Kasasi sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), sehingga sisa yang masih harus dibayar kekurangannya sebesar (Rp569.250.000,00 – Rp100.000.000,00) = Rp469.250.000,00 (empat ratus enam puluh sembilan juta dua ratus lima puluh ribu rupiah), jumlah ini sesuai pula dengan yang didalilkan oleh Penggugat yang diakui oleh Tergugat dalam sidang Mediasi;
M E N G A D I L I:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT SAAG UTAMA tersebut;”
Dengan demikian putusan PHI telah dikuatkan, dan hak buruh/pekerja atas pesangon dua kali ketentuan pesangon normal akibat tiada disertakannya pekerja oleh pengusaha pada program jaminan pensiun dan hari tua menjadi bumerang bagi posisi hukum pengusaha itu sendiri, terlebih bila pekerja mengalami kematian ataupun kecelakaan dalam rangka pelaksaan tugas/pekerjaannya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.