Buruh Meminta PHK, Hakim dapat Memutus Kerja Kembali

LEGAL OPINION
Question: Kami dan beberapa kawan-kawan memutuskan untuk “perang pernghabisan” terhadap perusahaan, sehingga langkah ini akan menjadi momen tanpa titik balik. Nah, yang sedang kami pertimbangkan masak-masak, bila kami selaku pekerja mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) disertai kompensasi pesangon, mungkinkah hakim justru akan memerintahkan kami untuk kembali masuk kerja pada perusahaan? Jika itu sampai terjadi, maka habislah kami, perang dingin setiap hari dengan atasan.
Brief Answer: Dalam hukum perdata termasuk hukum acara sengketa hubungan industrial, Majelis Hakim dilarang memutus melebihi/menyimpang dari apa yang diminta. Jika yang diminta adalah agar PHK tak sah dan agar dipekerjakan kembali, maka hakim tidak boleh menjatuhkan amar putusan agar buruh / pekerja yang mengajukan gugatan dinyatakan di-PHK sekalipun dengan pesangon. Sebaliknya, jika yang diminta adalah PHK disertai pesangon, tak dapat Majelis Hakim justru menyatakan agar pemberi kerja kembali menerima kehadiran pekerja untuk bekerja seperti sedia kala.
PEMBAHASAN:
Dalam putusan Mahkamah Agung RI tingkat kasasi sengketa hubungan industrial register Nomor 163 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 9 Juni 2016, antara:
- JUSMAN ZEBUA, selaku Pemohon Kasasi, semula Penggugat; melawan
- PT MITRA UNGGUL PERKASA KEBUN PENARIKAN, sebagai Termohon Kasasi, dahulu Tergugat.
Penggugat memberi kontribusi sebagai pekerja pada Tergugat sejak tahun 2004, namun pada akhirnya Tergugat membalasnya dengan mem-PHK Penggugat tanpa ada kesalahan serta tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Sejak Tergugat mengeluarkan surat PHK terhadap Penggugat, tidak diperbolehkan lagi Penggugat bekerja di kebun Tergugat. Terhitung 1 September 2014, Tergugat lalai dalam kewajibannya selain tidak memperbolehkan bekerja Penggugat juga gaji Penggugat hasil kerja aktif per 01 Agustus s.d Agustus 2014 sebesar Rp2.217.000,00 ikut tidak di bayarkan.
Proses PHK Penggugat terbilang ganjil, dimana sebelum terbitnya surat anjuran Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) atau sedang berjalan proses perundingan tripartit, Tergugat justru menerbitkan surat PHK meski Tergugat yang terlebih dahulu meminta mediasi oleh Disnaker.
Setelah Mediator pada Disnaker memproses secara Mediasi, pada tanggal 15 Oktober 2014 mediator Disnaker Kabupaten Pelalawan mengeluarkan anjuran tertulis, yakni:
a. Mengerjakan kembali Penggugat sebagaimana pasal 170 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenakerjaan;
b. Membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima Penggugat.
Pada poin ke-3 dari anjuran Mediator, disebutkan agar sebelum ada keputusan tetap dari lembaga penyelesaiaan perselisihan hubungan industrial, masing-masing pihak agar tidak melakukan upaya-upaya dan tindakan-tindakan yang mengarah pada terjadinya perselisihan hubungan industrial.
Meski demikian, anjuran Disnaker tidak dipatuhi oleh Tergugat walaupun sebelumnya Tergugat yang mencatatkan Perselisihan tersebut pada Disnaker, Tergugat tetap tidak memperbolehkan bekerja Penggugat dan gaji pun tidak kunjung dibayarkan.
Anjuran yang diterbitkan Mediator Disnaker seharusnya menjadi ikatan bagi Tergugat yang untuk dipatuhi bersama dimana isi dari anjuran tersebut adalah merupakan Produk Hukum ketenagakerjaan yang berlaku, yang mana dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di perusahaan Tergugat tentang PHK disebutkan disetiap PHK harus mengindahkan Undang-Undang Ketenakerjaan yang berlaku.
Atas tindakan Tergugat tidak mengindahkan Anjuran Mediator, Tergugat telah lalai dalam kewajibannya. mengakibatkan kerugian bagi Penggugat yaitu tidak diterimanya gaji selama 8 maupun tunjungan hari raya keagamaan.
Saat mediasi berlangsung, Tergugat menawarkan kompensasi, namun nilainya dibawah hak normatif Penggugat. Penggugat menanggapi, dirinya baru dapat menerima PHK dan kompensasi yang ditawarkan oleh Tergugat, bila Tergugat membayarakan seluruhnya hak-hak Penggugat sebagaimana diatur oleh hukum tentang kompensasi PHK—yang mana bila seluruh hak-hak Penggugat tidak diberi kompensasi, Penggugat meminta agar Tergugat menerima kembali Penggugat pada posisi pekerjaan semula. Namun tawaran mengembalikan pada posisi bekerja semula ditolak oleh Tergugat.
Terhadap gugatan tersebut PHI Pekanbaru kemudian memberikan Putusan Nomor 23/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pbr, tanggal 2 September 2015 yang amarnya sebagai berikut:
“Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan surat memorandum Nomor 172/MUP/MGR-KPR/VIII/2014 tentang Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) batal demi hukum;
3. Memerintahkan Tergugat untuk memanggil Penggugat bekerja kembali di perusahaan Tergugat selambat-lambatnya satu bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar upah Penggugat bulan Agustus sampai dengan Oktober 2014 sebesar 3 x Rp2.127.000,00 = Rp6.381.000,00 (enam juta tiga ratus delapan puluh satu ribu rupiah);
5. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi bahwasannya pertimbangan hukum PHI yang menyatakan pihak Tergugat pernah menawarkan dan memerintahkan Penggugat bekerja kembali tetapi tidak mengindahkannya adalah tidak benar sesuai dengan fakta persidangan karena ketika Penggugat ke perusahaan untuk melaporkan akan bekerja kembali, alih-alih ditanggapi Tergugat justru mengeluarkan surat yang menyatakan Pemberitahuan Pengosongan Rumah sehingga Penggugat tidak masuk kerja lagi.
Selama proses PHK berlangsung, Penggugat berusaha mencari kerja di tempat lain demi tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dikarenakan anjuran Disnaker tidak diindahkan Tergugat, disamping jika bekerja pun akan kurang harmonis nantinya sehingga bulat tekad Penggugat untuk minta PHK dengan disertai pesangon.
Terbukti dengan fakta persidangan, pihak Tergugatlah yang telah tidak beriktikad baik dengan tidak menerima Penggugat untuk kembali bekerja pada posisi semula sebagaimana anjuran Mediator. Terhadap permohonan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi dapat dibenarkan, Judex Facti telah salah menerapkan hukum dan putusan Judex Facti telah ultra petita dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa dalam gugatan Penggugat memohon agar diputus hubungan kerjanya dan diberi kompensasi namun putusan Judex Facti ultra petita karena mempekerjakan kembali;
- Bahwa putusan tersebut tidak mempertimbangkan bukti P-3 berupa surat Pemutusan Hubungan Kerja dan ketentuan Pasal 153 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, sehingga putusan yang mempekerjakan kembali tersebut tidak tepat karena Penggugat telah dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh Tergugat dan lagipula tidak termasuk alasan PHK yang dilarang;
- Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas cukup beralasan hukum hubungan kerja diputus dan karena tidak terbukti adanya kesalahan Penggugat maka berhak mendapatkan 2 (dua) kali uang pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), (3) dan (4) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan upah bulan Agustus sampai dengan Oktober 2015;
- Bahwa dengan demikian perhitungan uang kompensasi Penggugat dengan masa kerja 9 tahun lebih dan upah terakhir Rp2.217.000,00 /bulan adalah:
- Uang Pesangon : 2 x 9 x Rp2.217.000,00 = Rp38.286.000,00
- Uang Penghargaan Masa kerja : 4 x Rp2.217.000,00 = Rp8.508.000,00
- Uang Penggantian Hak : 15% X Rp46.794.000,00 = Rp7.019.000,00
Jumlah = Rp53.813.000,00 (lima puluh tiga juta delapan ratus tiga belas ribu rupiah);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: JUSMAN ZEBUA tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 23/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pbr., tanggal 2 September 2015 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: JUSMAN ZEBUA tersebut;
“Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 23/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Pbr., tanggal 2 September 2015; dan
MENGADILI SENDIRI
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Pemutusan Hubungan Kerja oleh Tergugat kepada Penggugat melanggar hukum;
3. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat putus;
4. Menghukum Tergugat membayar kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja kepada Penggugat sebesar Rp53.813.000,00 (lima puluh tiga juta delapan ratus tiga belas ribu rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.