Hak Rekuirasi untuk Menempati dan Membangun Kediaman / Rumah Tempat Bernaung

LEGAL OPINION
Question: Saat ini keluarga kami sedang terlibat sengketa kepemilikan tanah. Hanya saja lawan kami yang menguasai fisik objek tanah. Pertanyaan kami, apa bisa dibenarkan sikap lawan kami tersebut yang membangun diatas objek tanah yang masih menjadi sengketa?
Brief Answer: Hak Rekuirasi atas tanah adalah hak untuk menguasai, mengolah, serta membangun diatas tanah tersebut. Salah satunya ialah hak untuk mengajukan surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) ataupun mengajukan permohonan pendaftaran hak atas tanah.
Sebelum mendirikan bangunan, IMB menjadi prasyarat mutlak. Pemohon yang berhak ialah pemohon yang memiliki alas hak permohonan IMB, berupa dasar bukti kepemilikan hak atas tanah yang sahih. Selama tiada bukti sahih yang legal, klaim kepemilikan sepihak tidak dapat menjadi alas hak pengajuan IMB, sehingga perlindungan hukum berupa Hak Rekuirasi dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang terdaftar secara sah pada Kantor Pertanahan setempat.
IMB yang terlanjut diterbitkan untuk pihak yang beritikad tidak baik, dapat diajukan pembatalan oleh pemilik tanah yang sah ke hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena IMB merupakan surat keputusan / penetapan Pejabat Tata Usaha Negara. Hukum agraria nasional memang memberlakukan asas pemisahan horizontal, sehingga pihak pemilik bangunan dapat berbeda dengan pihak pemilik tanah dibawahnya. Namun demikian, bangunan tetap dapat didirikan atas persetujuan pemilik tanah yang sah.
PEMBAHASAN :
Dalam perkara sengketa Tata Usaha Negara (TUN) yang diputus oleh PTUN Bandung register perkara Nomor 71/G/2013/PTUN.BDG tanggal 4 Desember 2013, dimana yang menjadi para pihak ialah:
- Magnus Jaya, selaku Penggugat; melawan
- Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, selaku Tergugat;
- Fandam Darmawan, sebagai Tergugat II Intervensi.
Adapun yang menjadi Obyek Sengketa adalah terbitnya Surat Keputusan berupa Surat Izin tertanggal 4 maret 2013 oleh Kepala BPPT Kota Bandung, tentang Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan kepada Fandam Darmawan.
Dalam gugatannya, Penggugat mengklaim sebagai pemilik sah atas sebidang tanah dan bangunan rumah diatasnya tercatat pada Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 285/Lebak Siliwangi atas nama Magnus Jaya, yang dibelinya pada tanggal 26 April 2005. Peralihan hak itu sempurna, karena Kantor Pertanahan menyatakan status tanah “bersih”, alias bebas dari perkara ataupun sitaan.
Sertifikat hak atas tanah seharusnya menjadi dasar permohonan penerbitan IMB, yang faktanya SHM masih tercatat atas nama Penggugat, namun Tergugat menerbitkan IMB untuk dan atas nama pihak Tergugat II Intervensi yang juga mengaku-ngaku sebagai pemilik tanah, hal mana terjadi akibat ulah penjual tanah yang kemudian menjual ulang tanah kepada Tergugat II Intervensi yang sebenarnya sudah dibeli oleh Penggugat.
Sementara itu Peraturan Daerah Kota Bandung, mensyaratkan adanya tanda bukti pemilikan tanah dalam permohonan IMB, sementara itu Tergugat II Intervensi hanya melengkapi syarat yuridis bukti kepemilikan berupa Akta Pengikatan Jual Beli (APJB), bukan sertifikat tanah yang faktanya masih tercatat atas nama Penggugat.
Sementara itu Tergugat II Intervensi mengklaim, bahwa APJB merupakan alas bukti kepemilikan hak atas tanah. Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim menyebutkan bahwa Objek Sengketa telah memenuhi kriteria unsur kumulaitf dari Keputusan Tata Usaha Negara yang ditentukan dalam Pasal 1 Angka (9) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, dengan unsur:
1. Penetapan tertulis;
2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
3. Berisi Tindakan Hukum Tata Usaha Negara;
4. Berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Bersifat konkret, individual, dan final;
6. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.
Selajutnya Majelis membuat pertimbangan hukum sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa untuk memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemohon diwajibkan melampirkan Surat Bukti Penggusaan dan/atau Pemilikan hak atas tanah dimana bangunan tersebut terletak sebagai dasar yuridis dalam permohonan pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), yang mana hak atas tanah adalah penguasaan atas tanah yang diwujudkan dalam bentuk Sertipikat, Akte Jual Beli, Girik dan Akte/bukti kepemilikan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan sebagai tanda bukti kepemilikan/penguasaan (merujuk ketentuan pada Undang-Undang No: 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 8 ayat (1) jo. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor: 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 15 ayat (1)a jo. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 05 Tahun 2010 Tentang Bangunan Gedung ... ;”
Mengenai bukti kepemilikan tanah, telah diajukan gugatan kepemilikan antara: 1. Siti Hadijah, 2. Ny. Rosy Rostika melawan 1. Istiah Soeharlan 2. Magnus Jaya dalam perkara No. 138/Pdt.G/2008/PN.Bdg yang dimenangkan oleh pihak Siti Hadijah dan Rosy Rostika yang salah satu amarnya adalah menyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum SHM No. 285 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandung atas nama Istiah Soeherlan dan terakhir atas nama Magnus Jaya.
Putusan tersebut dikuatkan oleh Putusan Banding No. 84/Pdt/2009/PT.Bdg, yang kemudian di tingkat Kasasi dengan Putusan No. 2961 K/Pdt/2009, yang hasil putusannya adalah Putusan Tingkat Pertama dan Banding dibatalkan, atas Putusan tersebut Siti Hadijah mengajukan Peninjauan Kembali, dimana dalam Putusan Peninjauan Kembali No. 26 PK/Pdt/2012 menyatakan menerima dan mengabulkan Peninjauan Kembali tersebut yang menyatakan SHM No. 285 cacat hukum; dan terhadap Putusan Peninjauan Kembali tersebut dibatalkan dengan Putusan Pengadilan Negeri No. 420/Pdt.G/2012/PN.Bdg tanggal 11 Desember 2012, pada Tingkat Banding berdasar Putusan Nomor: 146/Pdt/2013/PT BDG tanggal 28 Mei 2013 yang membatalkan Putusan Nomor: 420/Pdt.G/2012/PN.Bdg, dan menyatakan sah menurut hukum Putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung RI Nomor: 26 PK/Pdt/2012, yang kemudian terhadap hal tersebut Pihak Magnus Jaya mengajukan Kasasi yang besar kemungkinan akan ditolak karena nebis in idem.
Note SHIETRA & PARTNERS: Seyogianya terhadap sertifikat tanah yang telah beralih kepada pihak ketiga, dimana pihak ketiga yang beritikad baik dilindungi oleh hukum, gugatan yang dapat dibenarkan ialah gugatan ganti rugi, bukan pembatalan sertifikat sebagaimana akhirnya menjadi keruh dan kompleks sebagaimana tercermin dalam kasus ini.
Terhadap kompleksitas perkara tersebut, Majelis Hakim kemudian membuat pertimbangan hukum:
“Menimbang, bahwa berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali tanggal 2 April 2012 Nomor: 26 PK/Pdt/2012 kembali telah dinyatakan bahwa Sertipikat Hak Milik Nomor: 285/Kelurahan Lebak Siliwangi, yang diuraikan dalam Surat Ukur Nomor: 30/Lebak Siliwangi/2001 tertanggal 26-11-2001, seluas 2291 M2 terahkir atas nama Magnus Jaya adalah Sertipikat yang cacat dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan selanjutnya memerintahkan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung (Turut Tergugat II) untuk menarik Sertipikat Hak Milik tersebut dan menerbitkan Sertipikat Hak Milik atas nama Ny. Siti Hadijah dan Ny. Rosy Rostika; sedangkan yang dijadikan dasar acuan dalam Pengajuan Permohonan Izin Mendirikan Bangunan tanggal 14 Pebuari 2013 adalah Pengikatan Jual Beli yang didasarkan pada sertipikat yang cacat dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan hal tersebut dapat terlihat jelas diterbitkannya Akta Pengikatan Jual Beli tersebut tertanggal 30 Januari 2012 sedangkan Putusan Peninjauan Kembali tertanggal 2 April 2012 serta yang seharusnya dijadikan dasar dalam Pengajuan Permohonan Izin Sertipikat Hak Milik atas nama Ny Siti Hadijah dan Ny. Rosy Rostika;”
Dengan kata lain, saat IMB diajukan, posisi APJB adalah belum sempurna karena putusan PK belum terbit, sementara putusan kasasi yang ada saat itu menyatakan SHM No. 285 adalah sah. Hal ini dapat dianalogikan dengan jaminan kebendaan yang belum diikat sempurna hak tanggungan karena masih berupa Akta Pembebanan Hak Tanggungan sehingga tidak memiliki kekuatan eksekusi. Tiba pada amar putusannya, Majelis Hakim PTUN memutuskan:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Batal Surat Keputusan Tergugat berupa: Surat Izin Nomor: 503.648.1/1059/BPPT tanggal 4 Maret 2013, tentang Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan kepada Fandam Darmawan;
3. Memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat keputusan berupa: Surat Izin Nomor: 503.648.1/1059/BPPT tanggal 4 Maret 2013, tentang Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan kepada Fandam Darmawan;
Terlepas dari siapa yang benar dan siapa yang salah dalam kasus tersebut diatas, seyogianya APJB disempurnakan dahulu menjadi AJB dan balik-nama sertifikat, agar pihak pemerintah tahu secara pasti siapa pemilik sah hak atas tanah yang akan didirikan bangunan, karena berdasarkan Pasal 19 UUPA, sertifikat merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat sebagai patokan kepastian hukum.
Sekalipun pihak Tergugat menang ketika putusan PK terbit, namun keliru menjalankan prosedur hukum yang berlaku, maka terjadilan peristiwa diatas yang tentunya tidak diharapkan. Disisi lain, Penggugat merupakan pihak ketiga yang membeli tanah tersebut dari pihak lain, dan tidak tahu-menahu akan sengketa yang dimiliki pihak penjual, sehingga seyogianya dilindungi oleh hukum.
Dalam kasus terpisah, perkara perdata tingkat Peninjauan Kembali (PK) yang diputus oleh Mahkamah Agung register Nomor 37 PK/Pdt/2010 tanggal 26 Agustus 2010, antara:
- Rompas dan Carla E. Tengor, keduanya selaku Para Pemohon PK, dahulu selaku Pemohon Kasasi II dan III, Para Pembanding, Tergugat III dan IV; melawan
- Johana Bathara Sossang, selaku Termohon PK, dahulu Termohon Kasasi, Terbanding Penggugat; dan
- Walikota Makassar cq. Kepala Dinas Cipta Karya Kota Makassar dan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar, selaku Para Termohon PK, dahulu Pemohon Kasasi I, Pembanding, Turut Terbanding, Tergugat I dan Tergugat II pada tingkat Pengadilan Negeri.
Penggugat merupakan pemilik tanah bekas Eigendom Verponding yang sebagiannya telah dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) No. 624 pada tanggal 23 Juni 1961 (Objek Sengketa).
Objek Sengketa dibeli oleh Penggugat secara sahih berdasarkan Akta Jual Beli No. 12 Tahun 1974 yang dibuat di hadapan Pejabat Umum Negara. Selanjutnya pada tanggal 19 Juni 1976 Penggugat mengajukan permohonan kepada Tergugat II untuk melakukan pengukuran kembali serta balik nama hak atas tanah dari pemilik awal keatas nama Penggugat.
Di atas objek sengketa melekat status rekuirasi yang karenanya, Tergugat I kemudian menyewakan rumah objek sengketa kepada Tergugat III serta kepada almh. Zuster Rosa Tengor (in casu orang tua Tergugat IV), dengan menerbitkan Surat Ijin Penghunian (SIP).
Bahwa Penggugat maupun alm. suaminya telah berulang kali mengajukan permohonan kepada Tergugat I agar status rekuirasi atas objek sengketa dicabut dan objek sengketa dikembalikan kepada Penggugat dalam keadaan tanpa penghuni, namun tanpa alasan yang sah Tergugat I tetap tidak memperhatikan permohonan Penggugat malahan memperpanjang Surat Ijin Penghunian dari Tergugat III dan orang tua Tergugat IV, namun demikian dalam beberapa kesempatan Tergugat I telah mengakui kepemilikan Penggugat atas objek sengketa.
Dalam penilaian Penggugat, baik Tergugat III maupun Tergugat IV, telah secara melawan hak dan melawan hukum menempati objek sengketa, setidak-tidaknya terhitung sejak tanggal 5 November 1992, oleh karena Surat Ijin Penghunian (SIP) terakhir yang diterbitkan oleh Tergugat I untuk Tergugat III dan orang tua Tergugat IV telah berakhir sejak tanggal 4 November 1992.
Tergugat III dan Tergugat IV tidak meninggalkan dan atau mengosongkan Objek Sengketa sampai dengan diajukannya gugatan ini. Maka Penggugat merasa telah kehilangan hak untuk menikmati objek sengketa selama kurang lebih 12 tahun lamanya.
Demikian pula terhadap Tergugat I dan Tergugat II, diminta agar tidak menerbitkan Surat Ijin Penghunian (SIP) dan/atau Alas Hak dan atau Peralihan Hak ke atas nama Tergugat III dan Tergugat IV dan/atau ke atas nama Subjek Hukum lainnya di atas objek sengketa, selama perkara ini belum mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Makassar dalam putusannya No. 206/Pdt.G/2004/PN.Mks. tanggal 20 Juni 2005, memutuskan:
DALAM PROVISI :
- Mengabulkan gugatan Provisi Penggugat untuk sebagian;
- Menghukum Tergugat I untuk tidak menerbitkan Surat Ijin Penghunian kepada Tergugat III dan Tergugat IV atau subjek hukum lainnya, selama perkara ini belum memperoleh putusan yang berkekuatan hukum yang tetap;
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian ;
2. Menyatakan bahwa Penggugat adalah pemilik sah atas objek sengketa yang terletak di Jalan Dr. Sutomo No. 1 Makassar dengan batas-batas: ...
3. Menyatakan bahwa status rekuirasi atas objek sengketa adalah tidak sah dan oleh karenanya dinyatakan dicabut;
4. Menyatakan bahwa perbuatan penghunian objek sengketa oleh Tergugat III dan Tergugat IV terhitung sejak tanggal 5 November 1992 adalah perbuatan melawan hukum;
5. Menghukum Tergugat III dan Tergugat IV dan atau subjek hukum lainnya yang telah dan atau mendapat hak dari para Tergugat untuk mengosongkan objek sengketa dalam keadaan kosong sempurna tanpa adanya beban hak apapun di atasnya dan selanjutnya menyerahkan objek sengketa kepada Penggugat sebagai pemilik;
6. Menyatakan bahwa Penggugat telah mengalami kerugian materil akibat kehilangan hak untuk menempati objek sengketa sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) setiap bulannya, terhitung sejak tanggal 5 November 1992 sampai dengan perkara ini memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap;
7. Menghukum Tergugat III dan Tergugat IV secara bersama-sama untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) perbulan, terhitung sejak tanggal 5 November 1992 sampai dengan perkara ini memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap;
8. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk tunduk dan taat terhadap isi putusan dalam perkara ini;
9. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan atas objek sengketa;
10. Menyatakan bahwa putusan dalam perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu, meskipun ada banding, kasasi maupun perlawanan dan peninjauan kembali;”
Adapun amar putusan Pengadilan Tinggi Makassar No. 94/Pdt/2006/PT.MKS. tanggal 04 Jul i 2006 adalah sebagai berikut:
- Menerima permohonan banding dari Kuasa Pembanding semula Tergugat I dan Kuasa Pembanding – semula Tergugat III dan IV tersebut;
DALAM KONPENSI :
- Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Makassar tanggal 20 Juni 2005 No. 206/Pdt.G/2004/PN.Mks. yang dimohonkan banding sekedar mengenai hal-hal yang dipertimbangkan di atas, sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut:
DALAM PROVISI :
- Menolak tuntutan provisi Terbanding – semula Penggugat ;
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan gugatan Terbanding – semula Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa Terbanding – semula Penggugat – adalah pemilik rumah batu permanen – objek sengketa yang terletak di Jalan Dr. Sutomo No. 1 Makassar;
3. Menyatakan bahwa Pembanding – semula Tergugat III dan IV telah melakukan perbuatan melawan hukum;
4. Menghukum Pembanding – semula Tergugat III dan IV atau siapa saja yang mendapat hak dari mereka untuk mengosongkan rumah batu permanen yang terletak di Jalan Dr. Sutomo No. 1 Makassar – objek sengketa dalam perkara a quo dan menyerahkannya kepada Terbanding – semula Penggugat;
5. Menyatakan bahwa Terbanding – semula Penggugat telah mengalami kerugian sebanyak Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) setiap bulannya;
6. Menghukum Pembanding – semula Tergugat III dan IV untuk membayar ganti kerugian kepada Terbanding – semula Penggugat secara tanggung renteng sebesar Rp 500.000, - (lima ratus ribu rupiah) setiap bulan terhitung sejak perkara ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Makassar sampai dengan Pembanding – semula Tergugat III dan IV melaksanakan putusan ini;
7. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dilakukan atas bangunan rumah objek sengketa tersebut dalam Berita Acara Sita Jaminan tanggal 15 Februari 2005 No. 206/BA.Pdt .G/2004/PN.Mks.;
8. Menyatakan tidak sah sita jaminan yang telah dilakukan atas “Tanah Negara di Jalan Dr. Sutomo No. 1 Makassar tersebut dalam Berita Acara Sita Jaminan tanggal 15 Februari 2005 No. 206/BA.Pdt.G/2004/PN.Mks.; Memerintahkan untuk mengangkat kembali sita jaminan atas “Tanah Negara” tersebut;
9. Menghukum Pembanding semula Tergugat I dan Turut Terbanding – semula Tergugat II untuk tunduk dan taat terhadap putusan ini;
10. Menolak gugatan Terbanding – semula Penggugat selain dan selebihnya;”
Pihak Tergugat mengajukan kasasi, dengan amar putusan Mahkamah Agung No. 342 K/ Pdt/2007 tanggal 16 Agustus 2007 adalah sebagai berikut:
Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi: 1. WALIKOTA MAKASSAR, 2. BPH ROMPAS, 3. CARLA E TENGOR tersebut;”
Tergugat III dan IV mengajukan PK atas putusan kasasi, dimana kemudian Majelis Hakim Agung tingkat PK menjatuhkan amar putusan:
“MENGADILI:
Menolak permohonan peninjauan kembali dari para Pemohon Penin jauan Kembali : 1. BPH. ROMPAS dan 2. CARLA E. TENGOR tersebut;”

Bagaimana jika pemegang Surat Ijin Penghunian (SIP) saling tumpang-tindih (overlaping) dengan pemilik SHM atas objek tanah yang sama dimana masing-masing pihak saling klaim hak atas tanah tersebut?
Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut, karena sangat kasuistik dimana variabel bebas dan variabel terikat yang belum pasti adanya tanpa fakta hukum yang relevan.
Untuk itu SHIETRA & PARTNERS berikan ilustrasi sebagaimana dalam perkara kasasi sengketa Tata Usaha Negara yang diputus oleh Mahkamah Agung register No.459 K/TUN/2006 tanggal 26 Mei 2008, antara:
- H. Bachtiar, selaku Pemohon Kasasi, dahulu Terbanding, semula Penggugat; melawan
- Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar dan Ny. Tresye Tocualu, selaku Termohon Kasasi, dahulu Pembanding, semula Tergugat dan Tergugat Intervensi.
Sengketa bermula dari klaim Penggugat bahwa saat Tergugat menerbitkan SHM No. 875/Maloku tahun 1995, obyek sengketa secara fisik dalam penguasaan Penggugat sekeluarga, atau dengan kata lain baik pada saat Ny. Tresye Ticoalu mengajukan permohonannya maupun pada saat setelah diterbitkannya obyek sengketa dari Tergugat, tanah tersebut tetap dalam penguasaan Penggugat sekeluarga.
Sejak setelah tanggal 24 September 1980, tanah yang ditempati Penggugat sekeluarga selama ini menjadi tanah Negara atau tanah yang langsung dikuasai oleh Negera. Berpegang pada fakta hukum tersebut, Penggugat yang selama ini melakukan penguasaan fisik objek sengketa sejak tahun 1980-an, selanjutnya beralih kepada Penggugat sampai sekarang, meletakkan dasar yang kuat menurut hukum bahwa prioritas untuk mendapatkan hak atas tanah.
Bahwa penguasaan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan sampai sekarang, maka menurut hukum Tergugat dalam menerbitkan obyek sengketa dengan tanpa memperhatikan kepentingan Penggugat adalah tindakan yang tidak prosedural dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Note SHIETRA & PARTNERS: Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) No. 3 Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997 tentang “Pendaftaran Tanah” maupun Perkaban No. 1 Tahun 2010 tentang SOP BPN menegaskan bahwa untuk mengajukan permohonan hak atas tanah diatas tanah negara, syarat mutlak harus telah menguasai fisik objek tanah yang dimohonkan hak.
Maka dari itu terdapat dua kemungkinan dalam hal ini: Kantor Pertanahan mendapat sogokan untuk menerbitkan SHM atas objek tanah yang tidak dikuasai secara fisik oleh pemohon, atau pemohon telah membuat surat pernyataan palsu yang membuat kesan seolah dirinya telah menguasai fisik objek tanah yang dimohonkan selama puluhan tahun.
Atas gugatan tersebut, PTUN Makassar telah membuat putusan yang baik sebagaimana tertuang dalam putusan No. 22/G.TUN/2005/PTUN.Mks. tanggal 30 Agustus 2005 yang amarnya sebagai berikut:
DALAM POKOK PERKARA :
- Menyatakan batal Sertifikat Hak Milik No. 875/Maloku atas nama Tresye Ticoalu, SE.;
- Mewajibkan Tergugat untuk mencoret Sertifikat Hak Milik No. 875/Maloku tersebut dari buku tanah;
Disayangkan, dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat dan Tergugat Intervensi putusan PTUN tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar dengan putusan No. 04/B.TUN/2006/PT.TUN.Mks. tanggal 24 April 2006 yang amarnya sebagai berikut :
- Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding dan Tergugat Intervensi/Pembanding ;
- Membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar No. 22/G.TUN/2005/PTUN.Mks. tanggal 30 Agustus 2005 yang dimohonkan banding ;
MENGADILI SENDIRI
Dalam Eksepsi :
Menerima eksepsi Tergugat/Pembanding dan Tergugat Intervensi/Pembanding;
Dalam Pokok Perkara :
Menyatakan gugatan Penggugat/Terbanding tidak diterima;
Disayangkan, tanpa alasan yang jelas, serta tanpa suatu pertimbangan hukum, Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membuat amar putusan yang menjadi anti klimaks dari sengketa pertanahan ini:
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : H. BACHTIAR tersebut.”
Namun, bukan berarti upaya hukum yang dapat dilakukan penggugat menjadi tertutup sama sekali. Pengadilan tingkat Banding membatalkan putusan PTUN karena dinilai telah kadaluarsa menggugat suatu Keputusan TUN jika telah melampaui batas waktu 90 hari. Karena gugatan dinyatakan “tidak dapat diterima”, maka Penggugat sejatinya tetap berhak mengajukan gugatan ulang, hanya saja kini yang berwenang memeriksa dan memutus ialah kompetensi absolut Pengadilan Negeri, tanpa resiko dinyatakan nebis in idem, hanya saja yang dijadikan tergugat ialah sipil pemegang SHM dan Kantor Pertanahan sebagai Turut Tergugat.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.