Surat Keputusan Drop Out Mahasiswa oleh Rektor Universitas Swasta dapat Menjadi Objek Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara

LEGAL OPINION
Question: Anak kami adalah mahasiswa yang di drop out oleh kampusnya karena selama ini anak kami ikut serta sebagai aktivis kampus yang cukup vokal mengkritisi kebijakan kampus yang korup dan politis. Apakah surat keputusan rektor yang mengeluarkan anak kami dari kemahasiswaan dapat digugat? Digugat kemana?
Brief Answer: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, setiap surat keputusan rektor, baik universitas swasta maupun universitas badan hukum negeri, dapat dijadikan objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hanya saja, perlu diingat bahwa batas jangka waktu hak menggugat surat keputusan tersebut, ialah 90 hari sejak surat keputusan diterima oleh yang bersangkutan—lewat dari itu, menjadi kadaluarsa.
PEMBAHASAN :
Dalam putusan Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Medan register perkara Nomor 29/G/2014/PTUN-MDN tanggal 16 Oktober 2014, sengketa antara:
- Satria Adi Guna, selaku Penggugat I;
- Riky, selaku Penggugat II;
- Abdul Manan, selaku Penggugat III;
- Bayu Subroto, selaku Penggugat IV;
- Arifta Elviansyah Sembiring, selaku Penggugat V; melawan
- Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan, selaku Tergugat.
Para Penggugat adalah mahasiswa pada Universitas Pembangunan Panca Budi, dimana yang menjadi Objek Gugatan ialah Surat Keputusan Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan tertanggal 27 Januari 2014 tentang Pemberhentian (Drop Out / D-O) Sebagai Mahasiswa Universitas Pembangunan Panca Budi.
Para Penggugat mendalilkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur bahwa setiap subjek hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara, dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa tuntutan ganti-rugi.
Para Penggugat mendalilkan, selaku mahasiswa aktif di Fakultas Hukum semester VIII dan X di Universitas Pembangunan Panca Budi, tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap peraturan kampus.
Para Penggugat pernah mengkritisi dugaan korupsi yang dilakukan Rektorat Universitas Pembangunan Panca Budi perihal dugaan penyelewengan dana beasiswa tahun 2011, dimana Para Penggugat juga telah melaporkan Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara perihal dugaan korupsi tersebut.
Pada tanggal 21 Maret 2013 para Penggugat melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan denda uang kuliah sebesar 1 % (satu persen) per hari, yang mana mahasiswa di Universitas Pembangunan Panca Budi Medan sangat keberatan atas denda tersebut karena kampus bukanlah tempat mencari keuntungan, namun sebagai tempat pendidikan.
Atas aksi demo terhadap penolakan denda uang kuliah sebesar 1 % per hari yan gdilakukan oleh Para Penggugat, mengakibatkan mereka mendapat perlakuan tidak wajar seperti diskriminasi terhadap Penggugat dan seluruh anggota Solidaritas Mahasiswa Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi, antara lain:
- beberapa anggota organisasi mahasiswa tidak diperbolehkan mengikuti ujian serta diancam tidak diberikan nilai karena tergabung di Organisasi Solidaritas Mahasiswa Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi yang dilakukan oleh salah satu dosen di universitas tersebut;
- Para Penggugat diberikan nilai “E” pada mata kuliah Pencucian Uang oleh salah satu dosen;
- para anggota organisasi diancam akan di-Drop Out (D-O) apabila masih bergabung di organisasi mahasiswa tersebut;
- Pihak kampus dan dosen mendiskreditkan Para Penggugat serta anggota organisasi di depan mahasiswa lain melalui dosen-dosen disaat jam perkuliahan.
Dikarenakan kemudian Para Penggugat melaporkan ulah rektor kepada DPRD Sumatera Utara, Tergugat lantas mengeluarkan Surat Keputusan Rektor tentang Pemberhentian sebagai mahasiswa bagi Para Penggugat, meski dalam surat keputusan tersebut tidak disebutkan kesalahan atau pelanggaran ketentuan kampus apa yang telah dilakukan oleh Para Penggugat selaku mahasiswa.
Untuk menghindari kerugian, Para Penggugat memohon putusan sela agar berkenan menerbitkan penetapan penundaan untuk menangguhkan Surat Keputusan Rektor tersebut.
Terhadap gugatan tersebut, pihak Tergugat mendalilkan, bahwa Objek Gugatan bukanlah Keputusan Tata Usaha Negara, karena diterbitkan oleh seorang Rektor Universitas yang tidak berstatus sebagai Pejabat Negara dan juga bukanlah seorang PNS yang penghasilan atau gajinya diberikan oleh negara.
Tergugat juga mendalilkan, bahwa Universitas yang dipimpinnya adalah merupakan universitas swasta, maka wajar mencari keuntungan, dimana toh para calon mahasiswa yang mendaftar dianggap setuju dan tak keberatan terhadap kebijakan tersebut.
Atas gugatan tersebut, Majelis Hakim menyebutkan:
“Menimbang, bahwa dalam mempertimbangkan apakah objek sengketa melanggar peraturan perundang-undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik, Majelis Hakim berpedoman pada asas pengujian ex tunc yaitu pengujian yang dilakukan berdasarkan fakta-fakta, keadaan hukum, serta ketentuan hukum yang ada sebelum terbitnya objek sengketa dan ketentuan Pasal 107 Peratun yang menyebutkan bahwa ‘Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim’;”
“Bahwa berdasarkan pertimbangan di atas oleh karena Keputusan Rektor No. 278/02/R/2012 tentang Peraturan Disiplin Mahasiswa merupakan peraturan kebijakan, maka Majelis Hakim akan menggunakan alat uji (toetsing gronden) berupa asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 53 ayat 1 jo. Pasal 53 ayat 2 huruf b UU Peraturan;
“Bahwa dalam Bagian Pertama Bab IV Keputusan Rektor No. 278 tentang Pelanggaran Disiplin yang terdiri dari Pasal 9 dan Pasal 10 tidak diatur mengenai kategori pelanggaran disiplin, yaitu kapan suatu pelanggaran dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin ringan, sedang, atau berat sedangkan pada Bagian Kedua tentang Tingkat dan Jenis Sanksi Disiplin dalam Pasal 11 ayat (1) hanya mengatur mengenai tingkat sanksi disiplin yang terdiri dari sanksi disiplin ringan, sedang, dan berat;
“... peraturan disiplin tersebut tidak mengatur mengenai kategori pelanggaran disiplin. Majelis hakim berpendapat bahwa tindakan Tergugat yang memberhentikan Para Penggugat berdasarkan alasan yang tidak secara tegas dan jelas diatur dalam peraturan yang menjadi dasar terbitnya objek sengketa adalah merupakan tindakan yang melanggar asas kepastian hukum formal yaitu asas yang menghendaki bahwa setiap tindakan yang diambil oleh pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan harus didasarkan pada peraturan atau ketentuan yang memberikan kepastian dan kejelasan bagi mereka yang terkena oleh peraturan tersebut sehingga dapat dihindarkan adanya tindakan sewenang-wenang yang diakibatkan oleh tidak jelasnya peraturan tersebut;
“Majelis hakim berpendapat bahwa pemberhentian Para Penggugat tidak sesuai dengan Buku Pedoman Mahasiswa Universitas Pembangunan Panca Budi Kalender Akademik T.2013.2014 Bab IV tentang Tata Tertib Untuk Mahasiswa Huruf G tentang Pemberhentian Mahasiswa yang pada pokoknya menegaskan bahwa mahasiswa dapat diberhentikan secara tetap apabila melakukan perbuatan kriminal dan atas perbuatan tersebut telah dijatuhi putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian tindakan Tergugat yang memberhentikan Para Penggugat dengan alasan selain sebagaimana telah ditentukan dalam Buku Pedoman Mahasiswa Universitas Pembangunan Panca Budi adalah telah melanggar asas kepercayaan, yaitu asas yang menghendaki agar instansi yang berwenang dengan seluruh jajarannya akan melaksanakan wewenang pemerintahan yang dimilikinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ia tetapkan sendiri dalam peraturan kebijakan tersebut;
“Dengan kata lain manakala sebuah peraturan kebijakan telah dierbitkan maka ia telah menimbulkan kepercayaan bahwa peraturan kebijakan tersebut akan dipatuhi dan ditaati termasuk oleh instansi yang bersangkutan maupun jajarannya;”
Tiba pada amar putusannya, Majelis Hakim PTUN memutuskan:
MENGADILI
DALAM PERMOHONAN PENUNDAAN
- Mengabulkan Permohonan Penundaan atas Surat Keputusan Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan Nomor : 070/02/R/2014 tertanggal 27 Januari 2014 tentang Pemberhentian (Drop Out/DO) Sebagai Mahasiswa;
- Menguatkan Penetapan Majelis Hakim No.29/G/2014/PTUN-Mdn tanggal 16 Oktober 2014 tentang Penundaan atas Surat Keputusan Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan;
DALAM POKOK PERKARA
- Menyatakan batal Surat Keputusan Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medang Nomor: 070/02/R/2014 tertanggal 27 Januari 2014 tentang Pemberhentian (Drop Out/DO) sebagai Mahasiswa Universitas Pembangunan Panca Budi;
- Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi Medan Nomor: 070/02/R/2014 tertanggal 27 Januari 2014 tentang Pemberhentian (Drop Out/DO) sebagai Mahasiswa Universitas Pembangunan Panca Budi’;
- Merehabilitasi dengan mendudukan kembali Para Penggugat sebagai Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi Medan;
Adapun yang menjadi kaidah hukum bahwa suatu surat keputusan rektor universitas swasta dapat digugat dihadapan PTUN, yakni Pasal 4 Ayat (1) Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan:  “Ruang lingkup pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam Undang-Undang ini meliputi semua aktivitas:
a. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif;
b. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga yudikatif;
c. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga legislatif; dan
d. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan yang disebutkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang.” Note SHIETRA & PARTNERS: Pendidikan adalah salah satu tugas negara, yang ketika masuk dalam ranah privat, semisal perguruan tinggi swasta, tidak berarti melepas tanggung jawab pemerintah, sehingga dengan ini PTUN menjadi berwenang memeriksa serta memutus perihal pendidikan dalam lembaga swastas terhadap peserta didiknya.
Adapun yang menjadi salah satu asas umum pemerintahan yang baik, ialah“asas tidak menyalahgunakan kewenangan”, yaitu asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
Yang unik, UU No. 30 Tahun 2014 mengakomodasi asas umum pemerintahan yang baik berdasarkan yurisprudensi dan preseden putusan pengadilan terdahulu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 10 Ayat (2) UU No. 30 Tahun 2014:
“Yang dimaksud dengan “asas-asas umum lainnya di luar AUPB” adalah asas umum pemerintahan yang baik yang bersumber dari putusan pengadilan negeri yang tidak dibanding, atau putusan pengadilan tinggi yang tidak dikasasi atau putusan Mahkamah Agung.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.