Pidana Penggelapan Kendaraan Sewa maupun Objek Titip Jual

LEGAL OPINION
Question: Seorang penyewa menyewa kendaraan perusahaan rental kami, namun hingga batas jangka waktu sewa kendaraan belum juga dikembalikan. Apakah terhadap masalah hukum ini hanya dapat digugat perdata ganti-rugi ataukah juga dapat dituntut secara pidana terhadap pihak penyewa yang membawa lari kendaraan rental kami tersebut? Sebenarnya yang berlaku adalah pasal penggelapan atau penipuan?
Brief Answer: Dapat diajukan gugatan perdata ganti-rugi maupun juga tuntutan pidana penggelapan. Meski berangkat dari hubungan keperdataan sewa-menyewa, namun bila perbuatan penyewa (actus reus) terbukti memiliki niat merugikan pemberi sewa, maka niat batin (mens rea) tersebut sudah cukup untuk membuktikan unsur-unsur kualifikasi tindak pidana penggelapan ataupun penipuan—bergantung pada sudut pandang saksi pelapor.
PEMBAHASAN :
Dalam putusan Pengadilan Tinggi Denpasar yang memeriksa serta mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat banding, register perkara Nomor 6/PID/2015/PT.DPS tanggal 11 Februari 2015, dimana terdakwa dihadapkan ke persidangan Pengadilan Negeri Denpasar dengan dakwaan melanggar Pasal 372 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh karena terdakwa melakukan penggelapan terhadap objek sewa secara berlanjut sehingga terdapat lebih dari seorang pemberi sewa (korban) yang telah dirugikan dengan waktu yang saling berlainan.
Terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dengan amar berbunyi:
1. Menyatakan Terdakwa DEWA PUTRA SUWANDHY ARDHI, SH telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENGGELAPAN”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa DEWA PUTRA SUWANDHY ARDHI, SH oleh karena itu dengan pidana penjara selama: 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan;
3. Menyatakan barang bukti berupa: 1 unit mobil ... , I unit mobil ..., 1 unit mobil ... , masing-masing dikembalikan kepada saksi korban pemilik mobil;
Terdakwa mengajukan upaya hukum banding, dan terhadap permohonan banding tersebut Pengadilan Tinggi menyatakan:
Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 4 Nopember 2014 Nomor: 625/Pid.B/2014/PN.Dps yang dimintakan banding.”
Selain penggelapan objek sewa, praktik penggelapan kendaraan pun dapat terjadi pada kasus “titip jual”, sebagaimaan dalam perkara Nomor 1729/PID.B/2013/PN.JKT.BAR tanggal 23 Oktober 2013 yang diperiksa serta diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dimana Terdakwa menerima titipan dua buah kendaraan berikut STNK dari korban untuk dititip jual sebagaimana termuat dalam Bukti Tanda Terima Titipan Kendaraan.
Kedua kendaraan tersebut telah diterima dan dikuasai oleh Terdakwa, yang bilamana laku terjual maka Terdakwa berjanji akan menyetorkan uang hasil penjualan kendaraan tersebut kepada pemilik kendaraan.
Selanjutnya kedua mobil tersebut telah berhasil dijual kepada pembeli. Terdakwa menginformasikan kepada pemilik kendaraan, bahwa kedua mobil sudah laku terjual, namun saat ditagih mengenai uang hasil penjualan kedua mobil tersebut, Terdakwa hingga saat ini tidak dapat memberikannya kepada pemilik kendaraan selaku korban, dengan alasan uang tersebut sudah dipakai untuk melunasi hutang Terdakwa yang melakukan praktik “Skema Ponzi”—yakni praktik gali lubang tutup lubang dimana hasil penjualan kendaraan dipakai untuk melunasi penjualan kendaraan yang terdahulu.
Terdakwa di persidangan tidak menyangkal terhadap tuduhan jaksa, mengakui dan menyesalinya, sehingga Majelis Hakim menyatakan bahwa tuntutan pidana yang dimintakan oleh Penuntut Umum dirasa tidak seimbang dengan perbuatan kejahatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa.
Kualifikasi dari tindak pidana penggelapan, memiliki rumusan unsur-unsur:
a. barang siapa;
b. dengan sengaja dan melawan hukum;
c. memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain;
d. tetapi ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
Karena dinyatakan terbukti rumusan delik penggelapan, Majelis Hakim menjatuhkan amar putusan:
“MENGADILI:
- Menyatakan Terdakwa AGUS URIYANTO ALS. YANTO BIN BEJO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan;
- Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa AGUS URIYANTO ALS YANTO BIN BEJO oleh karena itu, dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan;”
Namun terdahap hal unik dalam sistem pemidanaan. Sebagai contoh dapat disimak putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 145/Pid.B/2015/PN.Skt tanggal 29 Oktober 2015, yang menjatuhkan amar putusan:
1. Menyatakan terdakwa Drs. MAHMUD. Med. SH telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana PENIPUAN SECARA BERLANJUT;
2. Menghukum Terdakwa Drs. Mahmud. Med. SH dengan pidana penjara selama 8 (delapan) bulan.
Terdakwa dinilai terbukti melakukan beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
Mengapa terhadap perbuatan perdata yang merugikan korban terdapat disparitas: yang satu dikenakan pasal pemidanaan “penggelapan”, sementara dalam kasus lain sebagai “penipuan”?
Hal ini terkait sudut pandang. Dalam kasus penipuan yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Surakarta ini, pihak pelapor atau korban pengadu ialah pihak koperasi pemberi pinjaman kredit, dimana Terdakwa mengagunkan kendaraan yang bukan merupakan milik sang debitor—namun akan menjadi berbeda, bila korban pelapor ialah pemilik kendaraan yang sebenarnya, maka terhadap Terdakwa dapat dikenakan pasal pidana penggelapan seperti kasus-kasus dimuka.
Dalam persidangan, didapati fakta bahwa modus operandi menipu kreditor yang mana BPKB kendaraan dijadikan sebagai jaminan pelunasan kredit, dimana terdakwa mengaku sebagai pemilik yang sah meski BPKB-nya belum dibalik nama dengan membuat suatu pernyataan tertulis.
Karena terdakwa terus-menerus menunggak pembayaran hutang atas pinjaman yang dilakukannya, pihak kreditor mencari barang jaminan untuk dilelang sebagai pembayaran hutang terdakwa, namun didapati kenyataan bahwa ketiga mobil yang dijaminkan terdakwa bukanlah milik terdakwa melainkan milik orang lain yang tidak pernah menjaminkan atau memberi izin untuk dijaminkan kepada pihak koperasi.
Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim menyatakan:
Menimbang, bahwa perbuatan terdakwa yang mengaku sebagai pemilik ketiga mobil yang menjadi jaminan kredit dan ternyata adalah sebaliknya (bukan sebagai pemilik), menurut Majelis Hakim adalah merupakan suatu rangkaian kebohongan;
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan dalam pertimbangan sebelumnya bahwa terdakwa dalam upaya untuk mendapatkan kredit atau pinjaman uang dari pihak koperasi swamitra tersebut, terdakwa telah menyerahkan tiga BPKB mobil roda empat sebagai jaminan dalam hal mana kemudian diketahui bahwa ketika BPKB tersebut telah kadaluarsa dan ketiga unit mobil yang BPKB-nya dijaminkan adalah ternyata milik orang lain dan bukan milik terdakwa yang keseluruhan tindakan terdakwa tersebut menurut majelis hakim adalah merupakan suatu rangkaian kebohongan yang juga merupakan suatu tindakan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa mengenai materi pembelaan penasehat hukum terdakwa yang menyatakan perbuatan terdakwa tidak akan terjadi bila pihak koperasi lebih teliti untuk melakukan verifikasi terhadap jaminan BPKB dan mobil yang diserahkan terdakwa serta tidak memberi kredit kepada yang bukan anggota koperasi, menurut majelis hakim hal tersebut tidaklah dapat dijadikan alasan pembenar bagi perbuatan atau tindakan terdakwa;
“Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan;
“Hal yang memberatkan:
- Terdakwa berbelit-belit di persidangan dan tidak mengakui terus terang perbuatannya;
- tidak ada rasa penyesalan dari terdakwa dan seolah-olah perbuatannya benar dan menyalahkan orang lain;
“Hal yang meringankan: Terdakwa sudah melunasi kewajibanya ke pihak koperasi Swamitra;”
Dari pertimbangan hukum Majelis Hakim diatas, dilunasinya piutang kreditor tidak menjadi alasan penghapus kesalahan pidana, namun hanya menjadi sebatas hal yang meringankan. Berbelit dan tidak menyesali perbuatan terbukti hanya akan kontraproduktif terhadap kedudukan terdakwa di mata hakim yang memeriksa dan memutus.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.