Gugatan Sederhana yang Benar-Benar Sederhana dan Ringkas

LEGAL OPINION
TIDAK DAPAT DIAJUKAN TUNTUTAN PROVISI, EKSEPSI, REKONVENSI, INTERVENSI, REPLIK, DUPLIK, ATAUPUN SURAT KESIMPULAN DALAM PERSIDANGAN REGISTER KHUSUS “GUGATAN SEDERHANA”
Question: Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2015 tidak menyebutkan secara jelas apakah dalam perkara “gugatan sederhana” pihak Tergugat dapat mengajukan eksepsi dan putusan sela (provisionil)?
Brief Answer: Redaksional PERMA Nomor 2 Tahun 2015 sudah dikoreksi oleh Mahkamah Agung, sehingga dalam proses pemeriksaan gugatan sederhana, tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.
PEMBAHASAN :
Pada tanggal 10/7/2015, Mahkamah Agung RI dalam situs resminya menurunkan berita dengan tajuk “Perbaikan PERMA Nomor 2 Tahun 2015” tentang small claim court atau gugatan sederhana, menuliskan sebagai berikut:
“Sehubungan dengan adanya perbaikan pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, yang sebelumnya masih terdapat double pada Pasal 17.
“Maka dengan ini diberitahukan bahwa Pasal 17 yang digunakan adalah “Dalam proses pemeriksaan gugatan sederhana, tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.”
Pada mulanya ketika PERMA small claim court diterbitkan MA RI, memang sempat membuat bingung SHIETRA & PARTNERS. Namun MA RI cukup berbesar jiwa dengan mengakui kekeliruan redaksional yang mereka susun dan terbitkan. Kini dalam situs resminya, Mahkamah Agung telah mengupload PERMA No. 2 Tahun 2015 versi revisi, sehingga Pasal 17 PERMA menyebutkan:
Dalam proses pemeriksaan gugatan sederhana, tidak dapat diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.”


PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 04 TAHUN 2019
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA
Menimbang :
a. bahwa pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, mendapat respons positif dari masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dan mencari keadilan;
b. bahwa untuk mengoptimalkan penyelesaian gugatan sederhana maka perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana, khususnya dalam hal nilai gugatan materiil, wilayah hukum penggugat dan tergugat, penggunaan administrasi perkara secara elektronik, verzet, sita jaminan, dan tata cara eksekusi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana;
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1172), diubah sebagai berikut:
Pasal 1
1. Penyelesaian Gugatan Sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.
2. Keberatan adalah upaya hukum terhadap putusan Hakim dalam gugatan sederhana sebagaimana diatur dalam peraturan ini.
3. Hakim adalah Hakim tunggal.
4. Hari adalah hari kerja.
Pasal 3
(1) Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
[Note SHIETRA & PARTNERS : Dengan demikian, terhadap nilai “gugatan immateriil” yang tidak diatur dalam peraturan ini, gugatan tetap dapat menggunakan mekanisme “gugatan sederhana” sekalipun nilai “gugatan immateriil” mencapai miliaran rupiah—sepanjang nilai “gugatan materii” masih memenuhi syarat “gugatan sederhana” ini.]
(2) Tidak termasuk dalam gugatan sederhana, adalah:
a. Perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau
b. sengketa hak atas tanah.
Pasal 4
(1) Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum sama.
(2) Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana,
(3) Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.
(3a) Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat.
(4) Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa, kuasa insidentil atau wakil dengan surat tugas dari institusi penggugat.
Pasal 6A
Penggugat dan tergugat dapat menggunakan administrasi perkara di pengadilan secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) Dalam hal penggugat tidak hadir pada hari sidang pertama tanpa alasan yang sah, maka guagtan dinyatakan gugur.
(2) Dalam hal tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama, maka dilakukan pemanggilan kedua secara patut.
(3) Dalam hal tergugat tidak hadir pada hari sidang kedua setelah dipanggil secara patut maka Hakim memutus perkara tersebut secara verstek.
(3a) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tergugat dapat mengajukan perlawanan (verzet) dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah pemberitahuan putusan.
(4) Dalam hal tergugat pada hari sidang pertama hadir dan pada hari sidang berikutnya tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka gugatan diperiksa dan diputus seara contradictoir.
(5) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) dan ayat (4), tergugat dapat mengajukan keberatan.
Pasal 17A
Dalam proses pemeriksaan, Hakim dapat memerintahkan peletakan sita jaminan terhadap benda milik tergugat dan/atau milik penggugat yang ada dalam penguasaan tergugat.
Pasal 18
(1) Dalil gugatan yang diakui secara bulat oleh pihak tergugat, tidak perlu pembuktian tambahan.
(2) Terhadap dalil gugatan yang dibantah, Hakim melakukan pemeriksaan pembuktian berdasarkan Hukum Acara yang berlaku.
Pasal 31
(1) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang tidak diajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22 ayat (1), maka putusan berkekuatan hukum tetap.
(2) Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap dilaksanakan secara sukarela.
(2a) Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan aanmaning paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat permohonan eksekusi.
(2b) Ketua Pengadilan menetapkan tanggal pelaksanaan aanmaning paling lambat 7 (tujuh) hari setelah penetapan aanmaning.
(2c) Dalam hal kondisi geografis tertentu pelaksanaan aanmaning tidak dapat dilaksanakan dalam waktu 7 (tujuh) hari, Ketua Pengadilan dapat menyimpangi ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2b)
(3) Dalam hal ketentuan pada ayat (2) tidak dipatuhi, maka putusan dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku.
Pasal 11
Peraturan Mahkamah Agung ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Mahkamah Agung ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Agustus 2019
KETUA MAHKAMAH AGUNG
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MUHAMMAD HATTA ALI

 …
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.