LEGAL OPINION
RESIKO HUKUM MENJADI DIREKSI BONEKA
Question: Saya hanyalah seorang karyawan yang tidak bisa memutuskan untuk diri saya sendiri. Sebagai karyawan, sekalipun tahu apa yang diperintahkan adalah melawan hukum, hanya dapat menuruti perintah. Mau tidak mau harus saya lakukan. Saya dengar yang bertanggung jawab adalah direktur perusahaan jika suatu ketika saya tertangkap pihak berwajib. Apakah benar hanya direktur yang dapat ditindak sementara karyawan tidak dapat dikenakan pidana? Sekadar informasi, direktur saya tidak pernah berada di Indonesia, dan hanya sesekali rapat jarak jauh dengan kami via video teleconference.
Brief Answer: Resiko terbesar, ialah menyangkalnya pihak perusahaan telah memberi Anda tugas demikian. Kedua, dalam kasus Tindak Pidana pelaporan tidak benar SPT pajak yang menjerat Asian Agri Group, ancaman hukuman sanksi penjara justru dikenakan kepada Tax Manager dari ke-14 anak usaha Asian Agri Group.
Disamping itu, dalam kasus PT. Kawarang Prima Sejahtera Steel dalam kasus pencemaran lingkungan, yang terkena hukuman pidana ialah manajer dari perseroan. Hukum tindak pidana korporasi telah berkembang demikian pesat, dimana dahulu korporasi hanya dapat dikenai sanksi pidana denda dan saksi administrasi seperti pencabutan usaha karena dinilai korporasi adalah subjek hukum itu sendiri (rechtspersoon). Namun kini Mahkamah Agung RI telah merasionalisasi dengan memandang bahwa pelaku yang mewakili kepentingan korporasi adalah representasi dari korporasi itu sendiri, sehingga baik subjek hukum korporasi, direksi maupun karyawan perseroan juga dapat dijerat ancaman sanksi pemidanaan.
Banyak yang tidak menyadari resiko utama menjadi karyawan dari direeksi yang selalu bertempat tinggal di luar negeri: efektif roda kepemimpinan suatu perseroan menjadi bertumpu kepada manajer operasional yang langsung memimpin di lapangan, dan resiko bagi manajer ini akan membuka celah bagi hukum pidana untuk menjerat dirinya karena “kepemimpinan secara efektif di lapangan” ini. Hal ini sama bahayanya menjadi seorang Direktur boneka (nominee director) suatu perseroan.
PEMBAHASAN :
Dalam perkara kasasi yang dihadapkan kepada Mahkamah Agung RI Register Perkara Nomor 1405 K/Pid.Sus/2013 yang diputus tanggal 20 Januari 2014 yang diketuai oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, terhadap terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS), yang dalam hal ini diwakili Wang Dong Bing (WNA), dimana Wang Dong Bing selaku Kepala Bagian Umum PT. KPSS.
Yang menjadi pemohon kasasi ialah Jaksa Penuntut Umum, sementara yang pokok perkara ialah sebagai berikut.
PT. KPSS bergerak dalam industri logam, baja dan alumunium, ekspor impor dan perdagangan hasil produksi. Terdakwa ini dinilai telah menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009, karena dalam produksinya yang menggunakan bahan bakar batu-bara, menyisakan/menghasilkan limbah dari peleburan besi dan baja, serta abu yang didapat dari sisa pembakaran batu bara di pembangkit tenaga listrik—limbah-limbah mana tidak dikelola sebagaimana mestinya tentang Limbah B3 yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 jo. No. 85 Tahun 1999.
Berdasarkan hasil analisa laboratorium terhadap limbah abu batu bara tersebut, didapati hasil yang “mengerikan”, sebagai contoh adanya cromium yang seharusnya ditimbun di tempat penimbunan khusus limbah B3 yang memiliki lapisan pengaman kedap air hingga rangkap dua, begitu pula copper, arsenic, cadmium, selenium, mecury—tetapi kesemua itu hanya disimpan/dibuang di tempat terbuka (open dumping) di sekeliling areal pabrik.
Sebagian limbah B3 tersebut dikelola menjadi batako yang digunakan untuk kepentingan sendiri, yang dalam pemanfaatan limbah tersebut PT. KPSS tidak ada ijin dari Menteri Lingkungan Hidup, Gubernur, ataupun Bupati.
Sementara itu dalam Dakwaan Subsidair, Jaksa Penuntut menyatakan Terdakwa telah melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa ijin.
Atas dakwaan tersebut, Pengadilan Negeri Karawang dalam putusannya register No. 434/Pid.B/2011/PN.Krw tanggal 09 Februari 2012, menjatuhkan amar putusan:
1. Menyatakan Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) yang dalam hal ini diwakili oleh WANG DONG BING tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan Primair;
2. Membebaskan Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) yang dalam hal ini diwakili oleh WANG DONG BING oleh karena itu dari dakwaan tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa Izin Melakukan Dumping Limbah ke Media Lingkungan”;
4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) tersebut oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
5. Menyatakan Terdakwa WANG DONG BING sebagai yang mewakili PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) tidak terbukti sebagai yang bertanggung jawab atas kesalahan Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) tersebut di atas (Error In Persona);
6. Membebaskan Terdakwa WANG DONG BING sebagai yang mewakili PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) dari semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum;
7. Memulihkan hak Terdakwa WANG DONG BING sebagai yang mewakili Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;
8. Menetapkan barang bukti berupa: ...
9. Membebankan Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah);
Sementara itu Pengadilan Tinggi Bandung telah memutus dalam Register Perkara No. 170/PID.SUS/2012/PT.Bdg tanggal 28 Mei 2012 dengan amar: Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Karawang yang dimintakan banding;
MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan dakwaan Jaksa / Penuntut Umum tidak dapat diterima;
2. Membebaskan Terdakwa WANG DONG BING dari dakwaan Jaksa / Penuntut Umum;
3. Memulihkan hak Terdakwa WANG DONG BING dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
Untuk itu Kejaksaan Negeri Karawang mengajukan kasasi. Argumentasi Jaksa, bahwa Pengadilan Tinggi telah keliru dan salah menerapkan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya, yakni salah dalam menerapkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, karena dalam pasal 98 ayat (1) UU PT disebutkan: “Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan”, dan bila dikaitkan dengan Pasal 103 UU PT: “Direksi dapat menguasakan kepada karyawan Perseroan untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum”, oleh karena itu dalam pertimbangannya Pengadilan Tinggi hanya mempertimbangkan Pasal 98 ayat (1) UU PT saja, tidak secara lengkap dengan mempertimbangkan keberlakuan / adanya Pasal 103 UU PT, padahal dalam perkara ini baik Direktur Utama maupun Pemilik Modal yang berdasarkan Akta Pendirian, berada di Negara China dan di persidangan telah terbukti secara lisan telah memberikan kuasa kepada Wang Dong Bing (Kabag Umum) untuk memimpin dan mengelola perusahaan tersebut, juga secara materiil Wang Dong Bing telah bertindak/melaksanakan tugas-tugas selayaknya seorang Direktur, terbukti telah melakukan perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga dan menandatangani surat ke luar atas nama Direktur/Wakil Direktur, yaitu salah satunya ialah perjanjian dengan UPTD Puskesmas Pangkalan tentang Pemberian Pelayanan Kesehatan Cuma-Cuma kepada masyarakat Desa Taman Mekar yang terdapat di sekitar Lingkungan Pabrik PT. KPSS, perjanjian kerjasama dengan PT. Bata Kuo Shin serta CV. Hasanah Jaya Abadi tentang Kerjasama Pemanfaatan Limbah B3, surat pernyataan penyimpanan sementara ditanda-tangani oleh wang Dong Bing sebagai Wakil Direktur, dsb.
Berdasarkan surat dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten Karawang yang ditujukan kepada Kepala BPLHD Provinsi Jawa Barat yang isinya mengenai data penanggung jawab PT. Karawang Prima Sejahtera Steel adalah pemilik Wang Yuanzheng, Direktur Wang Dong Bing dan Personalia All Lukman, data-data dimaksud yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Disperindah Kabupaten Karawang pada tanggal 27 April 2011, data dimaksud berdasarkan laporan PT. KPSS sendiri secara berkala.
Berdasarkan kronologis tersebut diatas, seharusnya Pengadilan Tinggi dalam memeriksa dan mengadili perakra tidak memutus yang amarnya berbunyi: “dakwaan Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat diterima”, karena Wang Dong Bing secara hukum bisa mewakili Direktur PT. KPSS baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Jaksa kembali menguraikan, PT. KPSS telah membuat penampungan limbah sementara, akan tetapi berukuran kecil, sehingga sebagian limbah masuk ke aliran sungai. Sebagai akibatnya, masyarakat takut mandi di sungai ataupun memancing ikan. PT. KPSS juga menyimpan pembakaran batubara secara terbuka (open dumping) di area pabrik, yang bilamana terkontaminasi dan kena guyuran air hujan maka akan terjadi pencemaran lingkungan. Limbah yang dihasilkan olehnya memiliki kandungan Crom sangat tinggi, selain menghasilkan asap yang mengganggu masyarakat sekitar.
Jaksa membuat kesimpulan penuh makna berikut: “Bahwa PT. KPSS adalah suatu badan hukum atau korporasi maka hukuman pidana dapat dikenakan baik badan hukumnya maupun terhadap pemberi perintah atau kedua-duanya.”
Adapun pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi yang membebaskan Kabag Umum tersebut, ialah bahwa PT. KPSS terbukti bersalah melakukan tindak pidana dumping limbah ke media lingkungan, namun yang didakwakan oleh jaksa adalah badan hukum Perseroan Terbatas sebagai suatu korporasi (rechtspersoon), bukan Wang Dong Bing selaku natuurlijk persoon, sehingga yang bertanggung jawab adalah PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) bukan Wang Dong Bing sebagai Person. Dalam ilmu hukum pidana, disebutkan dalam teorinya bahwa bila badan hukum atau Perseroan diajukan ke Pengadilan sebagai Terdakwa, maka hukumannya adalah pidana denda.
Terhadap alasan-alasan tersebut diatas, Mahkamah Agung memiliki pandangan hukum sebagai berikut:
“Bahwa yang dapat dipidana dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH adalah setiap orang yaitu orang pribadi dan/atau korporasi, yang dimaksud korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir baik berbadan hukum atau tidak, dengan demikian penekanan di dalam undang-undang ini adalah bukan bergantung siapa yang duduk sebagai Pengurus Korporasi itu tetapi terletak kepada siapa yang mengendalikan aktifitas dari korporasi tersebut sehingga mengakibatkan timbulnya kerusakan atau pencemaran lingkungan hidup;
“Bahwa pran Terdakwa di dalam PT. KPSS menurut fakta dialah yang mengendalikan dan mengatur aktifitas PT. KPSS karena baik Direktur Utama, Direktur, maupun Komisaris berada di Negara China, maka pengelolaan PT. KPSS diberi kuasa kepada Terdakwa, hal mana terlihat Terdakwa telah membuat dan menandatangani perjanjian dengan UPTD Puskemas untuk pengobatan bagi masyarakat desa Taman Mekar yang ada di sekitar lingkungan pabrik, kerjasama dengan PT. Batu Bara Shin tentang pemanfaatan limbah B3, kerja sama dengan CV. Chasanah Jaya Abadi tentang Pemanfaatan Limbah B3. Sesuai pernyataan penyimpanan sementara, Terdakwa menandatangani sebagai Wakil Direktur, menandatangani surat permohonaan keterangan TPE kepada Bupati Karawang juga tercantum Terdakwa sebagai Wakil Direktur, dan banyak surat-surat ke luar dari PT. KPSS ditandatangani Terdakwa;
“Bahwa berdasarkan uraian diatas telah terbukti Terdakwa sebagai Pengendali dan pengatur aktifitas PT. KPSS yang bertanggung jawab atas kerusakan/pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT. KPSS;
“Bahwa PT. KPSS yang memproduksi peleburan besi baja dan alumunium telah membuang limbahnya ke Kali Kretek dan juga dalam pembakaran telah mengeluarkan asap hitam hingga jatuh ke bawah karena cerobong yang kurang tinggi serta tidak efektif yang mengganggu masyarakat sekitar;”
Majelis Hakim Agung mengurai berbagai pelanggaran lingkungan hidup oleh Korporasi ini, yang bahkan limbah hasil operasionalnya tidak dikelola sebagaimana mestinya dan tidak jarang dibuang langsung ke sungai.
Dengan penuh kecermatan dan elaborasi, Mahkamah Agung mempertimbangkan perbuatan PT. KPSS berupa pencemaran lingkungan sebagai hal yang memberatkan. Namun juga terdapat hal-hal yang meringankan untuk dipertimbangkan, yakni PT. KPSS telah mengurus izin tempat penyimpanan sementara dan surat izin penyimpanan sudah terbit pada saat proses penyidikan dilakukan, telah melakukan clean up (pengangkatan limbah) oleh pihak ketiga yang mempunyai izin, secara berkala telah membantu masyarakat sekitar pabrik untuk melakukan cek kesehatan, membantu masyarakat sekitar berupa pembagian sembako, juga perbuatan Terdakwa tidak terlepas dari kurangnya pengawasan dan pembinaan dari pihak yang berwenang (perhatikan, kurangnya pengawasan dan pembinaan pemerintah akan menjadi faktor peringan ancaman hukuman).
Tiba pada amar putusan, Mahkamah Agung memutuskan:
MENGADILI
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: JAKSA / PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI KARAWANG tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung;
MENGADILI SENDIRI
- Menyatakan Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) yang dalam hal ini diwakili oleh WANG DONG BING tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan Primair;
- Membebaskan Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) yang dalam hal ini diwakili oleh WANG DONG BING oleh karena itu dari dakwaan tersebut;
- Menyatakan Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS), yang dalam hal ini diwakili oleh WANG DONG BING terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “TANPA IZIN MELAKUKAN DUMPING LIMBAH KE MEDIA LINGKUNGAN”;
- Menghukum Terdakwa WANG DONG BING PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan;
- Menghukum Terdakwa PT. Karawang Prima Sejahtera Steel (PT. KPSS) tersebut oleh karena itu dengan pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
- Memerintahkan agar Terdakwa WANG DONG BING ditahan;
Terhadap putusan Mahkamah Agung tersebut, terdapat “pakar” hukum yang mengkritik, bahwa mengapa Mahkamah Agung tidak memberi sanksi untuk memulihkan lingkungan sebagaimana didakwakan Jaksa yang dalam satu butir tuntutannya: “Menjatuhkan pidana tambahan berupa perbaikan akibat tindak pidana yang dalam pelaksanaannya di bawah pengawasan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karawang.”
“Pakar” hukum tersebut justru yang telah bersikap tidak arif, mengingat Mahkamah Agung telah menimbang hal-hal yang meringankan dari Terdakwa, salah satunya telah melakukan clean up sebelum dirinya disidik oleh penyidik sebagai bentuk itikad baik, melakukan kegiatan sosial dan pengobatan bagi warga, dan beberapa itikad baik lainnya untuk memperbaiki kerusakan.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.