Perbedaan Tanggung Jawab Majikan dalam Konteks Pidana dan Perdata

LEGAL OPINION
Question: Terhadap karyawan, apakah terdapat tanggung jawab majikan terhadap berbagai tindakan karyawan yang melanggar hukum? Bagaimana jika konteksnya adalah dalam ranah pidana maupun perdata, apakah itu akan menjadi tanggung jawab pribadi karyawan, ataukah tanggung jawab perusahaan, ataukah menjadi tanggung jawab keduanya?
Brief Answer: Konsep tanggung jawab majikan atas bawahannya dikenal dalam terminologi hukum dengan istilah “vicarious liabilities”, dimana pekerja memiliki kaitan tanggung jawab dengan majikannya. Namun terdapat perbedaan perkembangan teori dan aplikasi hukum dalam konteks perdata maupun konteks pidana. Dalam konteks perdata, setiap perbuatan karyawan atas atau dalam rangka pelaksanaan atau dilangsungkannya pekerjaan, maka tanggung jawab melekat secara penuh pada atasan atau perusahaan tempat karyawan itu bernaung. Sebagai contoh, driver perusahaan ketika mengantar barang menabrak kendaraan lain, maka perusahaan karyawan tersebut akan dibebani tanggung jawab mengganti rugi. Sementara dalam konteks pidana, baik karyawan si pelaku maupun si pemberi kerja, keduanya dapat dijerat secara pidana. Contoh, karyawan OC Kaligis tertangkap tangan menyuap hakim pengadilan tata usaha negara, maka baik OC Kaligis maupun karyawannya, keduanya dijerat hukuman pidana.
PEMBAHASAN :
Respondeat superior merupakan terminologi hukum dalam bahasa Inggris untuk pengertian tanggung jawab majikan terhadap pihak ketiga/negara atas bawahannya yang melakukan kegiatan dalam rangka kepentingan perusahaan/majikan. Ia menyerupai konsep tanggung jawab pidana militer chains of command, dimana prajurit yang melakukan kesalahan maka atasannya yang memiliki kekuasaan perintah efektif akan turut serta memikul beban tanggung jawab.
Berdasarkan penerjemahan oleh Steve Matsunaga dalam situs http://www.proz.com/kudoz/english_to_indonesian/law_general/1728078-the_common_law_tort_doctrine_of_respondeat_superior.html, terdapat sebuah pengertian sebagai berikut:
The common-law tort doctrine of respondeat superior: The federal government and nearly every state have passed tort claims acts allowing them to be sued for the negligence, but not intentional wrongs, of government employees. The common-law tort doctrine of respondeat superior makes employers generally responsible for the torts of their employees.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan lewat Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas pada tanggal 03 Januari 2013 di Jakarta menerbitkan siaran pers dengan judul Putusan MA tentang Kasus Asian Agri, menyatakan sebagai berikut:
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa/Penuntut Umum dalam kasus pajak Asian Agri Group (AAG) dengan terdakwa Suwir Laut alias LIU CHE SUI alias ATAK. Putusan tersebut tercantum dalam Petikan Putusan MA Nomor 2239 K/PID.SUS/2012 yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan MA pada hari Selasa tanggal 18 Desember 2012.
Dalam petikan putusannya, MA menyatakan bahwa terdakwa Suwir Laut terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menyampaikan Surat Pemberitahuan Dan/Atau Keterangan Yang Isinya Tidak Benar Atau Tidak Lengkap Secara Berlanjut”. Oleh karena itu, kepada terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan mensyaratkan dalam 1 (satu) tahun sebanyak 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG yang pengisian SPT Tahunan diwakili oleh Terdakwa untuk membayar denda 2 (dua) kali pajak terutang dengan jumlah total sebesar Rp 2.519.995.391.304,- (Dua Triliun Lima Ratus Sembilan Belas Miliar Sembilan Ratus Sembilan Puluh Lima Juta Tiga Ratus Sembilan Puluh Satu Ribu Tiga Ratus Empat Rupiah) secara tunai.
Putusan MA tersebut sangat bermanfaat untuk menciptakan efek jera bagi pelanggar kewajiban perpajakan dan semakin meningkatkan pemahaman bahwa pidana pajak tidak hanya dapat diterapkan terhadap Wajib Pajak, namun juga dapat diberlakukan bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Putusan Mahkamah Agung RI No. 2239 K/PID.SUS/2012 tanggal 18 Desember 2012 menghukum pelaku modus transfer pricing sebagai penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri Group (AAG) lewat tangan karyawannya. Adapun Mahkamah Agung telah membuat pertimbangan hukumnya menyatakan:
“Menimbang, ... Terdakwa selaku Tax Manager pada 14 perusahaan yang tergabung dalam AAG yang diwakilinya mempunyai kewajiban mengisi dan menyampaikan laporan SPT tahun pajak Badan dan penghasilan mendasarkan pada pembukuan akhir tahun perusahaan-perusahaan tersebut, namun berdasarkan fakta di dalam perusahaan-perusahaan itu telah melakukan rekayasa-rekayasa perusahaan tersebut, namun berdasarkan fakta di dalam perusahaan-perusahaan itu telah melakukan rekayasa-rekayasa harga pasar, membebankan biaya-biaya dan fee yang semestinya tidak ada, sehingga dari perbuatan itu dapat memperkecil penghasilan perusahaan dan dapat memperkecil pula pembayaran SPT Badan dan Penghasilan, padahal senyatanya tidaklah demikian hasil yang diperoleh jauh di atas dari yang dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak.” (hlm. 470 putusan)
“Menimbang, bahwa sebagaimana dipertimbangkan di atas bahwa perbuatan Terdakwa berbasis pada kepentingan bisnis 14 (empat belas) korporasi yang diwakilinya untuk menghindari Pajak Penghasilan dan Pajak Badan yang seharusnya dibayar oleh karena itu tidaklah adil jika tanggung jawab pidana hanya dibebankan kepada Terdakwa selaku individu akan tetapi sepatutnya juga menjadi tanggung jawab korporasi yang menikmati atau memperoleh hasil Tax Evation tersebut.” (hlm. 472 putusan)
“Menimbang, bahwa sekalipun secara individual perbuatan Terdakwa terjadi karena “mensrea” dari Terdakwa, namun karena perbuatan tersebut semata-mata untuk kepentingan korporasi maka Mahkamah Agung berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa adalah dikehendaki atau “mensrea” dari 14 (empat belas) korporasi, sehingga dengan demikian pembebanan tanggung jawab pidana “Individual Liability” dengan Corporate Liability harus diterapkan secara simultan sebagai cerminan dari doktrin respondeat superior atau doktrin “Vicarious Liability” diterapkan pertanggungan jawab pidana kepada korporasi atas perbuatan atau perilaku Terdakwa sebagai personifikasi dari korporasi yang diwakilinya menjadi tugas dan tanggung jawab lagi pula apa yang dilakukan Terdakwa telah diputuskan secara kolektif.” (hlm. 472 putusan)
Perkembangan hukum pajak di Belanda telah pula menerima pertanggung jawaban pidana dari korporasi karena pajak menjadi andalan anggaran pendapatan Negara yang dilandasi pada kepentingan praktis untuk menegakan hukum khususnya terhadap tindak pidana pajak badan atau korporasi dan Indonesia telah perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi sendi-sendi penegakan hukum di sektor perpajakan di Belanda.” (hlm. 472 putusan)
MENGADILI
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut;
MENGADILI SENDIRI
1.    Menyatakan Terdakwa Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN DAN/ATAU KETERANGAN YANG ISINYA TIDAK BENAR ATAU TIDAK LENGKAP SECARA BERLANJUT”;
2.    Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.