LEGAL OPINION
Brief Answer: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sejak lama telah mengatur mengenai larangan penyiksaan ataupun penganiayaan hewan. Untuk bidang usaha penjagalan ternak potong pun, diatur secara khusus lokasi serta metodenya. Sejak terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan, ketentuan demikian lebih dipertegas kembali dengan ancaman sanksi pidana bagi yang melanggar.
PEMBAHASAN :
Pasal 66A UU No. 41 Tahun 2014:
(1) Setiap Orang dilarang menganiaya dan/atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif.
(2) Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang.
Pasal 91B UU No. 41 Tahun 2014:
(1) Setiap Orang yang menganiaya dan/atau menyalahgunakan Hewan sehingga mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) dan tidak melaporkan kepada pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Pasal 61 UU No. 41 Tahun 2014:
(1) Pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus:
a. dilakukan di rumah potong; dan
b. mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.
(2) Dalam rangka menjamin ketenteraman batin masyarakat, pemotongan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memerhatikan kaidah agama dan unsur kepercayaan yang dianut masyarakat.
(3) Menteri menetapkan persyaratan rumah potong dan tata cara pemotongan hewan yang baik.
Pasal 62 UU No. 41 Tahun 2014
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memiliki rumah potong hewan yang memenuhi persyaratan teknis.
(2) Rumah potong hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusahakan oleh setiap orang setelah memiliki izin usaha dari bupati/walikota.
(3) Usaha rumah potong hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan berwenang di bidang pengawasan kesehatan masyarakat veteriner.
Pasal 92 UU No. 41 Tahun 2014:
(1) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh korporasi atau pejabat yang berwenang, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 91.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi atau pejabat yang berwenang dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha, status badan hukum, atau status kepegawaian dari pejabat yang berwenang.
Banyak diantara kalangan masyarakat yang memandang remeh dan rendah “Hak Asasi Hewan”. Padahal, secara yuridis, sejak dahulu kala sebelum UU tentang Hewan dan Ternak diterbitkan, telah diatur dan dikenal perlindungan Hak Asasi Hewan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai salah satu prinsip negara hukum beradab. Salah satunya modus "sapi gelondongan" yang selain merugikan konsumen, juga melanggar hukum perlindungan hewan dan ternak.
Disamping Undang-Undang tersebut, masing-masing daerah biasanya membentuk Peraturan Daerah (Perda) perihal hewan dan ternak sebagai penjabaran lebih lanjut.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.