Kebolehan Transfer Pricing dan Nilai Ambang Batas Nominal yang Diperkenankan Hukum

LEGAL OPINION
Question: Adakah pengaturan dalam hukum mengenai batasan nilai ambang batas praktik transfer pricing di Indonesia?
Brief Answer: Pasal 3 Ayat (4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 mengatur bahwa Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari kewajiban mekanisme Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam internal kontrol perusahaan.
PEMBAHASAN :
Sebelum kita membahas regulasi terkait “tranfer pricing”, akan kita bahas beberapa definisi yang akan kita jumpai, antara lain:
-        Hubungan Istimewa adalah hubungan antara Wajib Pajak dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPN.
-        Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's length principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.
-        Harga Wajar atau Laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
-        Analisis Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.
-        Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
Sementara itu Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2011 Tentang  Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
1)    Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing) atas transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia.
2)    Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini hanya berlaku untuk transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk memanfaatkan perbedaan tarif pajak yang disebabkan antara lain:
a)    perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan final atau tidak final pada sektor usaha tertentu;
b)    perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; atau
c)    transaksi yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas.
Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa menyatakan sebagai berikut:
“Pada umumnya, upaya penghindaran pajak dapat dilakukan antara lain dengan melakukan penggeseran laba (profit shifting) dari suatu negara ke negara yang lain melalui transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa yang berkedudukan di negara yang berbeda (cross-border transactions).”
“Secara universal, transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan isitmewa (dalam satu grup usaha) dikenal sebagai transaksi afiliasi (affiliated transactions). Sedangkan harga yang ditentukan dalam transaksi afiliasi secara umum dikenal sebagai penentuan harga transfer (transfer pricing).”
“Penjelasan Pasal 18 ayat (4) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa:
a. hubungan istimewa diantara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan;
b. hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut.”
“Dalam pemeriksaan terhadap transaksi afiliasi yang melibatkan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, penentuan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta penentuan utang sebagai modal dilakukan dengan menggunakan metode-metode, antara lain metode perbandingan harga antara pihak yang independen (Comparable Uncontrolled Price Method), metode harga penjualan kembali (Resale Price Method), metode biaya-plus (Cost-Plus Method), metode pembagian laba (Profit Split Method) dan metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin Method), serta metode-metode lainnya sebagaimana yang dimaksud Pasal 18 ayat (3) UU PPh dan penjelasannya.”
Pasal 1 Ayat (5) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-32/PJ/2011 Tentang  Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa:
“Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's length principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding.”
Pasal 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011:
1.   Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
2.   Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.   melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding;
b.   menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat;
c.   menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan
d.   mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
3.   Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle/ALP) mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan harga pasar yang wajar (Fair Market Value/FMV).
4.   Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, menyatakan:
“Dalam penentuan harga transfer transaksi afiliasi, Wajib Pajak harus menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Prinsip ini mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa yang menjadi pembanding.”
“Transaksi yang terjadi antara pihak afiliasi tersebut antara lain transaksi penjualan, pembelian, pengalihan serta pemanfaatan harta berwujud, pemberian jasa intra-group, pengalihan, dan pemanfaatan harta tak berwujud, pembayaran bunga, dan penjualan atau pembelian saham. Permasalahan utama pada transaksi afiliasi adalah penentuan harga transfer (transfer pricing). Motif yang digunakan oleh perusahaan group dalam penentuan harga transfer transaksi afiliasi, antara lain minimalisasi pajak, repatriasi modal, risiko perbedaan mata uang, window dressing laporan keuangan perusahaan induk serta alasan bisnis lainnya.”
“Tahapan pelaksanaan pemeriksaan transfer pricing terdiri dari Menentukan Karakteristik Usaha Wajib Pajak, Memilih Metode Transfer Pricing, serta Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Setelah mengumpulkan keterangan dan bukti terkait transaksi afiliasi baik melalui Wajib Pajak ataupun pihak eksternal, Pemeriksa Pajak menentukan karakteristik usaha Wajib Pajak, memilih metode transfer pricing, dan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.”
“Pembanding Eksternal yang dapat digunakan untuk menguji kewajaran transaksi afiliasi, dapat berupa: harga pasar produk komoditas atau harga barang/jasa sejenis yang diperjualbelikan oleh pihak independen;”
“Metode Perbandingan Harga Antara Pihak yang Independen (Comparable Uncontrolled Price Method) diterapkan dengan cara membandingkan harga barang atau jasa dalam transaksi afiliasi dengan harga barang atau jasa dalam transaksi independen.”
“Penerapan prinsip kewajaran atas transaksi jasa intra-group mengharuskan jumlah biaya yang dialokasikan untuk anggota grup sebanding dengan manfaat yang diharapkan dari jasa.”
“Pengujian kewajaran utang dan besarnya utang terhadap pihak afiliasi dapat dilakukan dengan melihat faktor sebagai berikut: sifat dan tujuan utang, kondisi pasar pada saat utang diberikan, jumlah pokok utang dan jangka waktu utang, keamanan yang ditawarkan oleh peminjam dan jaminan dalam pinjaman, besarnya utang yang masih dimiliki oleh peminjam.”
“Memastikan utang benar-benar terjadi. Untuk memastikan utang benar-benar terjadi, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penelitian pada dokumen-dokumen kontrak utang serta pada arus uang pemberian pinjaman ataupun pembayaran pokok dan/atau bunga.”
“Kewajaran perbandingan utang dengan modal dapat dilakukan dengan membandingkan utang dan modal dari perusahaan sejenis. Apabila perbandingan tersebut tidak wajar maka dapat dilakukan penyesuaian sebagaimana padal 18 ayat (3) UU PPh.”
“Pengujian tingkat bunga pinjaman ke pihak afiliasi dilakukan dengan membandingkan tingkat bunga pinjaman ke pihak afiliasi terhadap tingkat bunga yang umum digunakan oleh pihak independen.”
“Setelah pembanding yang andal diperoleh dan metode transfer pricing yang akan digunakan telah ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan harga atau laba transaksi afiliasi dengan harga atau laba pembanding tersebut sesuai metode yang akan digunakan.”