Luas Maksimum Tanah Pertanian yang dapat Dikuasai oleh Perorangan maupun Badan Hukum

LEGAL OPINION
Question: Berapakah luas maksimum tanah pertanian dan perkebunan yang dapat dikuasai dan yang diizinkan oleh pemerintah?
Brief Answer: Untuk pemegang hak tanah pertanian Perorangan, untuk objek tanah dalam teritori daerah tidak padat, dibatasi paling luas 20 (dua puluh) hektar. Sementara untuk daerah sangat padat, paling luas 6 (enam) hektar. Sementara itu kontrak terhadap korporasi yang bila menjadi pemegang hak tanah pertanian, maka pembatasan kepemilikan tanah pertanian untuk badan hukum sesuai dengan surat keputusan pemberian haknya—yang mana tanpa ketentuan mengenai batas maksimum dapat diberikan tentunya menjadi lahan subur permainan antara oknum dan kalangan korporat.
PEMBAHASAN :
Pada tanggal 7 April 2016 Kementerian Agraria / BPN telah menerbitkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian (Permenag No. 18 Tahun 2016).
Sebenarnya pengaturan mengenai batas maksimum dan minimum tanah pertanaian yang dapat dikuasai telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanaian.
Begitupula dengan pembagian tanah dari kelebihan maksimum, tanah yang diambil pemerintah karena pemegang hak tinggal diluar daerah (guntai) dan tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh negara, sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah Dan Pemberian Ganti Kerugian.
Namun demikian saat ini Kementerian Agraria memandang perlu untuk mengatur lebih lanjut dengan tujuan dapat mengendalikan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian oleh perorangan maupun oleh suatu badan hukum. Disebukan pula tujuan utama pembentukan Peraturan Menteri ini, ialah guna mengurangi kesenjangan sosial, disamping program pemerataan kesejahteraan ekonomi agar tidak dikuasai oleh satu pihak pemodal kuat (kapitalis) dan menjaga ketahanan pangan.
Adapun diatur dan disebutkan dalam ketentuan Pasal 3 Permenag No. 18 Tahun 2016:
(1) Luas penguasaan dan pemilikan tanah pertanian perlu dibatasi guna tercapainya pemerataan kesejahteraan masyarakat.
(2) Pembatasan penguasaan dan pemilikan tanah pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. perorangan; dan
b. badan hukum.
(3) Pembatasan kepemilikan tanah pertanian untuk perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak padat, paling luas 20 (dua puluh) hektar;
b. kurang padat, paling luas 12 (dua belas) hektar;
C. cukup padat, paling luas 9 (sembilan) hektar; atau
d. sangat padat, paling luas 6 (enam) hektar.
(4) Pembatasan kepemilikan tanah pertanian untuk badan hukum sesuai dengan surat keputusan pemberian haknya. (Note SHIETRA & PARTNERS: Kaidah pragmatis ini membuka peluang praktik korupsi dan kolusi.)
Perhatikan pula ketentuan Pasal 4 Permenag No. 18 Tahun 2016:
(1) Tanah pertanian milik perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dapat dialihkan kepada pihak lain dengan ketentuan:
a. pihak lain harus berdomisili dalam 1 (satu) kecamatan letak tanah; dan
b. tanahnya harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk pertanian.
(2) Domisili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuktikan dengan kartu identitas setempat.
Dalam hal terjadi perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah, penggunaan dan pemanfaatan tanah pertanian berpedoman pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah baru dimaksud. Pelanggaran ketentuan diatas, mengakibatkan peralihan hak atas tanah tidak dapat didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Mengenai tanah guntai, diatur dalam ketentuan Pasal 7 Permenag No. 18 Tahun 2016:
(1) Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanah dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal perolehan hak, harus:
a. mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain yang berdomisili di kecamatan tempat letak tanah tersebut; atau
b. pindah ke kecamatan letak tanah tersebut.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, hak atas tanahnya hapus dan tanahnya dikuasai langsung oleh Negara.
(3) Pemilik tanah yang tanahnya jatuh kepada Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan ganti kerugian yang layak.
(4) Hapusnya hak atas tanah dan pemberian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara itu dalam Pasal 8 Permenag No. 18 Tahun 2016 diatur beberapa pengecualian: “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. pemilik tanah yang bertempat tinggal di kecamatan yang berbatasan langsung dengan kecamatan tempat letak tanah;
b. pemilik tanah yang sedang menjalankan tugas Negara;
C. pemilik tanah yang menunaikan kewajiban agama;
d. pegawai negeri, pejabat militer dan/atau yang dipersamakan dengan mereka; atau
e. ketentuan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal” ialah alamat domisili secara real/nyata/de facto pemegang hak yang bersangkutan bertempat tinggal sehari-hari, bukan alamat tempat tinggal sebagaimana tercantum dalam KTP.
Pasal 9 Permenag No. 18 Tahun 2016:
(1) Pemilik tanah pertanian perorangan wajib mengusahakan dan memanfaatkan tanahnya secara efektif sesuai dengan peruntukannya, paling lama 6 (enam) bulan sejak diterbitkan sertifikat hak atas tanah.
(2) Dalam hal pemilik tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengusahakan atau memanfaatkan tanahnya dapat bekerja sama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis.
(3) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengusahakan dan memanfaatkan tanah sesuai dengan peruntukannya.
(4) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan Hak Pakai dengan jangka waktu tertentu diatas Hak Milik sesuai dengan perjanjian dan dapat dibebani dengan Hak Tanggungan.
Pasal 10 Permenag No. 18 Tahun 2016:
(1) Badan hukum yang memiliki tanah pertanian wajib mengusahakan dan memanfaatkan tanahnya sesuai dengan peruntukannya, paling lama 6 (enam) bulan sejak diterbitkan sertifikat hak atas tanah.
(2) Dalam hal badan hukum dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengusahakan atau memanfaatkan tanahnya, dapat bekerja sama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis.
(3) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mengusahakan dan memanfaatkan tanah sesuai dengan peruntukannya.
Cukup menarik menyimak norma dalam Pasal 11 Permenag No. 18 Tahun 2016:
(1) Kepala Kantor Pertanahan melakukan inventarisasi terhadap kepemilikan tanah yang melebihi ketentuan pembatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan kepemilikan tanah pertanian yang pemiliknya bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Dalam hal hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pelanggaran ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, tanahnya ditetapkan sebagai Tanah Objek Landreform  /  Reforma Agraria.
(3) Tanah Objek Landreform/Reforma Agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagikan kepada petani sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12 Permenag No. 18 Tahun 2016:
(1) Kepala Kantor Pertanahan melakukan pengawasan terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
(2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional setiap 6 (enam) bulan sekali.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.