Justice Collaborator, Sapu Kotor yang Tetap dapat Membersihkan

ARTIKEL HUKUM
Alm. Satjipto Rahardjo pernah menuliskan dalam bukunya yang termasyur, Hukum Progresif, bahwa sapu yang kotor tidak dapat digunakan untuk membersihkan.
Benarkah postulat yang disampaikan Satjipto Rahardjo?
Bagaimana dengan justice collaborator?
M Nazaruddin, mantan bendaharawan Partai Demokrat, menjadi bukti sebagai sosok dari yang semula adalah manusia paling memalukan di tanah air, kini menjelma menjadi sosok teladan, layaknya ulat yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang indah dan menawan.
Kini, Nazaruddin kembali membuka rahasia kotor para politisi dan pejabat lainnya dalam dugaan korupsi yang kian terbuka satu demi satu. Perhatikan salah satu kutipan pernyataan Nazaruddin dengan nada tulus berikut: “Saya ikhlas membantu KPK. Akan saya berikan semua informasi yang dibutuhkan KPK untuk membantu penyidikan KPK. Saya ikhlas. Harta anak istri saya akan saya perjuangkan. Tapi yang bukan harta anak dan istri saya akan saya kembalikan kepada negara. Saya akan bantu bongkar semua modus korupsi yang saya ketahui.”
Nazaruddin adalah sosok yang langka. Ia adalah sapu kotor yang ternyata dapat berguna untuk membersihkan negeri ini. Sayangnya, tidak banyak pejabat korup yang meniru teladan yang diberikan Nazaruddin. Penulis mengharapkan agar sosok Nazaruddin mampu menginspirasi para pejabat korup lain untuk mengikuti jejak yang beliau, menutup karir dengan cara yang indah dan elegan, bukan menjadi musuh masyarakat hingga ajal menjelang.
Ambil contoh, OC Kaligis, pengacara senior yang kini menjadi terpidana kasus penyuapan, meringkuk sebagai biang penyakit masyarakat karena telah menyalahgunakan profesi hukumnya. Ia sebenarnya bisa memulihkan nama baiknya dengan mengakui kesalahan, dan bersikap ko0peratif dengan mengakui semua perbuatannya, alih-alih bersikap mengelak dan membantah sebagaimana ditampilkan OC Kaligis di persidangan, sehingga mengundang antipati masyarakat. OC Kaligis telah mengambil langkah yang keliru. Sikap tidak gentlement beliau terutama tampak ketika semua tindakan kotornya dilimpahkan pada anak buahnya sendiri sebagai kambing hitam. Nazaruddin jauh lebih bersikap ksatria dengan mengakui perbuatannya, tidak berbelit, dan tidak menunjuk kambing hitam.
Apakah OC Kaligis masih memiliki kesempatan untuk tampil dengan cahaya yang kembali gemilang? Kesempatan dan peluang selalu terbuka. Dimana ada kemauan maka disitu ada jalan. Jika OC Kaligis bersedia untuk membantu KPK membongkar modus-modus korupsi, mengingat OC Kaligis banyak menangani klien politisi-politisi di tanah air yang bisa jadi tersandung kasus korupsi.
Alih-alih mendekam dan "membusuk di penjara" (sebagaimana kata-kata yang dilontarkan OC Kaligis) serta dikenang dan dicatat dalam sejarah hukum sebagai musuh masyarakat, lebih cerdas bagi beliau untuk memilih meniru langkah arif Nazaruddin. Untuk apa menjadi musuh masyarakat dan melindungi korps pelaku korupsi, bila pada akhirnya tiada harta materi apapun yang akan dibawa bila ajal menjemput. Nazaruddin mungkin cukup menebus dosa pada dunia manusia, namun OC Kaligis menghadapi dua alam penebusan dosa.
Salut kita berikan untuk M Nazaruddin, sang “sapu kotor” yang ternyata mampu membantah postulat Guru Besar Alm. Satjipto Rahardjo. Setidaknya, OC Kaligis tidak secerdas dan searif M. Nazaruddin. Anak cucu serta masyarakat akan kembali dapat menerima Nazaruddin sekembalinya ia hidup di tengah masyarakat selepas masa pemenjaraan yang diterimanya dengan penuh kerelaan. Hidup Nazaruddin akan diliputi kedamaian dan kebanggaan atas kebesaran hati dan keberanian jiwanya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.