Dukcapil Pangkas Birokrasi Surat Pengantar RT RW dalam Pengurusan Administrasi Kependudukan

ARTIKEL HUKUM
UU No. 24 tahun 2013 tentang perubahan UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memiliki semangat pelayanan terhadap publik yang pro rakyat, namun Dinas Penduduk dan Catatan Sipil (Dukcapil) melangkah lebih maju lagi, yakni dengan terbitnya Surat Edaran Nomor 471/1768/SJ Tentang Percepatan Penerbitan KTP-el dan Akta Kelahiran tanggal 12 Mei 2016 yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati / Walikota seluruh Indonesia.
Dalam surat edaran tersebut, Kemendagri menyebutkan:
“Memperhatikan Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 yang mengamanatkan bahwa setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperolah Dokumen Kependudukan, ... dengan hormat diminta perhatian Saudara untuk segera melakukan percepatan layanan perekaman dan penerbitan KTP-el serta penerbitan akta kelahiran dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Seiring dengan semakin tertatanya database kependudukan di seluruh Indonesia, maka dalam pelayanan perekaman, penerbitan dan penggantian KTP-el yang rusak dan tidak merubah elemen data kependudukan, perlu penyederhanaan prosedur, yaitu cukup dengan menunjukkan fotocopy Kartu Keluarga tanpa perlu surat pengantar dari RT, RW dan Kelurahan/Kecamatan.
2.    Membuka loket khusus untuk pelayanan bagi penduduk yang belum mendapatkan KTP-el pada saat perekaman massal dan memberikan pelayanan rekam cetak di luar domisili sesuai amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2016.
3.    Melakukan jemput bola dengan pelayanan keliling untuk perekaman di sekolah, kampus, mall, perusahaan-perusahaan, panti jompo, lembaga pemasyarakatan, dan ke desa/kelurahan.
4.    Bagi penduduk yang pada tanggal 1 Mei 2016 sudah berusia lebih dari 17 tahun atau sudah menikah dan tidak sedang menetap di luar negeri wajib melakukan perekaman paling lambat tanggal 30 September 2016.
5.    Penarikan KTP-el bagi penduduk yang pindah dilakukan di daerah tujuan setelah diterbitkan KTP-el yang baru.
6.    Secara bertahap agar semua unit layanan yang berada di wilayah Saudara dapat menggunakan alat baca KTP-el / card reader, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik.
7.    Untuk penerbitan akta kelahiran mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2016 dan tidak perlu surat pengantar RT, RW, dan Kelurahan/Desa.
8.    Memerintahkan kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota untuk bekerjasama dengan Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit di daerah untuk melakukan jemput bola pengurusan akta kelahiran, antara lain melalui sekolah TK, SD, SMP, SMU/SMK dan rumah sakit/puskesmas atau penolong persalinan.
9.    Pemerintah Daerah dilarang memberikan syarat tambahan dalam pelayanan perekaman dan penerbitan KTP-el dan penerbitan  akta kelahiran, misalnya dengan lunas pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dan lain-lain.
10.  Agar Saudara memerintahkan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau Unit Kerja yang membidangi Administrasi Kependudukan di Provinsi untuk membuat SMS/Whatsapp Gateway dan menyebarluaskan nomor Handphone-nya kepada masyarakat untuk memudahkan sarana komunikasi dengan pemohon layanan/masyarakat.”
Demikian produk hukum yang penuh makna bagi penduduk Indonesia oleh Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri, yang memangkas birokrasi demi menghindari pungutan liar ataupun praktik-praktik yang mempersulit pelayanan masyarakat. Disamping itu, perubahan mendasar pelayanan administrasi kependudukan dalam UU No. 24 Tahun 2013 adalah sebagai berikut:[1]
Satu, Masa Berlaku KTP Elektronik (KTP-el).
Semula 5 (lima) tahun diubah menjadi berlaku seumur hidup sepanjang tidak ada perubahan elemen data dalam KTP (Pasal 64 ayat 7 huruf a UU No. 24 Tahun 2013).
KTP-el yang sudah diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2013 ini, ditetapkan berlaku seumur hidup (Pasal 101 point c UU No. 24 Tahun 2013).
Dua, Penggunaan Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri
Data Kependudukan Kementerian Dalam Negeri yang bersumber dari data kependudukan kabupaten/kota, merupakan satu-satunya data kependudukan yang digunakan untuk semua keperluan: alokasi anggaran (termasuk untuk perhitungan DAU), pelayanan publik, perencanaan pembangunan, pembangunan demokrasi, penegakan hukum, dan pencegahan kriminal (Pasal 58 UU No. 24 Tahun 2013).
Tiga, Pencetakan Dokumen/Personalisasi KTP-el.
Pencetakan dokumen/personalisasi KTP-el yang selama ini dilaksanakan terpusat di Jakarta akan diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota pada Tahun 2014 (Pasal 8 ayat 1 huruf c UU No. 24 Tahun 2013).
Empat, Penerbitan Akta Kelahiran yang Pelaporannya melebihi Batas Waktu 1 (satu) Tahun.
Semula penerbitan tersebut memerlukan penetapan Pengadilan Negeri, diubah cukup dengan Keputusan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 30 April 2013.
Lima, Penerbitan Akta Pencatatan Sipil.
Semula dilaksanakan di tempat terjadinya Peristiwa Penting, diubah menjadi penerbitannya di tempat domisili penduduk.
Enam, Pengakuan dan Pengesahan Anak.
Dibatasi hanya untuk anak yang dilahirkan dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama tetapi belum sah menurut hukum negara (Pasal 49 ayat 2). Pengesahan anak yang selama ini hanya dengan catatan pinggir diubah menjadi Akta Pengesahan Anak (Pasal 49 ayat 3 UU No. 24 Tahun 2013).
Tujuh, Pengurusan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan Tidak Dipungut Biaya (Gratis).
Larangan untuk tidak dipungut biaya semula hanya untuk penerbitan KTP-el, diubah menjadi untuk semua dokumen kependudukan seperti KK, KTP-el, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta Kematian, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan lain-lain (Pasal 79A UU No. 24 Tahun 2013). Baru-baru ini Kemendagri membatalkan sebuah Peraturan Daerah yang memungut retribusi pengurusan KTP warga penduduknya.
Delapan, Pencatatan Kematian.
Pelaporan pencatatan kematian yang semula menjadi kewajiban penduduk, diubah menjadi kewajiban RT atau nama lain untuk melaporkan setiap kematian warganya kepada Instansi Pelaksana (Pasal 44 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Pelaporan tersebut dilakukan secara berjenjang melalui RW atau nama lain, Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Dengan kebijakan ini diharapkan cakupan pencatatan kematian akan meningkat secara signifikan. Langkah kebijakan Pemerintah yang patut diapresiasi.
Sembilan, Stelsel Aktif.
Semula stelsel aktif diwajibkan kepada penduduk, diubah menjadi stelsel aktif diwajibkan kepada pemerintah melalui petugas. Konsepsi hukum welfare state menjelma dalam spirit kebijakan ini. Semangat melayani warga negara, bukan semangat untuk dilayani warga negara. Pembalikan paradigmatik yang ideal, meski dalam implementasinya sikap aparaturnya masih patut dipertanyakan sebagaimana kerap tidak profesionalnya pelayanan publik oleh Dukcapil. Pernah terjadi pada penulis, E-KTP belum kunjung terbit meski telah berulang kali penulis tanyakan, dan ketika KTP konvensional penulis kemudian kadaluarsa, E-KTP belum juga terbit, lantas penulis dimintai pungutan denda keterlambatan memperpanjang KTP yang mana keterlambatan terjadi akibat berlarut-larutnya penerbitan E-KTP meski perekaman data telah dilakukan bertahun lampau.
Sepuluh, Petugas Registrasi.
 Petugas Registrasi membantu Kepala Desa atau Lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013). Petugas Registrasi diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota. Petugas Registrasi harus PNS, diubah diutamakan PNS (Pasal 12 ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).
Sebelas, Pengangkatan Pejabat Struktural pada Unit Kerja Administrasi Kependudukan.
Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Provinsi, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Gubernur (Pasal 83A ayat 1 UU No. 24 Tahun 2013).
Pejabat struktural pada unit kerja yang menangani administrasi kependudukan di Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usulan Bupati/Walikota melalui Gubernur (Pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).
  Penilaian kinerja Pejabat Struktural tersebut dilakukan secara periodik oleh Menteri Dalam Negeri (Pasal 83A ayat 2 UU No. 24 Tahun 2013).
Dua Belas, Pendanaan Program dan Kegiatan Adminduk dibebankan pada  APBN.
Pendanaan untuk penyelenggaraan program dan kegiatan administrasi kependudukan, baik di provinsi maupun kabupaten/kota dianggarkan dalam APBN (Pasal 87A UU No. 24 Tahun 2013) dan dimulai pada APBN-P Tahun Anggaran 2014 (Pasal 87B UU No. 24 Tahun 2013), dengan demikian berarti sebelum tersedia APBN-P tahun 2014, pendanaannya masih tetap menggunakan APBD.
Tiga Belas, Penambahan Sanksi.
Setiap orang yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi dan/atau melakukan manipulasi data kependudukan dan/atau elemen data penduduk dipidana dengan pidana  penjara paling  lama  6  (enam)  tahun  dan/atau  denda  paling banyak Rp. 75.000.000 (Pasal 94 UU No. 24 Tahun 2013).
Setiap pejabat dan petugas pada Desa/Kelurahan, Kecamatan, UPTD, Instansi Pelaksana yang memerintahkan dan/atau memfasilitasi pungutan biaya kepada penduduk dalam pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 75.000.000 (Pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).
 Setiap orang atau Badan Hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (Pasal 95B UU No. 24 Tahun 2013).
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.


[1] Dikutip dari http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/pelayanan-administrasi-kependudukan-yang-perlu-anda-ketahui.