Diversi Tindak Pidana Perpajakan, Tata Cara Permohonan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara

LEGAL OPINION
Question: Perusahaan kami kini tengah disidik oleh penyidik pajak karena aksi korporasi transfer pricing yang grub usaha perusahaan kami lakukan. Adakah cara agar penyidikan pelanggaran pajak yang kami lakukan tidak berlanjut ke tahap tuntutan pidana di persidangan?
Brief Answer:  Dapat dilakukan, sepanjang belum masuk ke dalam tahap penuntutan di persidangan. Artinya, penghentian penindakan pidana terhadap Wajib Pajak dapat ditempuh dengan cara menunjukkan itikad baik lewat melunasi kewajiban pajak plus denda saat masih dalam taraf penyidikan.
PEMBAHASAN :
Mengenai diversi tindak pidana perpajakan, ketentuan mengenai tata cara permintaan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 /PMK.03/2012. Namun pemerintah kemudian merevisi peraturan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 55/PMK.03/2016 Tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara (PMK No. 55 Tahun 2016).
Yang dimaksud dengan “diversi”, adalah pengalihan penyelesaian perkara tindak pidana dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Yang membedakan hukum diversi tindak pidana umum dan anak dengan diversi pada bidang tindak pidana perpajakan, diversi pada tindak pidana umum dapat dilakukan sekalipun telah memasuki tahap pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. Sementara dalam tindak pidana perpajakan, Wajib Pajak perlu menunjukkan itikad baik dengan melaporkan dan menyetorkan pajak terutang yang sebenarnya ketika Wajib Pajak belum terseret ke meja hijau.
Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan:
(1) Dalam hal berdasarkan Pemeriksaan Bukti Permulaan diduga terjadi tindak pidana di bidang perpajakan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Pajak melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Undang­Undang.
(2) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) Undang­-Undang, penyidik dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
(3) Jenis bantuan yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. bantuan teknis;
b. bantuan taktis;
c. bantuan upaya paksa; dan/atau
d. bantuan konsultasi dalam rangka penyidikan.
Pasal 62 PP No. 24 Tahun 2011:            
(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.  
(2) Permintaan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila Wajib Pajak telah melunasi jumlah kerugian pada pendapatan negara sebesar:
a.      jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang seharusnya tidak dikembalikan; atau
b.      jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak tersebut.
(3) Jumlah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan jumlah kerugian pada pendapatan negara yang dihitung berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli sebelum dilakukan pelunasan dalam rangka pengajuan permintaan penghentian Penyidikan oleh Menteri Keuangan.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Penyidik dapat berupa pejabat Kepolisian RI maupun PNS pada Dirjen Pajak.
PMK No. 55 Tahun 2016 mengatur ketentuan sebagai berikut. Untuk kepentingan penerimaan negara, Menteri Keuangan mengajukan permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung atas tindak pidana dibidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, dimana Permintaan penghentian Penyidikan tersebut dilakukan setelah Wajib Pajak (pelanggar) mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan.
Wajib Pajak pelanggar dapat berupa:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. wakil Wajib Pajak badan yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan (wakil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang KUP, termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan); dan/atau
c. kuasa atau pegawai dari Wajib Pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Ketentuan ini, terutama “pegawai Wajib Pajak” dapat dijerat pemidanaan pajak, bercermin dari kasus Asian Agri Group, dimana Tax Manager dari 14 perusahaan yang bernaung dibawah payung Asian Agri Group dijerat secara pidana dengan hukuman penjara. Jadi, dalam tindak pidana perpajakan, bukan hanya badan hukum (Wajib Pajak) yang dapat dijerat oleh tindak pidana perpajakan, namun kuasa, wakil, ataupun pegawai yang turut serta melakukan tindak pidana dapat turut dijerat.
Dalam hal tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh kuasa, pegawai, atau pihak lain atas nama atau melalui Wajib Pajak, permohonan penghentian Penyidikan dilakukan dengan menggunakan identitas perpajakan Wajib Pajak tersebut.
Dalam hal tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang menyalahgunakan identitas perpajakan Wajib Pajak lain, Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut dapat dimintakan penghentian Penyidikan dengan menggunakan identitas perpajakan sendiri.
Dalam rangka pengajuan permohonan kepada Menteri Keuangan, terhadap orang pribadi atau badan, yang belum memiliki identitas perpajakan, diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan.
Permohonan Wajib Pajak dapat dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
Termasuk pajak yang dilunasi oleh Wajib Pajak yaitu pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan sebagai akibat dari adanya:
a. penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dan/atau
b. penerbitan faktur pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Untuk mengetahui besarnya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi, Wajib Pajak harus meminta informasi secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak.
Atas permintaan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk harus memberikan informasi tertulis mengenai besarnya jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi. Hal ini demi kepastian hukum Wajib Pajak yang berupaya dengan itikad baik hendak menunaikan kewajiban pajaknya.
Jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi dihitung berdasarkan berita acara pemeriksaan ahli pada saat Penyidikan.
Dalam rangka penghentian Penyidikan, Wajib Pajak mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan dengan tembusan Direktur Jenderal Pajak, dimana Permohonan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan menyatakan pengakuan bersalah dan pelunasan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi;
b. ditandatangani oleh Wajib Pajak dimaksud dalam Pasal 2 dan tidak dapat dikuasakan; dan
c. dilampiri dengan surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak sebagai bukti pelunasan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi.
Setelah menerima permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan meminta Direktur Jenderal Pajak untuk meneliti dan memberikan pendapat secara tertulis sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Dalam rangka memenuhi permintaan Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Pajak menyampaikan hasil penelitian dan pendapat secara tertulis kepada Menteri Keuangan yang paling sedikit memuat:
a. nama Wajib Pajak;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. nama tersangka;
d. kedudukan/jabatan tersangka;
e. Masa Pajak/Tahun Pajak;
f. tindak pidana di bidang perpajakan yang disangkakan;
g. tahapan perkembangan Penyidikan;
h. jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan sanksi administrasi;
i. kebenaran pelunasan jumlah yang tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak; dan
J. pendapat Direktur Jenderal Pajak.
Atas permohonan Wajib Pajak dan dengan mempertimbangkan hasil penelitian dan pendapat secara tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, Menteri Keuangan memutuskan untuk menyetujui atau menolak permohonan Wajib Pajak. Dalam hal Menteri Keuangan menyetujui permohonan Wajib Pajak, Menteri Keuangan menyampaikan surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung disertai dengan surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
Dalam hal Menteri Keuangan menolak permohonan Wajib Pajak, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Menteri Keuangan memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak; dan
b. pelunasan sebagaimana tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak merupakan kelebihan pembayaran pajak (guna menghindari praktik perampokan keuangan negara dengan memberikan setoran melebihi beban pajak guna mendapat bunga pengembalian kelebihan setoran pajak yang dikutip pengusaha dari pemerintah).
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan Penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan dari Menteri.
Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung berupa menerima permintaan penghentian Penyidikan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak; dan
b. proses Penyidikan terhadap Wajib Pajak dihentikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal keputusan dari Jaksa Agung berupa menolak permintaan penghentian Penyidikan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak;
b. proses Penyidikan terhadap Wajib Pajak dilanjutkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. pelunasan sebagaimana tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak merupakan kelebihan pembayaran pajak.
Dalam hal berkas permintaan penghentian Penyidikan dikembalikan oleh Kejaksaan Agung untuk dilengkapi dan/atau diperbaiki, Menteri Keuangan menyampaikan kembali surat permintaan penghentian Penyidikan kepada Jaksa Agung dan jangka waktu 6 (enam) bulan penghentian Penyidikan dimulai sejak surat permintaan tersebut disampaikan.
Sementara untuk kelebihan pembayaran pajak, dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak berdasarkan permohonan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. ß Inilah modus perampokan terhadap negara, karena menurut undang-undang perpajakan, negara wajib memberikan bunga yang sangat tinggi terhadap Wajib Pajak yang melakukan kelebihan pembayaran untuk kemudian diminta kembali kelebihan pembayaran tersebut.
Namun kemudian PMK No. 55 Tahun 2016 telah menyimpangi undang-undang dengan menyatakan: “Terhadap kelebihan pembayaran pajak yang diminta kembali oleh Wajib Pajak, tidak diberikan imbalan bunga.” Peraturan Menteri Keuangan yang bertentangan dengan Undang-Undang Pajak ini rawan diuji-materil ke hadapan Mahkamah Agung. Namun siapa yang berani mengajukan uji materil, maka siap menjadi musuh publik.
Dalam hal keputusan Jaksa Agung menerima permintaan penghentian Penyidikan, Wajib Pajak tidak dapat memohon:
a. pemindahbukuan; dan/ atau
b. pengembalian kelebihan pembayaran pajak, atas pelunasan sebagaimana tercantum dalam surat setoran pajak dan/atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
Contoh Format Surat Permohonan Penghentian Penyidikan dapat dilihat pada lampiran PMK No. 55 Tahun 2016.
Wang perlu diingat oleh Wajib Pajak, sebagaimana tertuang dalam yurisprudensi putusan Mahkamah Agung terhadap kasus tindak pidana perpajakan yang menjerat Asian Agri Group, Hakim Agung menyatakan bahwa meski Wajib Pajak kemudian menyetor kekurangan pajak plus denda, namun aksi pelunasan kewajiban pajak tak dapat menghentikan penuntutan yang telah berjalan. Penghentian dengan pelunasan pajak dan dendanya hanya dapat dilakukan saat masih dalam proses penyidikan atau setidaknya surat dakwaan belum masuk dalam persidangan, sebagai wujud itikad baik Wajib Pajak yang mencoba mengemplang kewajiban pajak.

Baca juga selengkapnya dalam:
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.