Aspek Hukum Uang Paksa (Dwangsom) dalam Praktik Litigasi Perdata

LEGAL OPINION
Question:  Adakah aturan maksimum penjatuhan sanksi dwangsom dalam suatu praktik peradilan perdata di Indonesia?
Brief Answer: Tidak terdapat aturan tertulis secara leterlijk mengenai besaran maksimum (treshold) dari uang paksa yang dapat dijatuhkan hakim dalam suatu putusan pengadilan. Biasanya hal tersebut akan disesuaikan hakim berdasarkan asas kepatutan Pasal 1339 KUHPerdata, bilamana objek sengketa memiliki nilai yang sangat besar dan jika Tergugat yang kalah tidak juga tunduk pada isi amar putusan maka dapat membawa kerugian besar bagi Penggugat, maka kemungkinan hakim akan menjatuhkan nilai uang paksa hingga USD 1.000.000 (satu juta dollar) per hari keterlambatan melaksanakan isi amar putusan (yang biasanya dihitung mulai dari sejak putusan berkekuatan hukum tetap). Dalam sengketa perdata lainnya, rata-rata hakim hanya mengabulkan uang paksa sebesar Rp. 100.000 per hari keterlambatan, sehingga putusan dengan dwangsom sebesar USD 1.000.000 mungkin merupakan sejarah rekor tertinggi praktik litigasi di Indonesia.
PEMBAHASAN :
Dalam putusan Mahkamah Agung RI perkara gugatan perdata dalam tingkat kasasi sebagaimana tercatat dalam Register Nomor 2821 K/Pdt/2009 tanggal 22 Maret 2010, Mahkamah Agung membuat amar putusan sebagai berikut:
Mengabulkan permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi : 1. Tn. Soegianto, Bsc. dahulu bernama Gouw Eng Kian, dan 2. Ny. Ellies Soegianto tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 92/Pdt/2009/PT.Bdg., tanggal 29 Juni 2009 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 168/Pdt.G/2008/PN.Bdg., tanggal 07 Januari 2009;
MENGADILI SENDIRI:
DALAM KONPENSI:
DALAM EKSEPSI:
-        Menolak eksepsi Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA:
1.    Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian;
2.    Menyatakan perjanjian tanggal 23 Mei 2005 adalah sah dan mengikat serta berlaku sebagai Undang-Undang bagi para Penggugat dan para Tergugat;
3.    Menyatakan telah terjadi jual-beli antara para Penggugat dan para Tergugat yang masing-masing sebagai Pembeli Penjual dalam rangka mengakhiri kebersamaan kepemilikan para Penggugat dan para Tergugat sebagaimana dimaksudkan dalam Perjanjian Pecah Kongsi tanggal 23 Mei 2005;
4.    Menyatakan para Penggugat telah membayar angsuran-angsuran ke-1 (satu) sampai dengan ke-8 (delapan) berikut denda keterlambatannya;
5.    Menyatakan jumlah denda keterlambatan pembayaran atas perhitungan Drs. Robert Yogi selaku Auditor bertentangan dengan akta Perjanjian tanggal 23 Mei 2005; [Note SHIETRA & PARTNERS: Perhatikan, laporan auditor bisa dibantah dan sangat mungkin untuk dibantah dan dibatalkan via pengadilan!]
6.    Menyatakan para Tergugat telah melakukan ingkar janji (Wanprestasi);
7.    Menghukum para Tergugat untuk menerima sisa kewajiban pembayaran dari para Penggugat sesuai Perjanjian tanggal 23 Mei 2005 sebesar pokok US $ 5.950.000 (lima juta sembilan ratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dan denda keterlambatan pembayaran sebesar US $ 32.386.80 (tiga puluh dua ribu tiga ratus delapan puluh enam dolar Amerika Serikat delapan puluh sen);
8.    Menghukum para Tergugat untuk melaksanakan isi perjanjian tanggal 23 Mei 2005 yaitu:
-        Menandatangani Akta Jual Beli saham-saham para Tergugat dalam Perseroan-Perseroan Terbatas sebagaimana diuraikan Pasal 1 Perjanjian tanggal 23 Mei 2005 selaku Penjual kepada para Penggugat selaku Pembeli;
-        Menandatangani Akta Jual Beli seluruh bahagian para Tergugat dalam aset-aset berupa tanah-tanah baik Hak Milik maupun Hak Guna Bangunan dan Rumah sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 Perjanjian tangagl 23 Mei 2005 beserta segala bangunan yang berada di atasnya yang menurut sifat tujuan dan peruntukannya serta menurut hukum dianggap sebagai benda tetap berikut segala fasilitas dan instalasi listrik, telephone, pompa air yang terdapat pada bangunan-bangunan tersebut selaku Penjual kepada para Penggugat selaku Pembeli;
-        Juga menandatangani akta-akta lain apabila diperlukan sepanjang tidak bertentangan dengan isi perjanjian tanggal 23 Mei 2005;
-        Akta-akta tersebut dipersiapkan oleh dan karenanya harus dilakukan di hadapan Ny. Lien Tanudirdja, S.H., Notaris dan PPAT di Bandung atau setidak-tidaknya di hadapan Notaris dan PPAT lainnya;
9.    Menghukum para Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar US $ 1.000.000 (satu juta dolar Amerika Serikat) untuk setiap hari keterlambatan pada Tergugat melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap yang harus dibayar secara tunai dan sekaligus;
10. Menyatakan secara hukum bila dalam waktu 1 (satu) bulan para Tergugat tidak melaksanakan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) maka para Tergugat dinyatakan telah melepaskan haknya (recht verwerking) atas harta benda yang dijual kepada para Penggugat; dan para Penggugat dapat bertindak untuk dan atas nama para Tergugat dalam mengurus peralihan hak milik tersebut di atas; [Note SHIETRA & PARTNERS: menjadi agak rancu dengan fungsi dwangsom.]
11.Menolak gugatan selain dan selebihnya;”
Alhasil, Tergugat mengajukan upaya hukum luar biasa terhadap putusan kasasi tersebut yang membuatnya kalah telak, Peninjauan Kembali, sebagaimana terdaftar dalam Register Perkara No. 738 PK/Pdt/2010, dimana salah satu poin keberatan pihak Pemohon Peninjauan Kembali (PK) dalam putusan tingkat PK ini, antara lain:
“... Membaca kedua butir diktum putusan tersebut maka jelas Majelis Hakim telah bertindak di luar kewajaran, apa gunanya membebankan dwangsom kepada para Pemohon Peninjauan Kembali kalau pada akhirnya Majelis Hakim juga memberikan kewenangan kepada para Termohon Peninjauan Kembali bisa melaksanakan putusan ini sendiri jika para Pemohon Peninjauan Kembali tidak melaksanakannya? Majelis Hakim juga lupa bahwa dalam perkara yang putusannya meletakkan suatu kewajiban kepada para pihak yang salah yang ada sangkut pautnya dengan uang, seharusnya tidak dapat dikenakan dwangsom sebagaimana yang ditentukan dalam Yurisprudensi MA RI No. 791 K/Sip/1972 tanggal 26 Februari 1973.”
Tampaknya yang menjadi penyebab “kelewatannya” putusan MA RI dalam tingkat kasasi, ialah karena didahuluinya “kelewatan sikap diluar batas kewajaran dan kepatutan” yang justru terlebih dahulu dilakukan oleh Tergugat / Pemohon Peninjauan Kembali. Hal ini tampak dalam pertimbangan hukum Hakim Agung dalam putusan Peninjauan Kembali yang dihadapkan padanya, dengan bunyi pertimbangan hukum:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjuan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
-        Bahwa para Pemohon Peninjauan Kembali telah menerima 75 % pembayaran yang disepakati dalam perjanjian, maka tidaklah adil dan patut apabila kemudian para Pemohon Peninjauan Kembali meminta pembatalan perjanjian pecah kongsi, dengan menggugurkan/menyatakan pembayaran yang sudah diterima menjadi hak para Pemohon Peninjauan Kembali;
-        Bahwa putusan Judex Juris yang dimohonkan peninjauan kembali tidak terdapat kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 67 huruf f Undang-Undang Mahkamah Agung;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Tn. Eka Gunawan dahulu bernama Karim Gunawan (Gouw Eng Ka) dan kawan tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak;
MENGADILI
Menolak permohonan peninjauan kembali dari para Pemohon Peninjauan Kembali: 1. Tn. Eka Gunawan dahulu bernama Karim Gunawan (Gouw Eng Ka), dan 2. Ny. Linda Soetanto, tersebut;”
Terlepas benar atau salah terhadap putusan tersebut, eksaminasi hak publik, mengingat setiap anggota masyarakat adalah stakeholder dari hukum, dalam arti hukum mengikat masyarakat sebagai pengemban hukum, sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kepentingan terhadap bentuk hukum yang bisa jadi akan dihadapi oleh anggota masyarakat tersebut dikemudian hari.
Legal Opinion ini disajikan berdasarkan kajian ilmiah, sehingga sikap kritis amat sangat diperlukan, disamping adalah konsekuensi hukum para pihak bersengketa di pengadilan sehingga perkaranya menjadi terbuka bagi umum dan berdasarkan asas keterbukaan informasi, semua menjadi hak anggota masyarakat untuk mengetahui, menyadari, membentuk, serta berkomentar atas sistem dan substansi hukum negara yang mengikat setiap anggota masyarakat, kita semua tanpa terkecuali.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.