LEGAL OPINION
Question: Seringkali debitor kembali melanggar restrukturisasi kredit yang telah kami berikan selaku kreditor. Bahkan ketika agunan akan kami lelang eksekusi, debitor menggugat kami. Adakah solusi efesien sekaligus efektif, guna mengatasinya secara legal dan aman bagi pihak kami selaku kreditor?
Brief Answer: Membuat Akta Restrukturisasi Kredit ataupun akta perdamaian apapun dalam sengketa diluar hubungan nasabah dan perbankan sekalipun tentunya akan memakan biaya tidak sedikit bila menggunakan jasa notaris, disamping tidak memiliki kekuatan hukum eksekutorial sehingga berpotensi terbukanya peluang gugatan oleh pihak yang telah wanprestasi, juga akta notaril dalam praktiknya kerap kali tidak lagi memiliki reputasi di mata hakim karena kalangan notaris kerap kali menyalahgunakan kewenangannya membuat akta bercap lambang negara namun dengan substansi yang melanggar hukum seperti praktik "milik beding".
Sebenarnya kini terdapat solusi lain sebagai alternatif terefektif dan terefesien, yakni membuat Akta Restrukturisasi Kredit ataupun Akta Perdamaian apapun itu latar belakang hubungan hukumnya, dengan cara meminta pengukuhan Akta Perdamaian/Akta Restrukturisasi Kredit tersebut ke hadapan Pengadilan Negeri dalam bentuk surat gugatan yang melampirkan draf Akta Perdamaian/Akta Restrukturisasi tersebut, dimana paling lama 14 (empat belas) hari kerja berikutnya hakim wajib mengukuhkan draf akta perdamaian tersebut.
Kelebihan sistem ini, Akta Perdamaian/Akta Restrukturisasi Kredit seketika akan langsung berkekuatan hukum tetap, tidak lagi dapat dibantah ataupun digugat pihak yang wanprestasi, serta memiliki kekuatan eksekutorial—tiga kelebihan utama yang tidak dimiliki akta notariel kalangan notaris.
Pengukuhan akta dibawah tangan menjadi akta otentik lewat putusan pengadilan, merupakan langkah cerdas bagi kreditor cerdas.
PEMBAHASAN :
Kesepakatan Perdamaian tidak dibolehkan memuat ketentuan yang:
a. bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
b. merugikan pihak ketiga; atau
c. tidak dapat dilaksanakan.
Pasal 36 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan:
(1) Para Pihak dengan atau tanpa bantuan Mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh Akta Perdamaian dengan cara mengajukan gugatan.
(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Kesepakatan Perdamaian dan dokumen sebagai alat bukti yang menunjukkan hubungan hukum Para Pihak dengan objek sengketa.
(3) Hakim Pemeriksa Perkara di hadapan Para Pihak hanya akan menguatkan Kesepakatan Perdamaian menjadi Akta Perdamaian, jika Kesepakatan Perdamaian sesuai dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2).
(4) Akta Perdamaian atas gugatan untuk menguatkan Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan oleh Hakim Pemeriksa Perkara dalam sidang yang terbuka untuk umum paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan.
(5) Salinan Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disampaikan kepada Para Pihak pada hari yang sama dengan pengucapan Akta Perdamaian.
Draf Akta Perdamaian dibawah tangan tersebut dirancang dan disepakati sendiri oleh Para Pihak sebelum diajukan ke pengadilan sebagai lampiran dalam surat gugatan. Draf Akta Perdamaian tersebut yang kemudian dikukuhkan oleh Pengadilan, tentulah menjadi akta otentik bercap resmi logo pengadilan.
Namun berbeda dengan akta otentik notariel dari kalangan notaris yang masih dapat dibantah maupun diintervensi dengan gugatan, akta otentik pengadilan bersifat inkracht (berkekuatan hukum tetap) sehingga adalah percuma pihak yang wanprestasi terhadap Akta Perdamaian untuk mengajukan gugatan, tak terbantahkan lagi, disamping memiliki kekuatan eksekutorial!
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.