Lembaga Penjaminan sebagai Alternatif Perlindungan terhadap Fasilitas Kredit atau Pembiayaan Tanpa Agunan

LEGAL OPINION
Question: Kami ingin membuka bidang usaha baru dibidang finance. Saat ini telah banyak perusahaan factoring (anjak piutang) dan modal ventura. Adakah lembaga finansial sejenis lainnya yang masih belum banyak terdapat kompetitornya?
Brief Answer: Terdapat satu lembaga finansial yang berfokus dibidang penjaminan dalam struktur ekonomi permodalan tanpa agunan bagi sektor pelaku usaha kecil dan menegangh, yakni Lembaga Penjamin yang dapat berupa Perusahaan Penjaminan maupun Perusahaan Penjaminan Ulang yang menjalankan kegiatan penjaminan terhadap fasilitas kredit yang dikucurkan kalangan perbankan. Perusahaan Penjaminan telah sejak lama dikenal, namun hingga kini masih belum semasif lembaga keuangan non bank lainnya.
PEMBAHASAN :
Pada awal tahun 2016, disahkan undang-undang mengenai Penjaminan, yakni kegiatan pemberian jaminan oleh Penjamin atas pemenuhan kewajiban finansial Terjamin kepada Penerima Jaminan. Sementara itu Lembaga Penjamin adalah Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Penjaminan Syariah, Perusahaan Penjaminan Ulang, dan Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah yang menjalankan kegiatan penjaminan.
Perusahaan Penjaminan adalah badan hukum yang bergerak di bidang keuangan dengan kegiatan usaha utama melakukan Penjaminan. Adapun yang menjadi ruang lingkup kegiatan Usaha Penjaminan, diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Penjaminan (UU Penjaminan):
(1) Usaha Penjaminan meliputi:
a. penjaminan Kredit, Pembiayaan, atau Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah yang diberikan oleh lembaga keuangan;
b. penjaminan pinjaman yang disalurkan oleh koperasi simpan pinjam atau koperasi yang mempunyai unit usaha simpan pinjam kepada anggotanya; dan
c. penjaminan Kredit dan/atau pinjaman program kemitraan yang disalurkan oleh badan usaha milik negara dalam rangka program kemitraan dan bina lingkungan.
(2) Selain usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perusahaan Penjaminan dapat melakukan:
a. penjaminan atas surat utang (penjaminan atas ketidakmampuan usaha mikro, kecil, dan menengah dalam memenuhi kewajiban finansial atas surat utang yang diterbitkan);
b. penjaminan pembelian barang secara angsuran (pembelian barang atau komoditas yang akan digunakan untuk tujuan kegiatan usaha produktif, seperti pembelian pupuk atau semen);
c. penjaminan transaksi dagang (tidak termasuk penjaminan atas penyelesaian transaksi bidang perdagangan berjangka/pasar berjangka komoditi dan pasar lelang komoditas);
d. penjaminan pengadaan barang dan/atau jasa (surety bond);
e. penjaminan bank garansi atau kontra bank garansi (penjaminan yang diperlukan untuk mendapatkan bank garansi);
f. penjaminan surat kredit berdokumen dalam negeri (penjaminan yang diperlukan untuk mendapatkan surat kredit berdokumen dalam negeri);
g. penjaminan letter of credit (penjaminan yang diperlukan untuk mendapatkan letter of credit);
h. penjaminan kepabeanan (customs bond);
i. penjaminan cukai;
j. pemberian jasa konsultasi manajemen terkait dengan kegiatan usaha Penjaminan; dan
k. kegiatan usaha lainnya setelah mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang dilakukan oleh Perusahaan Penjaminan Syariah harus berdasarkan Prinsip Syariah.
(4) Dalam melakukan usaha Penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Perusahaan Penjaminan dan Perusahaan Penjaminan Syariah harus memprioritaskan penjaminan untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi.
(5) Untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah serta koperasi, dan/atau program pemerintah, pemerintah dapat menunjuk atau menugaskan Lembaga Penjamin milik pemerintah.
Pasal 7 UU Penjaminan: “Badan hukum Lembaga Penjamin berbentuk:
a. perusahaan umum;
b. perseroan terbatas; atau
c. koperasi.”
Pasal 38 UU Penjaminan:
(1) Kegiatan Penjaminan dan Penjaminan Syariah melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu Penerima Jaminan (Penerima Jaminan adalah lembaga keuangan atau di luar lembaga keuangan yang telah memberikan Kredit, Pembiayaan, Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah atau kontrak jasa kepada Terjamin), Terjamin (Terjamin adalah pihak yang telah memperoleh Kredit, Pembiayaan, Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah, atau kontrak jasa dari lembaga keuangan atau di luar lembaga keuangan yang dijamin oleh Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah), dan Penjamin (Penjamin adalah pihak yang melakukan penjaminan).
(2) Penjamin memiliki hak tagih atas pemenuhan kewajiban finansial Terjamin apabila Penjamin telah menunaikan kewajibannya untuk memenuhi hak finansial Penerima Jaminan jika Terjamin gagal memenuhi kewajibannya.
(3) Kegiatan Penjaminan dan Penjaminan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan dalam Sertifikat Penjaminan atau Sertifikat Kafalah.
Pasal 47 UU Penjaminan:
(1) Sejak klaim dibayar oleh Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah, hak tagih Penerima Jaminan kepada Terjamin beralih menjadi hak tagih Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah.
(2) Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah dapat membuat perjanjian dengan Penerima Jaminan agar Penerima Jaminan melakukan upaya penagihan atas hak tagih Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah.
Pasal 49 Ayat (1) UU Penjaminan: “Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah wajib memiliki retensi sendiri untuk setiap penjaminan.”
Penjelasan Resmi Pasal 49 Ayat (1) UU Penjaminan: “Yang dimaksud dengan "retensi sendiri" adalah bagian dari jumlah uang penjaminan untuk setiap risiko yang menjadi tanggungan sendiri Perusahaan Penjaminan atau Perusahaan Penjaminan Syariah.
Pasal 43
(1) Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, Perusahaan Penjaminan menerima IJP. (Imbal Jasa Penjaminan, yang selanjutnya disingkat IJP, adalah sejumlah uang yang diterima oleh Perusahaan Penjaminan dari Terjamin dalam rangka kegiatan Penjaminan.)
(2) Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, Perusahaan Penjaminan Syariah dan UUS menerima IJK.
(3) Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, Perusahaan Penjaminan Ulang menerima IJPU. (Imbal Jasa Penjaminan Ulang, yang selanjutnya disingkat IJPU, adalah sejumlah uang yang diterima oleh Perusahaan Penjaminan Ulang dari Perusahaan Penjaminan dalam rangka kegiatan Penjaminan Ulang.)
(4) Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, Perusahaan Penjaminan Ulang Syariah menerima IJKU.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.